NABIRE, ODIYAIWUU.com — Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua Tengah, Sabtu (23/8) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Ballroom Kantor Gubernur Provinsi Papua Tengah.
FGD menghadirkan para pembicara yaitu Gubernur Papua Tengah Meki Fritz Nawipa, SH dan Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Dr Laksmi Dewi, M.Pd.
Selain itu, Ketua Himpunan Pengembangan Kurikulum Indonesia Prof Dr Dinn Wahyudin, MA, Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Keuangan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Dr Rudi Susilana, MSi, dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Dr dr Mondastri Korib Sudaryo, MS.Dsc.,
Dalam pemaparannya, Laksmi Dewi mengatakan, pendidikan yang responsif terhadap potensi dan kebutuhan lokal memegang peranan strategis dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna dan memberdayakan.
Menurutnya, muatan lokal (mulok) menjadi ruang penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya, potensi sumber daya, serta tantangan khas daerah ke dalam kurikulum. Pengembangannya harus dilakukan secara sistematis dan kolaboratif.
“Pelaksanaan Focus Group Discussion ini menjadi tahap awal yang krusial sehingga berbagai pihak yang berkepentingan dapat menyumbangkan gagasan, pengalaman, dan telaah ilmiah yang diperlukan untuk membangun kerangka muatan lokal yang kontekstual,” ujar Dewi melalui keterangan tertulis Ketua Panitia FGD Leonardus O Magai dari Nabire, Papua Tengah, Senin (25/8).
Menurutnya, Focus Group Discussion juga berfungsi sebagai media konfirmasi atas kebutuhan riil lapangan sekaligus sebagai penguat arah kebijakan pendidikan daerah. Melalui Focus Group Discussion tersebut juga akan diperoleh masukan strategis.
Masukan tersebut diperlukan dalam menyusun peta jalan (roadmap) pengembangan muatan lokal, baik dari sisi substansi maupun pendekatan implementasinya di satuan pendidikan. Saat ini, ujarnya, Papua Tengah menghadapi situasi epidemi HIV/AIDS yang sangat serius, dengan akumulasi kasus mencapai sekitar 23.188 jiwa hingga Maret 2025.
“Dengan demikian, kami Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia memberikan beberapa poin penting sebagai pernyataan kami setelah melaksanakan FGD pembelajaran mendalam,” kata Dewi lebih lanjut.
Poin-poin dimaksud, kata Dewi, sebagai berikut. Pertama, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran BSKAP Kemendikdasmen menyampaikan materi tentang kebijakan pengembangan muatan lokal, inspirasi, dan langkah-langkah pengembangan serta penerapannya.
Kedua, kegiatan FGD yang berlangsung pada Sabtu (23/8) telah menuntaskan tahapan analisis kebutuhan dan pemetaan substansi dari muatan lokal. Selanjutnya KPA dan tim pengembang kurikulum penanggulangan HIV/AIDS Papua Tengah akan menyusun capaian pembelajaran, perangkat ajar (perencanaan pembelajaran, buku, modul), draf regulasi muatan lokal dimaksud (SK tim pengembang, Pergub/Perda implementasi muatan lokal, dan lain-lain), rencana pelatihan guru, piloting atau perintisan implementasi hingga evaluasi penerapannya.
“Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai tugas dan fungsinya ke depan akan memberikan fasilitasi dalam bentuk layanan konsultasi dan penjaminan mutu pada pengembangan berbagai dokumen terkait muatan lokal dimaksud,” ujar Dewi.
Sementara itu, Leo Magai menjelaskan latar belakang FGD terkait persiapan penyusunan mulok. Pendidikan yang responsif terhadap potensi dan kebutuhan lokal, ujarnya, memegang peranan strategis dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna dan memberdayakan. Muatan lokal menjadi ruang penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya, potensi sumber daya, serta tantangan khas daerah ke dalam kurikulum. Pengembangannya harus dilakukan secara sistematis dan kolaboratif.
“Dalam upaya tersebut pelaksanaan Focus Group Discussion menjadi tahap awal yang krusial melalui forum ini sehingga berbagai pihak yang berkepentingan dapat menyumbangkan gagasan, pengalaman, dan telaah ilmiah yang diperlukan untuk membangunkerangka muatan lokal yang kontekstual. Focus Group Discussion juga berfungsi sebagai media konfirmasi atas kebutuhan riil lapangan sekaligus sebagai penguat arah kebijakan pendidikan daerah,” kata Leo.
Leo menambahkan, Focus Group Discussion juga berfungsi sebagai media konfirmasi atas kebutuhan riil lapangan sekaligus sebagai penguat arah kebijakan pendidikan daerah. Melalui Focus Group Discussion akan diperoleh masukan strategis dalam menyusun peta jalan pengembangan muatan lokal, baik dari sisi substansi maupun pendekatan implementasinya di satuan pendidikan.
“Saat ini Papua Tengah menghadapi situasi epidemi HIV/AIDS yang sangat serius, dengan akumulasi kasus mencapai sekitar 23.188 jiwa hingga Maret 2025. Angka ini menunjukkan pandemi HIV/AIDS telah menyebar luas, termasuk ke wilayah pedalaman, dengan mobilitas penduduk tinggi, rendahnya edukasi dan pemeriksaan HIV/AIDS serta stigma terhadap ODHA yang masih kuat,” katanya.
Realitas menunjukkan, prevalensi HIV/AIDS terutama di kalangan usia produktif dan perempuan masih tinggi, 13.272 kasus antara 1998-2024. Kondisi ini menuntut integrasi isu kesehatan dalam mulok pendidikan melalui diskusi guna mengidentifikasi konten edukatif yang relevan. Misalnya, promosi tes kesehatan, edukasi pencegahan, penurunan stigma, dan pendekatan komunitas sehingga kurikulum mulok menjadi instrumen mitigasi dan pencegahan HIV/AIDS di tingkat lokal,” kata Leo. (*)