Oleh Pendeta Dr Socratez Yoman, MA
Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua
KEEMPAT, semua tempat di manapun termasuk di Papua juga aman-aman saja. Jokowi merasa aman karena dikawal dan dijaga ketat pengawal presiden dan pengawasan tertutup dan terbuka dari seluruh kekuatan militer Indonesia. Di Nduga, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Yahukimo, dan Maybrat terdapat 67.000 jiwa pengungsi yang hidup tidak nyaman.
Umumnya, rakyat dan bangsa Papua Barat tidak merasa aman di atas tanah leluhur mereka karena wajah kekerasan negara berjalan telanjang di tanah Papua Barat mulai dari Sorong hingga Merauke. Salah dan keliru kalau ukuran aman dilihat dari posisi kenyamanan Jokowi. Sesungguhnya rakyat dan bangsa Papua Barat tidak nyaman. Itu terbukti saat Jokowi datang ke Papua Barat yang ke-17 kali, tidak ada jemputan yang meriah seperti di luar Papua.
Kelima, kita karnaval juga aman. Akar konflik Papua Barat yang menahun dan kronis tidak ada kaitan dengan karnaval. 99 persen akar konflik yang membusuk dan bernanah di dalam tubuh bangsa Indonesia tidak diplester atau disembunyikan dengan kegiatan hiburan yang tidak ada manfaat langsung bagi orang asli Papua.
Apa relasi apa 99 persen akar konflik Papua Barat dengan kegiatan karnaval? Kegiatan karnaval pasti aman karena di dalam kota dan dijaga ketat dari aparat keamanan. Jadi, ukuran aman dalam pengertian dari perspektif apa? Karnaval pasti aman karena dihadiri oleh Presiden.
Keenam, kita di sini juga gak ada masalah, ya kan? Pasti, di mana ada presiden, di situ pasti aman dan tidak ada masalah. Memang rasanya lucu pernyataan seorang kepala negara. (Maaf, pernyataan seperti “kanak-kanak”). Ketujuh, kita makan malam di restoran juga gak ada masalah. Pasti, rumah makan atau restoran tempat makan presiden dengan rombangan nyaman atau aman. Tidak mungkin orang datang mengganggu saat presiden dan rombongan sedang makan.
Ukuran aman yang dipakai Jokowi tidak diterima akal sehat. Karena, rasa aman di rumah makan dan eestoran dijadikan barometer atau ukuran rasa aman di seluruh tanah Papua Barat dari Sorong sampai Merauke. Di rumah makan dan restoran memang tidak ada masalah.
Karena presiden dengan rombongan sedang makan. Bahkan setiap rumah makan dan restotan pasti dan selalu nyaman untuk para pelanggan menikmati makan siang, sore atau malam. Pemilik Rumah Makan dan Restauran selalu menjaga kualitas pelayanan yang terbaik untuk pelanggan.
Kedelapan, jangan dikesankan justru yang dibesar-besarkan yang negatif-negatif. Publik tahu, banyak korban dari anak bangsa terjadi di hutan belantara di tanah Papua Barat. Kalau penguasa melihat masalah konflik 99 persen di Papua Barat, maka korban anggota TNI-Polri berpangkat kecil atau rendah yang selalu ditempatkan di garis depan, selalu pulang ke keluarga di kampung halaman mereka bermodal nama.
Ada beberapa catatan korban dari anggota TNI sebagai berikut. Peristiwa penembakan yang menyebabkan Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha meninggal pada 25 April 2020 di Beoga, Kabupaten Puncak. Hingga kini, kasus itu masih misterius siapa penembak sang jenderal itu. Negara menuduh pelakunya ialah anggota TPNPB.
Ada juga penembakan terhadap tenaga Kesehatan, Suster Gabriella Meilan (22) di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang pada 13 September 2021 dan anggota TNI Prada Beryl Kholif Al Rahman pada 29 Juni 2022 yang mengakibatkan keduanya meregang nyawa. Ada empat anggota TNI tewas di Aifat, Distrik Kisor, Maybrat pada 2 September 2021. Mereka adalah Komandan Pos Koramil Kisor Lettu (Inf) Dirman, Serda Ambrosius Yudiman, Praka Muhammad Dirhamsyah, dan Pratu Zul Ansari Anwar.
