MOWANEMANI, ODIYAIWUU.com — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Dogiyai menyatakan menolak calon Penjabat (Pj) Bupati Dogiyai aparatur sipil negara (ASN) orang asli Dogiyai, bukan ASN dari luar. Bupati Yakobus Dumupa akan mengakhiri masa jabatannya bersama Wakil Bupati Oskar Makai, Minggu (18/12 2022).
Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk sudah mengusulkan tiga nama ASN calon Penjabat Bupati Dogiyai pengganti Dumupa kepada Menteri Dalam Negeri untuk ditunjuk seorang penjabat definitif. Surat usulan Ribka dengan nomor 100.2.2/009/PPT perihal Usulan Nama Penjabat Bupati Puncak Jaya, Intan Jaya, dan Dogiyai tertanggal 20 November 2022.
Ketiga nama yang diusulkan Ribka yaitu Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan, Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Otonomi Khusus Setda Papua Tengah Neno Tabuni (dalam proses fit and proper test), Sekda Dogiyai Petrus Agapa, dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Dogiyai Herman Tebai.
Ketua Sementara DPRD Dogiyai Simon Petrus Pekei, S.Sos menegaskan, DPRD secara kelembagaan menyatakan menolak nama calon penjabat bupati dari luar Dogiyai, dan menerima putra asli. Surat tersebut bernomor 170/200/Setwan perihal Pernyataan Sikap Penolakan DPRD Kabupaten Dogiyai Terhadap Calon Penjabat Bupati Dogiyai yang Bukan Asal Kabupaten Dogiyai.
Surat penolakan DPRD secara kelembagaan tersebut diparaf Simon Petrus Pekei, S.Sos bersama Wakil Ketua DPRD Orgenes Kotouki, SE, tertanggal 24 November 2022 di Kigamani, Dogiyai, Provinsi Papua Tengah.
“Jika kehendak ini (mengajukan nama calon penjabat di luar Dogiyai) dipaksakan, dengan tidak ada keberpihakan kepada orang asli Dogiyai, maka dengan terpaksa rakyat Dogiyai bersama DPRD dan Pemerintah Kabupaten Dogyai tidak akan menerima Penjabat Bupati Dogiyai yang bukan orang asli Dogiyai dan melakukan mogok masal,” kata Simon Petrus kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi melalui sambungan telepon selular, Selasa (29/11).
Sikap penolakan DPRD terhadap usulan nama Penjabat Bupati Dogiyai oleh Ribka Haluk kepada Mendagri didasari atas sejumlah alasan.
Pertama, pengalaman membuktikan bahwa dua kali penunjukan Penjabat Bupati Dogiyai bukan orang asli Papua oleh Gubernur Papua, penjabat bersangkutan tidak pernah berada di tempat untuk mengendalikan roda pemerintahan. Malah datang di Dogiyai kurang dari seminggu kemudian pergi berbulan-bulan.
Kedua, sebagai daerah yang seriing dilanda konflik kerusuhan Penjabat Bupati Dogiyai dipandang akan mampu melakukan pendekatan humanis karena mengenal wilayahnya dengan manajemen pemetaan potensi konflik yang baik.
Ketiga, seperti dipahami bersamaaa bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, telah menjadi dasar dalam memberikan kebijakan afirmasi kepada orang asli Papua.
Konteks afirmasi yang dalam bahasa sederhananya ‘menjadi tuan di atas tanahnya sendiri’ di Papua belum dirasakan secara utuh oleh orang Papua. Orang Papua merasakan ‘menjadi tuan di atas tanahnya sendiri’ terbatas dalam politik pemerintahan seperti pada Lembaga DPRD, pencalonan kepala daerah dan di lingkungan birokrasi pemerintahan.
Untuk itu biarkan orang Dogiyai dengan ASN yang ada menjadi ‘tuan di tanahnya sendiri’ dan dalam rangka itu kami meminta kepada Ibu Penjabat Gubernur untuk dapat membijakinya, jika calon Penjabat Bupati orang asli Dogiyai belum memenuhi syarat maka Ibu bisa membantu kami untuk mempromosikan Aparatur Sipil Negara asli Dogiyai pada jabatan-jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang akan ibu lantik di Provinsi Papua Tengah agar dapat menenuhi syarat dimaksud.
Keempat, tanpa persiapan sumber daya manusia Aparatur Sipil Negara orang asli Dogiyai, tidak mungkin ada pemekaran dan otomatis tidak ada Pemerintah Kabupaten Dogiyai. Pemerintahan tejadi karena adanya kesiapan Aparatur Sipil Negara asli Dogiyai untuk menjadi tuan di atas tanahnya sendiri.
Kelima, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dogiyai atas nama rakyat Dogiyai menolak dengan tegas, siapapun yang ditetapkan menjadi Penjabat Bupati Dogiyai yang bukan orang asli Dogiyai.
Keenam, jika kehendak ini dipaksakan, dengan tidak ada keberpihakan kepada orang asli Dogiyai, maka dengan terpaksa rakyat Dogiyai bersama DPRD dan Pemerintah Kabupaten Dogyai tidak akan menerima Penjabat Bupati Dogiyai yang bukan orang asli Dogiyai dan melakukan mogok masal.
Surat pernyataan tersebut juga dikirim kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)