Penyandang Disabilitas di Merauke Jual Gorengan Membangun Kapel

Penyandang Disabilitas di Merauke Jual Gorengan Membangun Kapel

Pengelola dan penghuni Panti Asuhan Santo Vincentius Merauke kini bahu-membahu membeli ubi dan pisang untuk digoreng lalu dijual untuk membeli 100 kursi yang akan digunakan di Kapela Paul Janssen. Foto: Istimewa

Loading

MERAUKE, ODIYAIWUU.com — Pengelola dan penghuni Panti Asuhan Santo Vincentius, Merauke, Papua mulai lega. Sejak Maret 2022 lalu, para penghuni yang kebanyakan adalah anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), bahu-membahu bersama pengelola panti berusaha mencari dana untuk merampungkan fisik Kapela Paul Janssen, Paroki Sang Penebus, Kampung Baru, Keuskupan Agung Merauke.

“Kami para suster dan dua pegawai membeli ubi dan pisang. Anak-anak panti bantu kupas lalu kami goreng. Saya dan Sr Beatrix Nona Noi, ALMA keluar masuk toko menawarkan gorengan untuk mereka beli. Puji Tuhan, kami semua bisa merampungkan kapel. Saat ini, kami masih berusaha menjual gorengan lagi untuk bisa beli 100 kursi untuk doa,” ujar Ketua Panitia Renovasi Kapela Paul Janssen Sr Florensia Nebo Hokeng, ALMA kepada Odiyaiwuu.com dari Merauke, Papua, Jumat (12/8).

Menurut Suster Rensi, sapaan akrabnya, awalnya Kapela Paul Janssen didirikan Institut Sekulir ALMA untuk doa bagi pengelola dan para penghuni sebelum dan sesudah menunaikan aktivitasnya.  Namun, seiring waktu berjalan, banyak umat juga menyempatkan diri berdoa sehingga panitia memutuskan melebarkan sayap kiri dan kanan kapel.

“Kami berterima kasih kepada Bapak Romanus, Bupati Merauke. Beliau bantu panitia Rp. 50 juta untuk merenovasi kapel. Setelah bangunannya rampung, kami lagi rame-rame goreng ubi dan pisang agar jual ke pemilik toko atau warga yang berbaik hati. Kami berdoa dan berusaha agar bisa beli 100 buah kursi. Kalau umat datang ikut doa, dorang berdiri di luar,” ujar Sr Rensi, biarawati asal Lewotobi, Kabupaten Flores Timur, NTT.

Biarawati yang juga Penanggung Jawab Panti Asuhan Santo Vincentius ini mengisahkan sekilas kehadiran panti yang dipimpinnya. Menurutnya, panti asuhan ini merupakan karya Pastor Paul Hendrikus Janssen, CM, pendiri ALMA. Saat itu Pastor Janssen prihatin melihat kondisi di Papua. Di wilayah paling timur Indonesia itu, banyak orang menderita busung lapar. Derita masyarakat  semakin bertambah, daerah ini  dinyatakan sebagai tempat di mana banyak orang terjangkit HIV/AIDS.

Kala itu, Pastor Janssen mengutus Sr Theresia Macaria Laiyan ALMA menuju Merauke. Misi Sr Theresia saat itu adalah bertemu Uskup Agung Merauke Mgr Nikolaus Adi Seputra, MSC. Ia ingin meminta izin sang uskup agar Institut Sekulir ALMA dapat berkarya di Merauke. Sayang, Sr Laiyan tak sempat bertemu Mgr Nicolaus yang tengah bertugas di luar kota. Ia akhirnya bertemu sekretaris keuskupan dan meninggalkan sepucuk surat untuk uskup.

Surat itu akhirnya dijawab pada November 2005, ALMA akhirnya dibukakan pintu  untuk mulai karya di Bumi Cenderawasih. Hanya selang sebulan, 30 November 2005 tiga orang biarawati ALMA bertolak  ke Merauke. Mereka adalah Sr Martina Jemumu ALMA, Sr Yustina Lajar ALMA, dan Sr Evanglista Lesu ALMA. Mereka tiba di Merauke pada 1 Desember. Pada awal karya ini, ALMA diberi sebuah rumah kecil milik keuskupan sebagai tempat memulai karyanya.

“Dulu pertama kali berkarya, kami hanya menampung tiga orang anak berkebutuhan khusus (ABK). Maklum, saat itu kapasitas rumah belum memadai menampung lebih banyak anak. Mulai bulan Maret 2006, rekan-rekan kami ini tinggal di kontrakan baru di Jalan Pembangunan Sayap 1, Merauke,” kata Sr Rensi lebih lanjut.

Dari rumah kontrakan itu, mereka mulai menjalin kerja sama dengan pemerintah dan Gereja setempat untuk mencari ABK di sejumlah wilayah di tanah Papua. Saat itulah, Panti Asuhan St. Vincentius mulai menampung ABK.

Dalam perjalanan, di suatu kesempatan pihak tarekat melihat jumlah anak difabel, Institut Sekulir ALMA melihat jumlah anak difabel semakin banyak. Tergerakah hati mereka mengasuh anak difabel ini. Sehingga pada 2009 tarekat mencari tanah untuk dibangun menjadi sebuah panti.

Doa dan usaha membuahkan hasil. Tarekat mendapatkan sebidang tanah. Letaknya di Jalan Domba 4, Kelurahan Rimba Jaya, Paroki Sang Penebus, Merauke. “Sejak 16 Mei 2010, kami baru menempati gedung panti sendiri. Tetapi keberadaan Yayasan Bhakti Luhur selaku penanghungjawab panti sudah ada sejak 2005,” ujar Sr Rensi. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :