JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Pohukam) Republik Indonesia, Prof Dr Mahfud Md mengatakan, keputusan untuk membentuk daerah otonom baru alias DOB Papua berasal dari aspirasi yang berkembang di masyarakat. Ide pemekaran pun diawali dengan kedatangan 61 orang Papua yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Negara pada September 2019.
“Ada beberapa aspirasi pemekaran di Papua dan Papua Barat, antara lain Provinsi Papua Tabi Saireri, Pegunungan Tengah, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Barat, dan Papua Barat Daya,” ujar Menko Polhukam Mahfud Md saat webinar bertajuk Pemekaran DOB di Papua: Solusi atau Sumber Masalah Baru? yang diselenggarakan Departemen Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik di Jakarta, Selasa, (22/2) sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (23/2).
Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia itu lebih jauh mengatakan, realitas Papua tertinggal, tidak pernah dibangun oleh Indonesia sehingga mendatangkan konflik, kecemburuan sosial, dan banyak persoalan lainnya. Di satu sisi masyarakat Papua ingin sejahtera lewat pemekaran wilayah tetapi di sisi lain persoalan keamanan dan pemerataan lewat pelayanan publik belum terjangkau.
Merujuk Kompas.com, Rabu (11/9 2019), tokoh asal Papua sekaligus Ketua DPRD Kota Jayapura Abesai Rollo menyampaikan sembilan tuntutan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/9 2019). Tuntutan itu disampaikan Abesai di hadapan 61 tokoh Papua yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, agama, pemuda, dan akademisi.
Sembilan tuntutan itu sebagai berikut. Pertama, pembentukan 5 wilayah adat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Kedua, pembentukan Badan Nasional Urusan Tanah Papua. Ketiga, penempatan pejabat-pejabat eselon I dan II di Kementerian dan LPNK. Keempat, pembangunan asrama nusantara di seluruh kota studi dan menjamin keamanan mahasiswa Papua.
Kelima, usulan revisi Undang-Undang Otsus (Otonomi Khusus) dalam Prolegnas 2020. Keenam, menerbitkan Inpres untuk pengangkatan SDM honorer di tanah Papua. Ketujuh, percepatan Palapa Ring Timur Papua. Kedelapan, Presiden mengesahkan Lembaga Adat Perempuan dan Anak Papua. Kesembilan, membangun Istana Presiden Republik Indonesia di Ibukota Provinsi Papua, Jayapura.
Kerja nyata
Ketua Departemen Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik Melkior Sitokdana mengatakan, persoalan Papua itu adalah persoalan kerja nyata. Oleh karena itu perlu fokus kepada kegiatan pembangunan kesejahteraan bagi masyarakat. Fokus pada pembangunan secara nyata, bukan narasi ataupun slogan politik.
Sitokdana setuju bahwa sebelum pembentukan DOB di Papua hal yang perlu mendapat perhatian adalah kondisi geografis, luas daerah Papua, daerah pantai, daerah pegunungan, keterisolasian daerah, kondisi demografi, jumlah penduduk, penyebaran penduduk tidak merata, serta kondisi sosial budaya masyarakat.
“Spirit pemekaran Papua adalah spirit keadilan dan pemerataan, bukan spirit berlandaskan kepentingan politik atau elit politik di pusat. Perlu mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat Papua sendiri,” ujarnya.
Sedangkan Pastor Hans Jeharut Pr dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menegaskan, hingga saat ini KWI tidak mengeluarkan keterangan resmi terkait DOB tetapi otonomi masing-masing daerah harus dihormati. Secara umum, KWI mencatat di Provinsi Papua ada sekitar 765 jiwa umat Katolik atau hampir 16 persen dari total populasi. Sedangkan di Papua Barat ada 88 ribu jiwa dengan presentasi 7.7 persen dari total penduduk.
Karena itu, prinsip utama dalam pemekaran adalah keselamatan rakyat, salus populi supreme lex yakni keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. “Terkait DOB ini untuk siapa? Yang harus tampil sebagai pemangku kepentingan adalah masyarakat Papua, bukan kepentingan pemerintah pusat, partai politik dan pemilik modal,” ujar Pastor Hans, imam diosesan Keuskupan Pangkalpinang.
Pastor Hans menyebut, persoalan ini butuh evaluasi menyeluruh terkait pendekatan yang ada di Papua. KWI menganjurkan agar DOB ini lahir dari dialog yang tulus antara semua pihak agar potensi kekerasan dihindari demi masyarakat Papua yang sejahtera.
Sementara itu Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik Stefanus Gusma mengatakan, rencana pemekaran enam daerah administrasi di tanah Papua tentu harus berdampak dan dirasakan langsung oleh masyarakat Papua. Pasti ada pro dan kontra rencana DOB ini dengan rasionalisasi masing-masing, baik dari segi latar belakang, emosional, politik dan budaya. Karena itu, Gusma mengingatkan, jangan sampai DOB ini hanya kepentingan elit di Jakarta.
“Perlu mencari benang merah mengapa sampai saat ini masih ada persoalan dengan perspektif keadilan dan pemerataan. Pemuda Katolik akan membangun sinergitas dengan pemerintah untuk menjawab persoalan keadilan dan pemerataan,” ujar Gusma saat membuka webinar.
Menurutnya, Pemuda Katolik juga akan aktif menyerap aspirasi dan gagasan dari struktur dan kader yang ada di tanah Papua. Keterlibatan mereka sangat dibutuhkan untuk belanja aspirasi dan belanja masalah. Kemudian secara pararel akan dijalankan juga program-program pemberdayaan kader dengan memaksimalkan seluruh potensi kader Pemuda Katolik yang ada di sana. Tidak boleh politis! Ini kerja kolaborasi dengan optimisme tinggi.
Sedikitnya, 120 peserta kader Pemuda Katolik dari berbagai wilayah terlibat dalam webinar ini. Diskusi hangat yang dibangun lewat kritik dan saran mewarnai suasana diskusi. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)