Oleh Usman Hamid
Direktur Amnesty International Indonesia
PRESIDEN Joko Widodo menyatakan masalah Papua adalah masalah kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan. “Secara umum, 99 persen itu enggak ada masalah. Jangan masalah yang kecil dibesar-besarkan. Semua tempat, di mana pun, di Papua, aman-aman saja,” kata Presiden saat ditanya soal konflik Papua oleh jurnalis, 7 Juli 2023.
Sekitar sepekan kemudian, kekerasan di Dogiyai menelan jiwa dan meninggalkan kerusakan puluhan bangunan yang terbakar ludes. Dimensi rasial dan ketidakadilan sosial di balik insiden Dogiyai seharusnya menjadi perhatian serius semua yang mencintai kemanusiaan, perdamaian, dan keadilan sosial, khususnya para pemimpin agama dan pemimpin nasional.
Masalah Papua itu besar. Tidak dapat disangkal Papua dilanda konflik berlapis. Lapisan pertama adalah konflik antara orang asli Papua dan pemerintah, seperti terlihat dalam insiden di Dogiyai. Di bawah lapisan konflik ini juga terdapat masalah ambisi sektor publik dan swasta yang terlampau agresif atas tanah dan sumber daya alam (SDA) Papua.
Dalam semua lapisan ini, para elite politik Jakarta dan Papua mempersenjatai diri dengan unsur-unsur legitimasi kesukuan dan kebangsaan demi menguasai SDA serta berkelindan dengan masalah kemiskinan dan persepsi kesenjangan antara harapan dan realitas (relative deprivation). Semua lapisan masalah ini saling tumpang tindih hingga membuat penyelesaian konflik menjadi sangat kompleks dan sukar. Papua telah lama menjadi ajang konflik, tetapi dalam 20 tahun terakhir menjadi intensif.
Penjajakan dialog
Pada tahun lalu saya terlibat dalam inisiatif dialog antara negara Indonesia, yang diwakili oleh Komnas HAM, bersama pemimpin orang asli Papua yang mewakili beragam kelompok politik, adat, dan agama.
Kedua belah pihak sama-sama memiliki kapasitas untuk memengaruhi aktor-aktor bersenjata masing-masing untuk menahan diri. Anggota TNI-Polri masing-masing telah begitu banyak yang tewas, apalagi warga sipil yang tak terlibat permusuhan. Alhasil, para pihak menyepakati sebuah nota kesepahaman tentang Jeda Kemanusiaan Bersama selama dua bulan di Distrik Maybrat.
Sayangnya, tak ada apa pun yang terjadi sebagai langkah nyata di Papua. Nota kesepahamannya dibatalkan secara sepihak oleh Komnas HAM.
Semua dialog tentang Papua seharusnya dimulai dengan satu fakta penting: Papua adalah wilayah geostrategis yang sangat luas dan kaya akan SDA bernilai tinggi, seperti emas dan nikel. Tambang Grasberg, yang biasanya disebut “Freeport”, masih merupakan tambang emas terbesar kelima di dunia.
Bahkan terdapat tambang emas lain yang kini sedang diperebutkan, seperti Blok Wabu di Intan Jaya dan Yapen Waropen. Raja Ampat yang terkenal unik dan indah alamnya kini sudah dijadikan lokasi tambang nikel.
Papua mendapat skor terendah dibandingkan semua wilayah di Indonesia dalam semua indikator pembangunan manusia PBB yang diadopsi oleh Badan PPS. Terkadang ini disebut sebagai “kutukan sumber daya alam”. Namun, Papua tetap menjadi tujuan yang menarik untuk transmigrasi karena ekonominya yang berkembang secara pesat di tengah sektor tambang yang booming.
Di Papua terdapat kontras antara kegagalan memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari dibandingkan kepentingan bisnis dan komersial. Ini mencerminkan ketidakmampuan Jakarta memenuhi tanggung jawabnya terhadap warga Papua melalui pendekatan dialog.
Baru-baru ini impulse nasionalisme menunjukkan kekuatan dirinya dalam kebijakan “hilirisasi” dalam pengolahan nikel, litium, batubara, emas, tembaga, dan mineral lain.
Di atas permukaan tampak sangat nasionalis karena hilirisasi menjadi sejenis economic protectionism, tetapi industri ini sangat rentan terhadap elite capture. Elite capture di sini artinya segelintir orang berkuasa di Jakarta memperalat kebijakan publik supaya hasilnya menguntungkan bagi mereka.
Kita hanya perlu melihat ekspor nikel olahan yang meningkat 30 kali lipat dalam waktu kurang dari sepuluh tahun. Terakhir kali industri Indonesia mengalami pertumbuhan yang spektakuler mungkin adalah industri kayu lapis pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Korban sebenarnya dari episode itu adalah kehancuran total seluruh ekosistem hutan terutama di Kalimantan. Indonesia saat itu menguasai sekitar 70 persen pasar global kayu lapis tropis. Bob Hasan, orang dekat Presiden Soeharto, menjadi salah satu orang terkaya di dunia.
Papua bukanlah satu-satunya wilayah di Indonesia yang kaya raya dengan SDA, tetapi ada perbedaan signifikan dalam hal kepadatan penduduk. Secara keseluruhan, keenam provinsi Papua memiliki luas areal sekitar 420.000 kilometer persegi yang merupakan 22 persen dari luas daratan Indonesia. Padahal, Papua hanya berpenduduk 5,5 juta jiwa, sekitar 2 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Orang asli Papua berjumlah 2,5 juta jiwa atau hanya 1 persen dari populasi Indonesia. Dalam lensa Jakarta, Papua bagaikan sebidang tanah kosong yang begitu luas dan penuh SDA. Tak heran jika populasi kecil orang asli Papua ini merasa kewalahan dan tak berdaya.
Papua juga memiliki hutan tropis yang luas dan keanekaragaman hayati darat dan laut yang luas. Ini hot-spot biodiversity dan potensi sumber penyimpanan karbon yang sangat besar jika kita bisa menjaga. Sayangnya, kondisinya tak selalu seperti itu.
Dalam dekade terakhir, Pemerintah Norwegia menawarkan kepada Pemerintah Indonesia 1 miliar dollar AS untuk melindungi hutan Papua. Pada 2021, Indonesia membatalkan kemitraan ini. Tampaknya 1 miliar dollar AS “gratis” ini tidak semenarik menebang hutan untuk mendapatkan puluhan miliar dollar AS yang dikurung di bawah tanah.
Reaktivasi jeda kemanusiaan
Jeda Kemanusiaan bersama yang disepakati antara Komnas HAM dan para pemimpin ataupun tokoh Papua membuktikan dialog itu sangat mungkin. Jika ditindaklanjuti, ini akan memulai proses menuju deeskalasi kekerasan dan penyelesaian masalah, terlepas mau dinilai kecil atau besar.
Kekerasan di Papua memiliki dimensi politik dan tak akan hilang selama orang Papua dianggap penghalang pada akses SDA Papua. Insiden kekerasan di Dogiyai pekan lalu hanya pengingat bahwa Papua masih menjadi ajang konflik berlapis-lapis.
Sumber: Kompas, Jumat, 28 Juli 2023