Oleh Dr Ir Agus Sumule
Dosen Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat
PEMUNGUTAN suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 baru saja berlangsung Rabu (27/11) kemarin. Media nasional tidak saja ramai memberitakan proses, tetapi juga hasil dari kontestasi pilkada.
Belum semua angka perolehan setiap paslon di berbagai tempat pemungutan suara (TPS) selesai ditabulasi di tingkat atasnya, tetapi di mana-mana sudah ada berita tentang siapa yang hampir pasti atau bahkan sudah pasti memenangkan pilkada di setiap daerah.
Bagaimana bisa? Ya, karena ada yang namanya quick count atau hitung cepat. Quick count adalah metode yang lazim digunakan oleh para pollster untuk memperkirakan siapa yang memenangkan pilkada dari sejumlah TPS yang sudah menyelesaikan perhitungannya.
Tetapi, keakuratan hasil quick count itu sangat tergantung pada faktor-faktor berikut. Pertama, apakah TPS-TPS itu dipilih secara acak dan benar-benar mencerminkan karakteristik sosial-ekonomi para pemilih secara keseluruhan? Kedua, apakah quick count itu dilakukan oleh lembaga yang berpengalaman melakukan polling yang terdiri dari para ahli ilmu statistika?
Artinya, kalau laporan-laporan yang kita baca tentang kemenangan paslon tertentu di wilayah Papua didasarkan pada kedua ciri di atas, maka bolehlah kita percaya hasilnya.
Tentu dengan tetap ingat bahwa hasil resmi adalah hasil yang nanti diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pilkada. Tetapi kalau angka-angka yang kita baca itu tidak jelas sumbernya, kita cukup senyum-senyum saja.
Contoh soal
Sekadar mengingatkan, pada tanggal 20 September 2012, Gubernur petahana DKI Jakarta, Fauzi ‘Foke’ Bowo menelepon pasangan Jokowi-Ahok ketika hasil quick count sudah mencapai 90 persen dan menunjukkan bahwa beliau kalah.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh detik.com, Pak Foke mengatakan, “…quick count adalah metode ilmiah yang patut kita respect. Oleh karena itu, hasil quick count ini kami respect dengan baik. Jadi dari berbagai quick count, pasangan kami berdua adalah pasangan yang tertinggal.” Walaupun Pak Foke kalah, beliau terus berkarya dengan menjadi Duta Besar Indonesia di Jerman (2013-2018).
Di waktu mendatang, Papua harus memiliki lebih banyak ahli ilmu statistika dan ilmu politik untuk ikut serta memprediksi hasil dari berbagai perhelatan yang melibatkan rakyat seperti pilpres, pileg, maupun pilkada. Prediksi itu bisa dibuat sebelum pemilu dilakukan atau segera sesudah pemilu dilaksanakan.
Apa manfaatnya bagi rakyat untuk tahu? Pertama, kalau survei atau polling dilakukan sebelum Pemilu dilakukan, maka hasilnya bisa membantu para calon pemilih untuk tahu kualitas dari setiap orang yang mencalonkan diri atau dicalonkan. Informasi seperti itu akan menolong mereka di dalam mencari lebih banyak info tentang masing-masing kandidat.
Kedua, kalau survei atau polling dilakukan segera maka hasil quick count bisa menjadi alat untuk mengontrol oknum-oknum penyelenggara Pemilu yang bisa saja berniat tidak jujur dengan cara menggeser-geser perolehan suara.
Seperti kata Pak Foke, quick count itu metode ilmiah jadi bisa digunakan untuk mempersoalkan hasil yang menyimpang jauh dari yang seharusnya.