WAMENA, ODIYAIWUU.com — Pegiat hak asasi manusia (HAM) Papua menyampaikan apresiasi kepada pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) menyusul langkah penyerahan pilot Susi Air Captain Phillip Mark Mehrtens di Kampung Yuguru, Distrik Maibarok, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, Sabtu (21/9).
TPNPB OPM Komando Daerah Perlawanan (Kodap) III Ndugama Derakma di bawah pimpinan Panglima Brigjen Egianus Kogoya menyerahkan pilot berkebangsaan Selandia itu melalui tokoh Nduga Edison Gwijangge kepada aparat TNI-Polri tanpa ada jaminan dan kesepakatan. Proses penyerahan tersebut berjalan lancar meski aparat menghadapi tantangan yang luar biasa berat selama satu tahun enam bulan.
“Sekalipun medan yang mereka hadapi sangat sulit, sering kali anggota jadi korban namun mereka tetap eksis berjuang agar proses penyerahan captain Mehrtens. Proses penyerahan pilot dari Egianus terjadi berkat komunikasi produktif yang dibangun secara intens dengan kelompok Egianus dan pihak TNI-Polri melalui Edison yang dipercayakan Pemerintah Indonesia sebagai tokoh besar orang Nduga,” ujar pegiat HAM Papua Theo Hesegem kepada Odiyaiwuu.com dari Wamena, kota Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Senin (23/9).
Theo yang juga Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Manusia Papua juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas upaya dan kerja keras TNI-Polri dalam proses penyerahan Mehrtens melalui pendekatan dengan kelompok Egianus. Karena itu, tak butuh waktu lama Mehrtens diserahkan kelompok Egianus Kogeya kepada TNI-Polri melalui Edison sehingga pilot itu bisa bertemu dengan istri dan anak-anak serta keluarganya yang sudah lama menunggu selama satu tahun dan enam bulan.
“Komunikasi dan kerja sama saling menguntungkan dilakukan Egianus Kogeya selaku Panglima Kodap III Ndugama, tokoh Nduga Edison Gwijangge dan TNI-Polri sehingga proses penyerahan pilot tanpa ada kesepakatan, jaminan keamanan bagi warga masyarakat dan pengungsi Nduga,” ujar Theo.
Proses penyerahan pilot Mehrtens oleh kelompok Egianus, ujar Theo, merupakan suatu keberhasilan yang patut diapresiasi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Selandia Baru. Penyerahan tersebut merupakan satu contoh kerja sama yang baik, yang dilakukan Edison, Pemerintah Indonesia khususnya TNI-Polri, Pemerintah Selandia Baru, dan Egianus Kogeya.
“Saya juga meminta kepada Pak Edison Gwijangge terus melakukan pendekatan dengan Panglima Kodap III TPNPB Ndugama Egianus Kogoya untuk menyerahkan diri kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya berharap agar setelah keberhasilan komunikasi menyerahkan Mehrtens, Edison Gwijangge sebagai tokoh orang Nduga terus bekerja untuk memperjuangkan agar Egianus kembali kepada NKRI,” kata Theo.
Menurut Theo, langkah mengajak Egianus dan kelompoknya kembali ke pangkuan RI penting sehingga tidak terjadi lagi konflik bersenjata di Nduga yang berpotensi membuat masyarakat sipil jadi korban lagi. Pengalaman membuktikan, selama ini banyak masyarakat sipil Nduga jadi korban di tanah leluhurnya dan menjadi pengungsi di daerah lain di tanah Papua.
Theo menambahkan, daerah Nduga tentu bisa dianggap aman setelah proses penyerahan Mehrtens. Karena itu, upaya Edison Gwijangge sebagai tokoh Nduga terpercaya segera mengurus dan mengembalikan seluruh pengungsi di 32 distrik ke kampung halamannya masing-masing di Nduga yang selama ini mengungsi di berbagai kabupaten di tanah Papua.
“Saya tahu persis saat ini banyak pengungsi asal Nduga di Wamena mengalami kesulitan dalam hidup sehari-hari saat berada di daerah pengungsian. Para pengungsi asal Nduga itu tidak bebas bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehingga melalui Edison mereka segera dipulangkan ke kampung halamannya masing-masing untuk hidup dengan tenang tanpa rasa takut dan leluasa bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangganya,” kata Theo.
Theo juga menyebut pihaknya belum tahu apa kesepakatan yang dibuat dalam proses penyerahan Mehrtens, termasuk bagaimana jaminan keamanan bagi masyarakat sipil Nduga. Ia khawatir jangan sampai masyarakat sipil jadi korban karena penyerahan yang dilakukan Egianus tanpa jaminan keamanan yang pasti. Sekalipun penyerahan pilot berpijak alasan kemanusiaan namun jangan sampai terjadi potensi konflik susulan.
“Saya lihat sebelumnya Egianus Kogoya memiliki bargaining politik yang kuat terkait penentuan nasib sendiri alias Papua merdeka. Bargaining politik ini sangat lemah lalu bergeser jadi bargaining ekonomi dan bisnis sehingga Egianus kelihatan tidak konsisten terhadap bargaining politik Papua merdeka,” ujar Theo.
Theo mengatakan, pihak keluarga korban kekerasan akibat konflik bersenjata di Nduga mulai kesal terhadap tim Edison Gwijangge dan Egianus Kogoya setelah proses penyerahan Merhtens. Kemarahan keluarga korban di Nduga akibat konflik, lanjutnya, bisa terjadi karena mereka merasa dirugikan akibat banyak yang jadi korban saat operasi Nduga dilakukan dan perang yang dipimpin kelompok Egianus dari Kodap III Ndugama sejak 2018.
“Hal ini dapat terjadi karena mungkin Edison dan Egianus tidak pernah melakukan koordinasi dengan keluarga korban terkait penyerahan pilot. Mungkin saja Egianus merasa punya hak menyerahkan pilot. Penyerahan itupun menjadi pertanyaan apakah atas inisiatif sendiri atau secara organisasi, termasuk kesepakatan dengan keluarga korban,” kata Theo.
Pihaknya juga mengharapkan agar Edison, Egianus, dan Pemerintah Indonesia segera menjelaskan kepada masyarakat Nduga dan keluarga korban apa isi kesepakatan dalam penyerahan Mehrtens.
“Sebagai tokoh orang Nduga, saya berharap Edison segera kendalikan isu buruk yang sedang dibangun di tingkat keluarga korban sehingga tidak terjadi perbedaan pandangan,” ujar Theo. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)