Pada 14-15 April 2023 di Distrik Bugi, Nduga, ada empat anggota TNI tewas ditembak anggota TPNPB. Mereka adalah Pratu Miftahul Arifin (Yonif R 321/GT/13/1 Kostrad), Pratu Ibrahim (Yonif R 321/GT/13/1 Kostrad), Pratu Kurniawan (Yonif R 321/GT/13/1 Kostrad), dan Prada Sukra (Yonif R 321/GT/13/1 Kostrad). Keempat prajurit ini berasal dari Satgas Batalion Infanteri (Yonif) Raider 321/Galuh Taruna Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.
Ada juga penembakan terjadi di Dekai, Yahukimo, pada 13 Maret 2023. Komandan Kodim 1715/ Yahukimo Letkol Inf JV Tethool menjadi satu dari lima anggota yang tewas. Akibat penembakan ini ada 4 prajurit TNI tertembak. Salah satunya yakni Pratu Lukas Worambai tewas dan tiga lainnya yakni Sertu Roby, Pratu Niko, dan Pratu Jakonias terluka.
Apakah Presiden tetap memelihara 99 persen konflik Papua dengan pernyataan-pernyataan yang menggampangkan akar konflik yang menahun dan kronis dan sudah menjadi luka membusuk dan bernanah di dalam tubuh bangsa Indonesia?
Kesembilan, itu merugikan Papua sendiri. Dosa politik kesembilan ini ialah siapa yang merugikan penduduk orang asli Papua atau rakyat dan bangsa Papua Barat? Pemerintah Indonesia, Belanda, Amerika Serikat, PBB telah merugikan dan mengorbankan rakyat dan bangsa Papua Barat dengan konspirasi politik kepentingan kapitalisme, hegemoni kolonialisme, dan imperialisme melalui Perjanjian New York 15 Agustus 1962 dan Pepera 1969.
Pemerintah Indonesia merugikan dan menghancurkan penduduk orang asli Papua atau rakyat dan bangsa Papua Barat dengan gagal melaksanakan UU Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001. Otsus sebagai solusi politik yang berprospek damai, menjadi malapetaka bagi bagi orang asli Papua karena tidak ada perlindungan (protection), pengakuan (recognition), keberpihakan (affirmative action), dan pemberdayaan (empowering).
Penulis merenungkan, mencermati, menganalisa, dan mengamati serta menilai, DOB boneka Indonesia ini sangat kejam dan paling berbahaya dan merugikan bagi penduduk orang asli Papua. Pengamatan penulis tentang DOB boneka Indonesia ini tergambarkan sebagai berikut. Pertama, DOB boneka Indonesia seperti ular piton besar sedang kelaparan yang siap menelan penduduk orang asli Papua.
Kedua, DOB boneka Indonesia seperti harimau-harimau liar, ganas, dan jahat sedang kelaparan yang siap menerkam penduduk orang asli Papua. Ketiga, DOB boneka Indonesia seperti buaya-buaya darat yang sangat liar sedang kelaparan untuk menelan penduduk orang asli Papua. Keempat, DOB boneka Indonesia seperti singa-singa jahat dan kejam sedang kelaparan untuk menerkam penduduk orang asli Papua.
Kelima, DOB boneka Indonesia seperti macan tutul yang ganas sedang kelaparan menerkam penduduk orang asli Papua. Keenam, DOB boneka Indonesia seperti musibah bencana besar yang menimpa penduduk orang asli Papua. Ketujuh, DOB boneka Indonesia seperti ranjau yang ditanam dan sewaktu-waktu meledak dan menghancurkan penduduk orang asli Papua.
Kedelapan, DOB boneka Indonesia seperti anjing kurap yang tidak pernah puas dengan apa yang dimakannya dan selalu merampok hak teman-temannya. Hukum diskriminasi rasial yang mengkriminalkan dan dipolitisasi para pemimpin hebat dan berani yang berpihak kepada penduduk orang asli Papua juga adalah kerugian dan kehancuran besar yang dilakukan penguasa selama ini yang merugikan penduduk orang asli Papua. (bagian dua, terakhir)