JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Langkah pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Papua memusnahkan mahkota Cenderawasih dengan cara dibakar tak hanya menyulut kecaman berbagai elemen di tanah Papua.
Langkah membakar mahkota Cenderawasih tersebut dinilai melukai hati dan perasaan masyarakat asli bumi Cenderawasih. Selain itu, cara memusnahkan dengan membakar mahkota Cenderawasih dinilai sangat tidak pantas dan melecehkan nilai-nilai budaya masyarakat adat Papua.
“Gubernur Papua Pak Mathius Fakhiri (mesti) panggil orang-orang ini. Harus kasih sanksi, tindakan mereka ini melukai hati kami. Orang-orang ini (pelaku pembakaran mahkota Cenderawasih) hati nuraninya tidak ada, harus diberi sanksi tegas,” ujar tokoh dan intelektual muda tanah Papua Samuel Tabuni di Jayapura, Papua, Rabu (22/10).
Sedangkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Daerah Pemilihan (Dapil) Papua Yan Permenas Mandenas mengecam tindakan pihak BBKSDA Papua yang melakukan pemusnahan mahkota Cenderawasih dengan cara dibakar.
Mandenas, politisi muda Partai Gerindra, menilai, langkah penertiban terhadap kepemilikan mahkota dari satwa dilindungi memang penting, namun cara pembakaran tersebut sangat tidak pantas dan dinilai melecehkan nilai-nilai budaya masyarakat adat Papua.
“Langkah penertiban saya dukung. Tapi tidak dibenarkan melakukan penertiban dengan membakar mahkota Cenderawasih,” ujar Mandenas melalui keterangan pers dari Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (22/10).
Menurut Mandenas, mahkota Cenderawasih memiliki nilai sakral dan merupakan simbol kehormatan serta identitas orang asli Papua (OAP). Dalam tradisi adat, mahkota ini dikenakan oleh pemimpin adat dalam berbagai upacara, tarian hingga penyambutan tamu kehormatan seperti presiden atau tokoh dunia yang datang ke tanah Papua.
“Penertiban itu perlu, tapi tidak dengan cara dibakar. Langkah memusnahkan dengan cara dibakar sangat melecehkan adat dan budaya orang asli Papua,” ujar Mandenas lebih lanjut.
Mandenas menegaskan, mahkota Cenderawasih seharusnya dimuseumkan sebagai warisan budaya dan identitas masyarakat Papua, bukan dimusnahkan. Ia mendukung pelarangan perburuan burung Cenderawasih untuk menjaga kelestarian satwa endemik tersebut, namun menolak keras tindakan yang tidak menghormati nilai budaya.
“Mahkota Cenderawasih memiliki nilai adat dan budaya, sehingga seharusnya dimuseumkan, bukannya dibakar,” ujar Mandenas.
Pihaknya meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia mengevaluasi dan mengambil langkah tegas terhadap pihak BBKSDA Papua yang terlibat dalam aksi pemusnahan dengan cara membakar mahkota Cenderawasih.
“Saya minta Kementerian Kehutanan maupun Kementerian Lingkungan Hidup yang menaungi BBKSDA Papua untuk memberhentikan kepala balainya. Bila perlu dimutasi ke luar Papua, karena mereka tidak memahami nilai sakral dan simbol kehormatan dalam mahkota Cenderawasih,” kata Mandenas.
Mandenas menegaskan akan menyuarakan persoalan ini di DPR RI jika tidak ada langkah cepat dan tegas dari pemerintah pusat.
“Sebagai perwakilan rakyat Papua di DPR RI, saya akan suarakan ini lebih keras jika tidak diambil langkah-langkah tegas dalam penanganan persoalan ini,” katanya.
Sedangkan analis masalah Papua Frans Maniagasi merespon langkah pemusnahan mahkota Cenderawasih dengan dibakar melalui uraian tentang arti filosofis dari burung Cenderawasih. Burung Cenderawasih atau burung Surga, ujar Maniagasi, memiliki arti dan makna filosofis.
Pertama, keindahan dan kesempurnaan bentuk tubuhnya dan asesorisnya menjadi simbol keindahan dan kesempurnaan dalam konteks kultural. Kedua, spiritualitas dan relasi dengan keilahian. Sebagai simbol dari spiritualitas dan relasi dengan Ilahi. Representasi dari jiwa yang murni dan suci.
Ketiga, kebebasan dan keleluasan. Burung ini memiliki daya terbang yang luar biasa, sehingga Cenderawasih melambangkan kebebasan dan keleluasaan dalam mengekspresikan diri.
Keempat, harapan dan inspirasi. Burung Cenderawasih sebagai simbol dari harapan dan inspirasi yang dipercaya dapat memberikan keberuntungan dan inspirasi bagi yg melihatnya.
Kelima, dalam arti dan makna filosofisnya maka burung Cenderawasih sebagai simbol dari keindahan dan kesempurnaan, spiritualitas dan relasi dengan keilahian/ ilahi untuk mewujudkan keindahan dan kesempurnaan dalam hidup manusia dan sesamanya serta lingkungan hidupnya.
Tokoh masyarakat Papua Paskalis Kossay menilai, tindakan pembakaran mahkota burung Cenderawasih melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menetapkan Cenderawasih sebagai satwa yang dilindungi.
“Selain itu melanggar larangan Pemerintah Provinsi Papua untuk tidak menggunakan Cenderawasih asli sebagai asesoris atau sovenir, kecuali dalam upacara adat sakral. Mahkota burung Cenderawasih yang dibakar adalah dokumentasi asesoris asli burung Cenderawasih, maka jelas pelanggaran hukum,” ujar Paskalis di Jayapura, Rabu (22/10).
Paskalis menambahkan, meski sudah menjadi barang asesoris, mahkota Cenderawasih memiliki nilai sakral dari aspek kultur masyarakat asli Papua sehingga membakar mahkota itu jelas melanggar hukum adat sekaligus hukum nasional. Karena itu, perlu ada sanksi tegas terhadap pelaku berdasarkan hukum adat dan hukum nasional.
“Sanksi berdasarkan hukum nasional telah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2024, minimal 3 tahun penjara dan denda setinggi-tingginya,” kata Paskalis, mantan anggota Komisi Intelijen DPR RI. (*)