Oleh Paskalis Kossay
Mantan anggota DPR RI dan politisi senior Papua
DARI mana sumber api yang memanaskan eskalasi politik nasional? Muasalnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi KPK), Jalan Kuningan Persada, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (20/2).
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri langsung mengeluarkan instruksi harian guna menunda perjalanan para kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDI Perjuangan untuk mengikuti retret pembekalan kepala daerah seluruh Indonesia di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah yang berlangsung mulai Jumat-Jumat (21-28/2).
Instruksi Mega, pucuk pimpinan PDIP, partai berlambang banteng moncong putih selengkapnya sebagai berikut. Mencermati dinamika politik nasional hari ini, Kamis 20 Februari 2025, khususnya setelah terjadi kriminalisasi hukum terhadap Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Bapak Hasto Kristiyanto di Komisi Pemberantasan Korupsi RI.
Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah PDI Perjuangans, sebagai berikut. Pertama, kepala daerah dan wakil kepala daerah (dari PDIP) untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025.
Kedua, sekiranya telah dalam perjalanan menuju kota Magelang untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum. Ketiga, tetap berada dalam komunikasi aktif dan standby commander call. Demikian instruksi ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Pemimpin pilihan rakyat
Begitulah kurang lebih bunyi instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kepada kepala daerah kader PDI Perjuangan. Muncul pertanyaan besar. Apa hubungannya kasus hukum seorang Hasto Kristiyanto dengan posisi dan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah?
Secara politik demokrasi, para kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut telah dipilih oleh rakyat sebagai pemimpin di daerahnya masing-masing. Mereka adalah pilihan rakyat.
Setelah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada Kamis (20/2), status dan posisi mereka bagian dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Mereka ke Magelang dalam kapasitas kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dengan demikian instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati cacat hukum dan melanggar etika pemerintahan. Instruksi tersebut sama dengan menyandera agenda pemerintahan yang sebenarnya bukan kewenangan Mega sebagai ketua umum partai politik (parpol).
Alasan dikait-kaitkan dengan kasus hukum yang dihadapi Hasto Kristiyanto adalah di luar urusan pemerintahan. Kasus hukum harus dihadapi secara individu dan pertanggung jawabkan pun secara pribadi di depan hukum. Setiap orang tunduk pada hukum (equality before the law), tidak menggeret status politik atau sosial dan lain sebagainya.
Kelihatan ada kepanikan yang luar biasa dihadapi Mega setelah Hasto Kristiyanto ditahan oleh penyidik komisi antirasuah itu. Terbukti, semua tindakan politik yang diambil terburu-buru.
Bukan kewenangan seorang ketua umum partai politik, ternyata instruksi penundaan perjalanan kepala daerah dan wakil kepala daerah PDI Perjuangan itu meluncur dari markas PDI Perjuangan.
Muncul pertanyaan: apa gerangan sebenarnya di balik kepanikan Mega lantas membuat blunder politik yang cukup memanasi dinamika pentas politik nasional? Pro-kontra atas langkah KPK menahan Hasto mencuat ke tengah publik dan menjadi bahan diskusi. Mulai dari Jakarta hingga kampung-kampung.
Sebagai seorang tokoh bangsa dan Presiden ke-5 Republik Indonesia, mestinya Mega menahan diri, mengelola kasus hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan ini dengan kepala dingin. Ia juga mesti melihat secara proporsional dan membedakan mana urusan privat partai politik dengan urusan publik pemerintahan di sisi lain.