DEKAI, ODIYAIWUU.com — Pegiat hak asasi manusia (HAM) sekaligus Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) Theo Hesegem melayangkan surat penting kepada pihak Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB).
Isi surat tersebut bertujuan memberikan pemahaman kepada TNI-Polri dan TPNPB-OPM serta masyarakat tentang pentingnya akses warga sipil dalam memperoleh hak pendidikan, kesehatan dan ekonomi di sejumlah wilayah konflik di tanah Papua.
Pemahaman tersebut penting menyusul terjadinya berbagai konflik bersenjata yang melibatkan pasukan TNI-Polri dan OPM seperti yang terjadi di Distrik Tangma dan Ukha, Yahukimo, kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
“Setelah terjadi kontak tembak, antara aparat TNI dan tentara OPM pada 15 Juni 2025, telah mengorbankan warga sipil atas nama Mesak Aspalek. Buntutnya, masyarakat Tangma dan Ukha mengalami ketakutan. Warga trauma lalu mengungsi ke tempat lain meninggalkan kampung halamannya,” ujar Hesegem dari Dekai, kota Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, Jumat (4/7).
Menurut Hesegem, warga masyarakat Tangma dan Ukha sudah menggelar pertemuan pada Selasa (17/6) dan menyatakan sikap sebagai berikut.
Pertama, warga bersepakat bahwa pasukan TPNPB OPM segera mundur dari Tangma dan Ukha dan tidak melakukan perang lagi di dua distrik tersebut.
Kedua, aparat TNI dan OPM tidak melakukan penyerangan di area masyarakat sipil tetapi menentukan tempat dan perang terbuka di hutan atau di luar Tangma dan Ukha.
Ketiga, kepada aparat TNI diminta tidak melakukan penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil, di luar prosedur dan mekanisme Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
Keempat, warga Tangma dan Ukha mengharapkan kepada aparat TNI dan OPM melakukan tindakan terukur dan profesional. Dengan demikian, tidak terjadi pembunuhan terhadap masyarakat sipil.
Kelima, warga Tangma dan Ukha telah sepakat dan menyampaikan kepada kedua belah pihak —TNI dan OPM— bahwa kedua distrik tersebut tidak dijadikan sebagai zona perang, yang mengakibatkan terjadi pertumpahan darah.
Keenam, warga kedua distrik sangat berharap kepada TNI dan pasukan OPM tidak mengganggu aktivitas masyarakat sipil terutama aktivitas pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
“Kami juga berharap kepada kedua bela pihak yang berkonflik agar tidak melakukan teror dan intimidasi terhadap masyarakat sipil di Distrik Tangma dan Ukha,” kata Hesegem lebih lanjut.
Hesegem juga melayangkan surat kepada Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Rudi Puruwito, SE, MM perihal pemberitahuan pemasangan baliho himbauan menyusul peristiwa penyerangan Pos Koramil dan Mapolsek Kurima, Yahukimo oleh pasukan TPNPB OPM Kodap III Ndugama Darakma tanggal 17 Mei 2025.
Kemudian, peristiwa kontak senjata antara pasukan TNI dan OPM di area Kali Yetni, Minggu (18/5) yang berujung Esa Giban, anggota OPM meregang nyawa akibat terkena peluru. Kemudian kontak tembak di Kampung Aruli, Tangma, pada Minggu (15/6).
“Menyusul terjadinya peristiwa tersebut, kami akan melakukan pemasangan baliho di Distrik Tangma dan Ukha pada hari Sabtu, 5 Juli 2025,” kata Hesegem.
Baliho tersebut berisi hak-hak masyarakat sipil dan larangan yang harus dihormati dalam hukum humaniter internasional di wilayah konflik bersenjata. Hak dan larangan itu antara lain hak atas kehidupan, larangan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.
Kemudian, perlindungan terhadap serangan, hak Atas kebutuhan dasar, perlindungan terhadap pengungsian, hak atas keadilan dan pemulihan, dan perlindungan khusus kelompok rentan.
Selain itu, tidak melakukan penyerangan terhadap warga sipil, hak atas kebebasan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan bergerak dan berpindah, dan hak atas perlindungan hukum. (*)