NABIRE, ODIYAIWUU.com — Tokoh muda Papua Tengah Yakobus Dumupa, SIP, MIP, Minggu (12/5) meluncurkan buku karyanya berjudul Jokowi Punya Uang: Politik Pembangunan Kampung di Kabupaten Dogiyai, Papua, bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-42 tahun 2024.
Yakobus, mantan Bupati Kabupaten Dogiyai mengatakan, dalam buku ini ia menguraikan sejumlah faktor yang berdampak pada kegagalan pembangunan masyarakat kampung. Saat menempuh studi pada Program Pascasarjana di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta, Yakobus tertarik untuk memahami mengapa dana kampung sepertinya tidak membawa dampak sebesar yang diharapkan.
“Sebaliknya, di sejumlah kampung dana itu membawa masalah. Orang baku konflik karena berebut jabatan kepala kampung. Mereka tinggal harap-harap dana kampung cair. Karena program dana kampung itu baru ada di masa Presiden Jokowi, mereka pikir uang itu dana pribadi Pak Jokowi. Karena itu mereka boleh gunakan semaunya,” ujar Yakobus Dumupa kepada Odiyaiwuu.com dari Nabire, kota Provinsi Papua Tengah, Minggu (12/5).
Keluhan-keluhan warga tentang dana kampung itu menarik perhatian Yakobus, anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2011-2016. Dengan bimbingan Dr Sutoro Eko, salah seorang ahli pedesaan di balik kelahiran Undang-Undang Desa, Yakobus melakukan penelitian untuk tesis S2 yang ia selesaikan tahun 2021.
“Penelitian saya menemukan beberapa hal yang menarik. Pertama, dana kampung itu datang bukan uang saja. Ada aturan-aturan, ketentuan administrasi, yang intinya adalah pembatasan-pembatasan yang dikehendaki oleh negara,” ujar Yakobus, mahasiswa Program Doktor (S3) Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura.
Kedua, adanya pembatasan-pembatasan itu mencerminkan juga paksaan. Pemerintah kampung harus buat ini, buat itu bahkan tidak boleh ini dan itu. Maka, dana kampung ini datang sekaligus untuk melemahkan kedaulatan rakyat kampung.
“Kampung-kampung ini dipaksa menjadi pemerintahan modern. Tidak semua kampung sudah dalam posisi ke sana,” kata Yakobus lebih lanjut.
Sementara Sutoro Eko dalam pengantar untuk buku ini menuliskan catatan yang tegas. “Kecintaan populisme pada uang, pembangunan teknokratis yang memberhalakan uang, hukum yang mengatur uang secara ketat, dan administrasi birokratis, bersatu padu membentuk apa yang saya sebut sebagai kuasa uang (rule of money).
Ia bukan kuasa hukum (rule of law) yang membentuk negara, menjaga republik, dan menghadirkan kewargaan melainkan uang sebagai kuasa yang membuat siapapun menghamba pada uang.
Akibatnya, pemerintahan republik dan tujuan pembangunan mengalami kegagalan kontradiktif, antara niat baik dan dengan hasil gagal dan dampak buruk. Ketika gagal, maka rezim pembangunan, teknokrasi dan administrasi tidak akan mengakui kekeliruan bagaimana cara mengatur uang, melainkan mencari kambing hitam kepada siapa yang menggunakan uang. Mereka dengan mudah dan pongah mengatakan bahwa korupsi adalah penyebab kegagalan program pembangunan.
Yakobus Dumupa menunjukkan melalui penelitiannya bahwa kegagalan pembangunan merupakan gabungan dari banyak faktor. “Saya menemukan kegagalan itu disebabkan oleh banyak hal. Tidak ada satu pihak yang harus menjadi kambing hitam atau dikorbankan. Saya berharap buku ini bisa menjadi bahan diskusi bersama masyarakat untuk membawa perubahan di kampung-kampung kita,” ujar Yakobus. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)