SALATIGA, ODIYAIWUU.com — Sebanyak 200 mahasiswa asal Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan yang tengah kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Jawa Tengah mengaku, sejak Januari menderita kelaparan karena tidak memiliki uang. Mereka juga terancam dikeluarkan pemilik kontrakan karena belum membayar uang pemondokan.
“Sejak Januari lalu kami mahasiswa yang berjumlah 200 orang tak bisa makan minum. Kami juga terancam dikeluarkan dari kos-kosan dalam satu bulan terakhir ini. Uang beasiswa kami belum dikirim Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang sejak Januari 2023 lalu,” ujar Agustinus Kakyarmabin dan Lusianus Uropmabin, perwakilan mahasiswa asal Pegunungan Bintang melalui keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (7/2).
Menurut Kakyarmabin dan Uropmabin, selama sebulan lebih sebagian besar mahasiswa hanya mengandalkan kiriman orang tua yang rata-rata petani namun kirimannya tidak menentu. Mereka juga belum membayar biaya pemondokan sehingga terancam dikeluarkan pemilik kos.
“Ada mahasiswa yang memberikan jaminan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) atau Kartu Tanda Penduduk di warung-warung sekadar mendapat makan minum pemilik warung,” kata Kakyarmabin.
Tak hanya menahan lapar beberapa dari mereka telah dikeluarkan dari kos dan juga harus putus kuliah karena tak sanggup bayar kuliah serta tak sanggup membayar biaya hidup di Salatiga, Jawa Tengah.
Selain biaya hidup, kata Kakyarmabin, sejak 200 mahasiswa dikirim studi di UKSW Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang belum membayar uang semester dan uang pembangunan. Jumlah uang semester dan pembangunan per oranya berkisar belasan hingga puluhan juta rupiah.
“Kami sering mengalami keterlambatan dalam registrasi awal semester atau membayar mata kuliah karena uang belum dikirim Pemkab Pegunungan Bintang melalui mitranya,” katanya.
Sedangkan Uropmabin mengharapkan agar pemerintah daerah segera menyalurkan dana ke mitranya untuk membayarkan biaya hidup para mahasiswa. Uang tersebut, ujar Uropmabin, sangat berarti bagi mereka sebagai bekal harian di kos atau biaya pendidikan.
Beberapa kali, para mahasiswa menanyakan masalah keterlambatan uang tersebut ke pihak BPSDM Pegunungan Bintang, tetapi BPSDM belum memberikan jawaban pasti. Keterlambatan uang tersebut dialami sejak 200 mahasiswa berada di Salatiga.
“Pemda Pegunungan Bintang terkesan membiarkan mahasiswa dan tidak pernah merespon persolan ini secara cepat. Pemerintah merespon dengan cepat ketika mahasiswa melakukan aksi protes atas keterlambatan penyaluran dana beasiswa,” kata Uropmabin.
Uropmabin mengaku, pemerintah daerah sering menuntut mereka berprestasi tetapi kerap abai mendukung kegiatan perkuliahan. Pihaknya berarap agar pemerintah daerah serius dan bertanggungjawab terhadap program yang dibuat.
“Rata-rata 200 mahasiwa ini telah menempuh semester V. Semester ini banyak mahasiswa diwajibkan mengikuti praktik kerja lapangan. Ada 60 mahasiswa yang kuliah di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) tidak bayar biaya praktik dan alat alat praktek untuk PKL karena tidak ada uang,” katanya.
Sejumlah mahasiswa jurusan Biologi juga mengaku mereka tidak memiliki uang untuk bayar jas laboratorium atau hendak print out laporan praktek sehingga menghambat perkuliahan. Ada juga yang tidak memiliki biaya transportasi.
“Saat ini ada sekitar lima mahasiswa memilih pulang kampung dengan menumpang kapal laut. Kami meminta Pak Bupati Pegunungan Bintang dan dinas terkait segera memperhatikan masalah ini dengan serius,” kata Uropmabin. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)