JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Penipu pluit (whistleblower) kasus dugaan korupsi Hendra Lie (HL) malah dipidana dengan pasal pencemaran nama baik. Kondisi yang menimpa HL tersebut merupakan gambaran perlakuan hukum yang tidak adil bagi warga negara, masih sebatas angan-angan bahkan jauh panggang dari api.
“Selama ini saya getol menyuarakan dugaan korupsi dan maladministrasi pada tiga perusahaan Badan Usaha Milik Daerah, BUMD di lingkungan Pemda DKI Jakarta. Namun, saya malah dijadikan tersangka. Saya bersama kuasa hukum juga sudah pernah melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK,” ujar Hendra Lie melalui keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/7).
Hendra mengatakan, selama ini ia getol menyuarakan dugaan korupsi dan maladministrasi tiga perusahaan BUMD di lingkungan Pemda DKI Jakarta yaitu PT Jakarta Propertindo, PD Pasar Jaya, dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.
“Maladministrasi itu terkait kerjasama dengan setidaknya tujuh perusahaan swasta milik Fredie Tan justeru. Kasus maladministrasi itu saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” kata Hendra lebih lanjut.
Hendra menegaskan, ia lantang menyuarakan dugaan korupsi dan maladministrasi berdasarkan data yang diperoleh secara resmi dari Ombudsman RI selaku lembaga resmi negara dan berbagai pihak yang peduli akan pemberantasan korupsi. Namun, data tersebut malah diabaikan lalu dirinya menjadi korban kriminalisasi.
“Ombudsman RI telah mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan pada tahun 2020 mengenai maladministrasi dalam kerjasama pengelolaan gedung ABC antara perusahaan milik Fredie Tan dengan dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan BUMD tersebut namun tetap dibiarkan sampai saat ini,” ujar Hendra.
Selain itu terdapat dugaan korupsi dan maladimnistrasi yang menelan korban ratusan orang sebagaimana Rekomendasi Ombudsman RI mengenai maladministrasi tahun 2014, terkait kerjasama antara perusahaan BUMD Pasar Jaya dengan perusahaan milik Fredie Tan menyangkut pengelolaan Pasar HWI Lindeteves sampai sekarang dibiarkan oleh negara tanpa ada tindakan apapun.
Fredie Tan bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan aset milik PT Jakarta Propertindo. Namun, entah mengapa dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung pada 2014 tanpa alasan yang jelas hingga saat ini.
Dugaan kerugian negara dalam kasus korupsi dan maladministrasi tersebut setidaknya mencapai triliunan rupiah tanpa tersentuh hukum. Penegak hukum dan Pemerintah DKI Jakarta dituntut untuk mengungkap tuntas kasus-kasus dimaksud.
Dalam podcast kanal Anak Bangsa milik Rudi S Kamri pada 2022, ia terang-terangan dan berani mengungkap kasus dugaan korupsi dan maladministrasi berdasarkan bukti awal yang dimiliki. Bahkan bersama pengacara terkemuka Indonesia bernama Prof Henry Yosodiningrat pernah melaporkan dugaan korupsi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.
“Namun tidak ada tindakan apapun hingga saat ini dari penegak hukum. Oleh karena tidak ada tindakan dari negara, saya kemudian menyuarakan agar terdapat atensi atas kasus-kasus dimaksud melalui podcast Kanal Anak Bangsa. Dalam podcast tersebut saya sebagai narasumber juga merahasiakan identitasnya pelaku dugaan korupsi dan maladministrasi,” katanya.
Langkah merahasiakan nama pelaku dalam sesi wawancara podcast, diakui Hendra, juga sejalan dengan UU Pers yaitu kewajiban merahasiakan narasumber, namun justeru ia dipidanakan. Padahal ia mengaku bukan menjadi pihak yang memproduksi, mentransmisi maupun mendistribusikan hasil podcast dimaksud.
“Proses pidananya juga terkesan sangat dipaksakan atas laporan Fredie Tan selaku terduga pelaku korupsi. Hal ini terbukti dari sampai diterbitkan sebanyak tujuh sprindik dan lima SPDP yang dikeluarkan oleh Dirtipidsiber Bareskrim Polri, layaknya penjahat besar,” ujar Hendra.
Padahal menurut hukum, pihak yang menyuarakan kasus dugaan korupsi adalah bentuk partisipasi masyarakat yang harus dilindungi. Sementara bolak balik perkara antara penyidik Dirtipidsiber Bareskrim Polri dengan jaksa penuntut umum (JPU) pada Jampidum Kejaksaan Agung lebih dari tiga kali.
Hal tersebut menyalahi kesepakatan bersama dalam Mahkumjakpol namun tetap dilanggar oleh penegak hukum dan memaksakan proses hukum atas dirinya. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik ada apa dengan penegak hukum.
“Saya adalah peniup peluit yang harus dilindungi oleh negara. Hal ini sesuai dengan semangat Pemerintah Presiden Prabowo saat ini yang bertekad memberantas semua kejahatan korupsi. Sungguh ironis saya selaku peniup pluit, malah diadili karena bersuara lantang mendukung pemberantasan korupsi,” katanya.
Ahli hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Hendry Subiakto selaku saksi ahli di Bareskrim Polri juga menjelaskan, podcast Kanal Anak Bangsa yang menyuarakan dugaan korupsi dengan narasumber Hendri Lie bukan merupakan pelanggaran pidana UU ITE atau pencemaran nama baik. Namun pendapat ahli tersebut tetap tidak digubris penegak hukum.
“Hendri Lie selaku whistleblower harusnya segera diberikan perlindungan hukum oleh negara dan berharap Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menyidangkan perkara ini secara objektif dan adil agar tidak menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi ke depan yang menjadi musuh bersama bangsa Indonesia,” ujar Subiakto yang juga salah seorang ahli perancang UU ITE. (*)