JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Sejumlah komponen masyarakat Papua yang tergabung dalam Solidaritas Tanpa Batas Papua (STBP), Rabu (26/4) mulai pukul 14:00 hingga 20:23 WIT menggelar mimbar bebas mengenang 39 tahun berpulangnya Arnold Clemens Ap atau Arnold Ap, antropolog Universitas Cenderawasih (Uncen) dan musisi legendaris Papua.
Peserta mimbar datangg dari berbagai komponen seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) kelompok Cipayung, perwakilan asrama-asrama mahasiswa dari berbagai kabupaten/kota yang sedang studi di Jayapura, dan perwakilan tujuh wilayat adat di tanah Papua.
Selain mimbar bebas, para peserta juga membakar lilin di depan Museum Uncen, Abepura mengenang Almarhum Arnold Ap. Arnold meregang nyawa pada 26 April 1984. Mimbar bebas tersebut diisi dengan orasi, membaca puisi, menyanyi hingga testimoni tentang sejarah perjalanan Arnold Ap, antropolog dan pendiri serta pentolan grup musik Mambesak itu bersama rekan-rekan Almarhum semasa hidup.
“Arnold Ap, pendiri grup Mambesak dan kreator Museum Uncen ini dibunuh oleh Komando Pasukan Sendi Yuhda atau Kopasanda di Pantai Base G, Pasir 6 Jayapura,” kata Samuel Womsiwor, tokoh politik Papua dalam testimoninya mengenang Almarhum Arnold.
Samuel mengatakan, Arnold Ap adalah tokoh yang mampu mempersatukan orang Papua dari gunung, lembah hingga pantai. Kehadiran para peserta mimbar bebas dari berbagai macam suku di Papua guna mengenang 36 berpulangnya Arnold Ap menunjukkan bahwa Arnold bukan hanya milik orang Biak atau orang Papua pesisir. Namun, Arnold adalah milik seluruh rakyat Papua.
Ketua STPB Manu Yohame dalam orasinya mengatakan, lagu-lagu grup musik Mambesak ciptaan Arnold Ap dan kawan-kawannya mampu memberikan edukasi tentang situasi sosial, budaya, politik di tanah air.
“Meski demikian, berbagai karya musisi Mambesak dianggap merongrong negara hingga akhirnya nyawa Arnold Ap jadi taruhan setelah tubuhnya ditemukan terbujur kaku di Pantai Base-G Jayapura. Arnol mengajarkan kita bahwa berjuang untuk pembebasan tidak hanya lewat aksi demo, tetapi juga melalui musik sebagai media universal,” katanya.
Para peserta juga menutup mimbar bebas dengan melakukan aksi bakar lilin simbol duka nasional atas kematian seluruh tokoh pejuang pembebasan nasional Papua Barat. Setelah itu perwakilan peserta membacakan pernyataan sikap menyikapi proses kematian antropolog dan musisi Arnold Ap.
Adapun pernyataan sikap sebagai berikut. Pertama, mendesak aparat negara agar segera mengungkap dan mengadili pelaku pembunuhan antropolog dan legenda musik Arnold Ap.
Kedua, mendesak Komnas HAM dan Dewan Gereja Papua segera membentuk tim investigasi terkait persoalan 53.487 warga sipil yang mengungsi dan 311 lainnya yang meninggal akibat konflik di Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybarat, Puncak Jaya, Yahukimo, dan Kepulauan Yapen serta berbagai wilayah di tanah Papua.
Ketiga, mendesak negara segera mencabut surat izin eksploitasi pertambangan khusus di wilayah Blok A di Kabupaten Mimika, Blok B di Intan Jaya, Blok C di Pegunungan Bintang, dan Blok D di Yahukimo.
Selain itu, meminta negara segera menghentikan perjanjian kerjasama investasi di bidang perkebunan sawit, food state di Merauke dan Yahukimo, ilegal loging di Maybrat serta kasus illegal mining dan fishing, Bandara Antariksa di Biak yang merupakan biang krisis kemanusian di tanah Papua selama ini.
Keempat, mendesak negara segera menarik sebanyak 50.918 personil baik TNI maupun Polri yang dikirim dari Jakarta ke Papua. Kelima, mendesak negara segera membuka akses bagi para wartawan asing untuk masuk ke Papua guna melakukan investigasi terkait berbagai persoalan pelanggaran HAM.
Keenam, menuntut negara segera mengadili pelaku penembakan terhadap 26 warga sipil di Wamena yang berujung 9 orang meninggal dalam peristiwa yang terjadi pada 24 Februari 2023. (Alpius Uropmabin, Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)