Kapankah Prabowo Subianto Menjadi “Macan Asia”?

Kapankah Prabowo Subianto Menjadi "Macan Asia"? Foto Ilustrasi: Istimewa

PADA usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa ini dihadapkan pada pertanyaan mendasar: apakah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto akan menorehkan sejarah baru atau justru menjadi catatan kekecewaan? Sejak lama, Prabowo dijuluki “Macan Asia”, sebuah simbol kepemimpinan tegas, berwibawa, dan disegani di kawasan. Namun, realitas politik dan pemerintahan belakangan justru menimbulkan tanda tanya: kapankah taring sang macan benar-benar tampak?

Julukan “Macan Asia” bukan sekadar kebanggaan simbolik. Ia mengandung ekspektasi besar bahwa Indonesia, di bawah kepemimpinan Prabowo, akan berdiri tegak menghadapi tantangan global, membela kepentingan nasional, serta melindungi martabat rakyat. Namun, hingga kini, banyak pihak menilai Prabowo masih berhati-hati, lebih sibuk dengan konsolidasi politik dalam negeri ketimbang memperlihatkan arah kepemimpinan tegas yang diharapkan. Kritik yang muncul bahkan bernada sinis: daripada macan, Prabowo justru lebih menyerupai “kucing Asia” yang jinak dan ragu melangkah.

Tentu saja, beban kepemimpinan Prabowo tidaklah ringan. Ia mewarisi masalah struktural yang menahun: kesenjangan ekonomi, korupsi yang membelit birokrasi, ketidakadilan hukum, dan gejolak di daerah seperti Papua. Selain itu, tantangan global seperti perubahan iklim, persaingan geopolitik di Asia Pasifik, serta ketergantungan ekonomi pada negara-negara besar, menuntut pemimpin yang berani mengambil keputusan strategis. Inilah momen krusial untuk membuktikan apakah Prabowo hanya akan dikenang sebagai presiden kompromi atau benar-benar tampil sebagai negarawan tangguh.

Prabowo memiliki modal politik yang besar. Karier militernya, reputasi sebagai tokoh nasionalis, serta jaringan politik yang luas memberinya peluang untuk memimpin dengan tegas. Namun, modal itu akan sia-sia bila tidak diwujudkan dalam tindakan nyata. Misalnya, memberantas korupsi secara konsisten, memperbaiki kedaulatan pangan dan energi, memperkuat pertahanan nasional, serta menegaskan posisi Indonesia dalam diplomasi internasional. Dunia tidak menunggu lama untuk melihat apakah Indonesia mampu memainkan peran sebagai kekuatan regional yang diperhitungkan.

Harapan rakyat pun sederhana: kepemimpinan yang berani, adil, dan berpihak kepada kepentingan bangsa. Prabowo dituntut tidak sekadar retoris dalam pidato atau simbolis dalam kebijakan, tetapi konkret dalam hasil. Kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, dan ketegasan terhadap segala bentuk ancaman internal maupun eksternal menjadi ukuran nyata kepemimpinannya. Tanpa langkah-langkah progresif itu, gelar “Macan Asia” akan tetap menjadi slogan kosong tanpa substansi.

Dalam momentum 80 tahun Indonesia merdeka, rakyat menanti kepastian: apakah Prabowo Subianto akan menorehkan warisan kepemimpinan yang kuat dan disegani, atau hanya menjadi catatan singkat dalam sejarah panjang republik ini. Pertanyaan “Kapankah Prabowo Subianto menjadi Macan Asia?” bukan sekadar sindiran, melainkan refleksi dari kegelisahan nasional. Bangsa ini membutuhkan macan yang berani mengaum, bukan kucing yang sekadar mengeong di tengah kegaduhan dunia. (Editor)