KARUBAGA, ODIYAIWUU.com — Para pemuda Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua mendesak Bupati Lanny Jaya sekaligus Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua (La-Pago) Befa Yigibalom menyampaikan secara terbuka permohonan maaf kepada Lukas Enembe selaku Gubernur dan tokoh masyarakat Papua. Desakan permohonan maaf Yigibalom kepada Gubernur Enembe harus disampaikan melalui media cetak dan elektronik.
“Kami atas nama pemuda Toli bersama seluruh rakyat Tolikara meminta saudara Befa Yigibalom segera menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Lukas Enembe dan Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib lewat media cetak maupun elektronik,” ujar tokoh pemuda Toli Yongki Narekwe melalui keterangan tertulis yang beredar terbatas di grup WhatsApp di Papua dan diperoleh Odiyaiwuu.com dari Karubaga, kota Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (20/5).
Ada sejumlah ancaman pemuda Toli bila Bupati Yigibalom tidak menyatakan secara terbuka dan gentlemen permohonan maaf kepada Gubernur Enembe. Pertama, rakyat Tolikara bakal tidak mendukung Yigibalom jika masuk dalam bursa Pemilihan Gubernur Papua dan bursa Pemilihan Gubernur Calon Provinsi Pengunungan Tengah.
Kedua, semua kader di wilayah La-Pago dan pemimpin politik potensial Papua yang disiapkan Lukas Enembe hingga saat ini dimohon menghargai Enembe selaku Gubernur yang dipilih rakyat melalui pesta demokrasi hingga menunaikan tugasnya di sisa waktu dua tahun ini.
Ketiga, para pemuda Toli bersama seluruh rakyat Tolikara merasa prihatin atas pernyataan Befa Yigibalom yang tidak menggunakan etika berpidato di hadapan publik. Keempat, para pemuda Toli menegaskan kepada Befa Yigibalom bersama tim tidak akan mengijinkan mereka masuk wilayah Tolikara berkaitan dengan kepentingan kegiatan politik lokal calon Gubernur jika belum menyampaikan permohonan maaf.
Bupati Befa Yigibalom usai berlangsung syukuran 10 tahun kepemimpinannya bersama wakilnya sekaligus pelantikan dirinya sebagai Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua di Wamena, kota Kabupaten Jayawijaya Kamis (19/5) mengklaim 90 persen masyarakat wilayah La-Pago menerima daerah otonomi baru.
Menurut Yigibalom, tanggal 19 Mei 2022 merupakan momentum penting dirinya menjelaskan kepada puluhan ribu masyarakat yang hadir saat itu tentang peristiwa dan apa yang akan terjadi di Indonesia terutama di Provinsi Papua dan juga menuju Provinsi Pegunungan Tengah Papua. “Lihat sikap puluhan ribu rakyat tadi, bukan seribu dua ribu yang suka demo-demo. Kalaupun ada yang mau turun puluhan ribu untuk demo penolakan, bisa juga,” kata Yigibalom mengutip kawattimur.id Kamis (19/5).
Menurut Befa Yigibalom, puluhan ribu masyarakat yang hadir di lapangan terbuka di Honailama, tidak mengetahui sebab-akibat persoalan, karena kehadiran mereka di lapangan terbuka sudah siap menerima Provinsi Pegunungan Tengah Papua. Kehadiran puluhan ribu warga masyarakat yang dilihat di lapangan terbuka di Honailama membeikan keyakinan bahwa pada dasarnya 90 persen masyarakat menerima daerah otonom baru Provinsi Pegunungan Tengah Papua.
Pihaknya berharap agar jika pemerintah pusat ingin memberikan daerah otonom baru di Papua La-Pago, silahkan untuk ditetapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun jika Pemerintah Pusat ingin memberikan daerah otonom baru bagi Papua La-Pago, Pemerintah Pusat diharapkan memberikan sepenuh hati. Pemerintah Pusat harus memberikan kewenangan yang penuh sesuai dengan bobot dan harga diri negara.
Menurut Yigibalom hal itu penting mengingat bila Pegunungan Tengah resmi menjadi daerah otonom baru maka menjadi barometer bagi provinsi lainnya, terkhusus di tanah Papua. Regulasi anggaran juga harus diperjelas pemerintah pusat. Dana aparaturnya harus jelas mendekati Rp 1 triliun, dana infrastruktur harus Rp 1,5 triliun, dan dana ekonomi serta kesehatan harus Rp 1 triliun sehingga alokasi dana untuk Provinsi Pegunungan Tengah harus Rp 5 triliun.
Masyarakat Papua, ujar Yigibalom, paham bahasa di pusat bahwa anggaran itu untuk mempercepat dan mensejahterakan rakyat. Selama ini, tabir kelam antara kelompok mendukung dan menolak daerah otonom baru sudah jadi jelas sehingga dapat dikatakan masyarakat di Pegunungan Tengah menerima Provinsi Pegunungan Tengah Papua. Masyarakat di Jayawijaya dan Pegunungan Tengah menginginkan dan siap menerima perubahan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
“Yang berikut, mereka yang ada di Provinsi Papua, Pak Gubernur dan jajarannya, Pak MRP DPRP, kamu pakai nama siapa menolak pemekaran provinsi, rakyat besar tadi sudah lihat. Masyarakat di La-Pago sudah mengerti sehingga 90 persen mendukung daerah otonom baru,” ungkap Yigibalom.
Saat diminta konfirmasi media ini melalui pesan singkat WhatsApp terkait statemen di atas dan reaksi pemuda Toli, Bupati Yigibalom belum merespon hingga berita ini diturunkan. Sedangkan Gubernur Papua Lukas Enembe dalam catatan media ini dikenal seorang pemimpin yang bersahaja dan pendobrak banyak hal yang kurang menguntungkan bagi masyarakat dan tanah Papua. Enembe dikenal sebagai representasi kehadiran anak muda pegunungan di kancah politik lokal di tanah Papua.
Relasi yang dimiliki baik di tingkat lokal hingga nasional membuat Enembe tak sekadar seorang pemimpin yang diterima semua elemen di Bumi Cenderawasih. Lebih dari itu, Enembe adalah anak koteka, yang sangat dihormati. Ia piawai menjadi juru damai tatkala konflik terjadi di wilayahnya. Lukas Enembe menunjukkan diri sebagai kepala suku besar pembawa damai bagi seluruh masyarakat adat di Papua, baik di pantai hingga gunung.
“Kalau ada soal atau konflik maka sekali saja Pace Lukas buang suara (bicara) orang akan dengar dan berdamai sebagai saudara dari honai yang sama. Sebagai anak adat, Lukas punya kemampuan menyatukan semua pihak yang berkonflik di Papua,” kata Diaz Gwijangge, anggota DPR RI periode 2009-2014 dan putra asli Nduga kelahiran Mapnduma. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)