JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Puan Maharani buang suara ihwal aksi kekerasan dan gerakan separatisme yang dilakukan anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) di seluruh wilayah tanah Papua.
Menurut Puan, masalah tanah Papua bukan sekadar soal separatisme tetapi juga terkait keadilan dan kesenjangan yang melilit masyarakat dan daerah paling timur Indonesia itu di berbagai dimensi kehidupan.
Dalam beberapa waktu belakangan, kekerasan terjadi di sejumlah daerah di tanah Papua seperti Kabupaten Yahukimo di Papua Pegunungan maupun di Intan Jaya, Papua Tengah dan daerah-daerah lainnya.
Aksi kelompok anggota TPNPB OPM bahkan menyasar warga sipil, termasuk guru dan tenaga kesehatan. Ulah kelompok separatis tersebut di Yahukimo pada Sabtu-Selasa (5-8/4) 11 warga sipil pendulang emas di Yahukimo meregang nyawa. Karena itu, ujarnya, negara tidak bisa lagi menormalisasi kekerasan di Papua yang terus terjadi tetapi akhiri kekerasan ini.
“Penyerangan terhadap pendulang emas hanyalah satu contoh nyata dari betapa rentannya warga terhadap kekerasan yang sistemik dan berulang. Masalah Papua bukanlah soal separatisme belaka, melainkan soal keadilan dan kesenjangan di Bumi Cenderawasih,” kata Puan melalui keterangan tertulis yang diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (14/4).
Menurut Puan, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), pendekatan militeristik masih belum optimal dalam menyelesaikan akar persoalan di Papua. Langkah baru, ujarnya, harus dilakukan terutama upaya yang mengedepankan dialog, menjamin kesejahteraan, dan memperkuat kehadiran negara secara adil dan manusiawi.
Puan menambahkan, DPR RI terutama Komisi I dan III memiliki wewenang konstitusional untuk mengawasi kebijakan pertahanan, keamanan, serta hukum dan hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, cucu Proklamator dan putri Megawati Soekarnoputri, menekankan DPR RI akan terus bekerja guna memastikan kebijakan negara berpihak pada pembangunan Papua dan masyarakat di tanah Papua.
Puan menegaskan, DPR akan terus mengawal demi memastikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat Papua. Kekerasan bersenjata di Papua yang terus memakan korban, terutama dari kalangan warga sipil, bukanlah angka statistik semata melainkan nyawa warga negara Indonesia yang seharusnya juga mendapatkan perlindungan penuh dari negara.
“Aksi ini bukan yang pertama dan sudah banyak warga sipil jadi korban. Aparat keamanan harus menjamin keselamatan masyarakat, termasuk pekerja yang mencari nafkah di Papua,” kata Puan.
Pihaknya juga meminta aparat keamanan untuk mengusut tuntas kasus serangan di Yahukimo sekaligus memberi jaminan keamanan bagi seluruh warga sipil di Papua. Puan meminta pemerintah melibatkan tokoh adat, agama, akademisi, hingga perwakilan masyarakat sipil untuk bisa menjadi jembatan damai dan membantu memfasilitasi komunikasi.
Manajemen Markas Pusat Komando Nasional (Komnas) TPNPB OPM, Selasa (8/4) mengumumkan, pihaknya membunuh sebelas orang pendulang emas yang dicurigai sebagai agen aparat keamanan Indonesia di Yahukimo.
“Kami menerima laporan yang menyebut bahwa pihak pasukan TPNPB Kodap (Komando Daerah Pertahanan) XVI Yahukimo mengeksekusi mati sebelas pendulang emas yang menyamar sebagai agen militer Indonesia,” ujar Juru Bicara Komnas TPNPB OPM Sebby Sambon melalui keterangan tertulis yang diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (9/4).
Menurut Sebby, para pendulang emas sedang mendulang emas di wilayah Kodap XVI Yahukimo pimpinan Brigjen Elkius Kobak. Para pendulang ini meregang nyawa pada Minggu-Selasa (6-8/4) di tangan anggota Batalyon Yamue dan Batalyon WSM dari pasukan TPNPB Kodap III Ndugama Derakma yang diperbantukan di Kodap XVI Yahukimo.
Selain sebelas pendulang yang dinyatakan tewas, kata Sebby, tiga orang lainnya mengalami luka-luka selama tiga hari berturut-turut. Komandan Batalyon Yamue Mayor Homy Heluka dan pihak Batalyon Wosem (WSM mengaku, para korban dihabisi Dejen Heluka dan Karis Giban.
Menurut Sebby pihaknya menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera menghentikan pengiriman pasukan ke Papua untuk menjadikan mereka sebagai pendulang emas, tukang bangunan, tukang bakso dan sebagainya.
“Kami akan bunuh. Sebab, Panglima TNI menyatakan bahwa ‘itu adalah anggota saya’. Maka sesuai dengan pernyataan Panglima TNI kami sudah eksekusi mati sebelas anggotanya yang bertugas sebagai pendulang emas di Yahukimo,” kata Sebby.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Candra Kurniawan, SE, MM menepis berita media belakangan terkait adanya aksi gerombolan OPM yang dikabarkan telah membunuh beberapa warga sipil yang berprofesi sebagai pendulang di wilayah Distrik Suntamon, Yahukimo, Selasa (8/4).
“Berita dan informasi itu masih didalami untuk menghindari kesimpangsiuran kejadian tersebut, karena tidak ada akses jaring komunikasi,” ujar Candra Kurniawan kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Rabu (9/4).
Menurut Candra, dari pendalaman beberapa pendulang yang berhasil mengungsi diperoleh keterangan terdapat beberapa warga sipil yang sehari-hari sebagai pendulang menjadi korban penyerangan dari gerombolan OPM, penjahat kemanusiaan di Suntamon.
Akibatnya, beberapa pendulang jadi korban, namun belum dapat dipastikan berapa jumlah yang meninggal maupun yang luka-luka. “Klaim OPM bahwa para korban adalah prajurit TNI sebagai pendulang itu tidak benar. Karena itu, kami pastikan korban bukan prajurit TNI karena tidak ada prajurit TNI di lokasi tersebut,” kata Candra lebih lanjut.
Candra menegaskan, informasi melalui pemberitaan bahwa korban adalah prajurit TNI itu hoaks. Itu propaganda yang sengaja disebar oleh gerombolan OPM dan simpatisannya.
“Semua itu alasan yang dicari-cari gerombolan OPM untuk mencari pembenaran aksinya membunuh warga sipil. Sejatinya OPM sangat biadab dan mereka adalah penjahat kemanusiaan,” kata Candra. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)