JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menolak tawaran mengelola tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan di Indonesia.
Salah satu alasannya, organisasi yang mewakili Gereja Kristen Protestan itu mengklaim mendapat masukan dari masyarakat adat agar tidak terlibat dalam industri ekstraktif pertambangan.
Ketua Umum PGI Pendeta Jacklevyn Fritz Manuputty atau Jacky mengatakan, selama ini organisasinya kerap mengadvokasi masyarakat adat yang terkena dampak buruk di sekitar wilayah tambang.
“Kami menerima banyak sekali masukan dari masyarakat adat ketika tawaran (mengelola tambang) itu diberikan, untuk mengingatkan jangan terima,” kata Jacky mengutip Tempo.co di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/1).
Menyikapi masukan tersebut, ujar Jacky, PGI tak ingin kehilangan sandaran moral untuk tetap terlibat dalam upaya mengadvokasi hak-hak masyarakat adat. “Rasanya secara moral kami akan melawan diri kami sendiri kalau kami tiba-tiba terima,” katanya.
Menurut Jacky, PGI akan menghadapi dilema jika menerima tawaran dari pemerintah untuk mengelola tambang. Sebab, tindakan tersebut bakal berlawanan dengan sikap kritis yang ingin mereka jaga untuk isu keadilan lingkungan.
Jacky menyebut PGI juga telah melakukan kajian terhadap tawaran mengelola tambang. Kajian itu menjadi dasar PGI menolak mengambil izin tambang dari pemerintah.
Kajian tersebut, kata Jacky, menunjukkan bahwa PGI sebagai ormas keagamaan tidak memiliki kapasitas untuk mengelola tambang. “Risikonya besar, itu yang disampaikan oleh teman-teman yang mengkaji,” ujar Jacky.
Jacky mengatakan sikap menolak pengelolaan tambang juga sejalan dengan pendirian Dewan Gereja-gereja Sedunia. “Yang selama ini menyuarakan sikap kritis terhadap keadilan ekologi dan deforestasi,” katanya.
Meski begitu, Jacky mengapresiasi tawaran dari pemerintah agar ormas keagamaan bisa mengelola tambang. PGI, katanya, menganggap tawaran tersebut sebagai bentuk niat baik pemerintah. “Tetapi kami menolak,” ujar Jacky.
Pada 20 Januari 2025 lalu, Badan Legislasi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi usul inisiatif DPR.
Dalam draf terakhir, revisi UU Minerba disisipkan Pasal 51A yang menyebutkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam atau batu bara dapat diberikan kepada organisasi masyarakat keagamaan, koperasi hingga perguruan tinggi. (*)