Pentingnya Satu Kesatuan Sistem Ekonomi Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Pentingnya Satu Kesatuan Sistem Ekonomi Papua

Paskalis Kossay, mantan Anggota DPR RI. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Paskalis Kossay

Mantan Anggota DPR RI

OTONOMI Khusus (Otsus) Papua merupakan bentuk satu kesatuan batas wilayah geografis, budaya dan pola kehidupan masyarakat asli Papua. Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 yang diperbaharui menjadi Undang-undang Nomor 2 tahun 2021 mengatakan bahwa Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Artinya, secara geografis dan kewilayahan Provinsi Papua adalah satu kesatuan dengan batas wilayah yang dulu merupakan batas Provinsi Irian Jaya dari Sorong, ujung barat sampai Merauke ujung timur. Dalam batas ruang wilayah geografis inilah dihuni masyarakat asli Papua dengan pola dan karakteristik berbeda dengan masyarakat Indonesia lain.

Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa secara geografis maupun pola kehidupan dan karakteristik budaya masyarakat asli Papua adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Mereka adalah satu rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli penghuni Provinsi Papua.

Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 huruf t Undang-undang Otsus yang berbunyi, “Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.”

Namun demikian, secara batas wilayah administrasi pemerintahan dipisahkan antara satu dengan yang lain berdasarkan pada ruang lingkup pemerintahan setingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan kepentingan politik dan ekonomi yang berbeda-beda. Perbedaan kepentingan politik dan ekonomi ini merupakan ancaman nyata menghambat proses percepatan pemerataan pertumbuhan dan kemajuan pembangunan antar sesama masyarakat asli Papua.

Padahal, hakikatnya Otsus Papua hadir dengan tujuan mempercepat proses pemerataan kemajuan pembangunan daerah dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan provinsi-provinsi lain dan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua serta memberikan kesempatan kepada orang asli Papua untuk berkembang maju sejajar dengan masyarakat Indonesia lainnya.

Kebijakan khusus

Oleh karena itu, pemberlakuan kebijakan khusus melalui otsus didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar orang asli Papua, hak asasi manusia (HAM), supremasi hukum, demokrasi, pluralisme serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara.

Sesungguhnya Otsus Papua hadir karena dipicu oleh lahirnya kesadaran baru di kalangan masyarakat asli Papua untuk memperjuangkan secara damai dan konstitusional pengakuan terhadap hak-hak dasar serta penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pelanggaran dan perlindungan HAM orang asli Papua.

Dengan demikian Otsus Papua telah hadir dan hingga kini berjalan kurang lebih 25 tahun. Masa 20 tahun pertama telah berakhir sejak tahun 2020 dan kini memasuki babak baru Otsus jilid II dengan perubahan dari Undang-undang Otsus Nomor 21 tahun 2001 menjadi UU Otsus Nomor 2 tahun 2021.

Dalam UU Otonomi Khusus Papua jilid II banyak terjadi perubahan sejumlah hal mendasar, antara lain perubahan kewenangan pemekaran daerah otonom baru baik provinsi maupun kabupaten/kota. 

Dalam rezim Undang-undang Otsus lama, pemekaran provinsi-provinsi di tanah Papua bisa dilakukan atas persetujuan DPRP dan MRP. Namun, setelah adanya perubahan Undang-undang Otsus Papua, pemekaran provinsi bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dan DPR RI.

Karena itu pemerintah dan DPR RI telah memekarkan dua provinsi di tanah Papua menjadi enam provinsi baru. Setelah adanya enam provinsi baru, tentu diikuti pula pembagian kewenangan, aset, dan administrasi pemerintahan di masing-masing provinsi. 

Hal ini membawa konsekuensi logis pada pengelolaan sumber daya ekonomi dikuasai penuh oleh daerah-daerah penghasil. Dampaknya tentu saja, terjadi kesenjangan pertumbuhan pembangunan daerah antara satu dengan yang lain dalam konteks sesama Papua.

Dengan demikian hal ini sudah jauh keluar dari misi dan tujuan utama kehadiran Otsus Papua. Otsus hadir dalam rangka mengurangi kesenjangan pemerataan pembangunan daerah dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kesatuan ekonomi

Papua perlu mengikuti konsep kesatuan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC). Dalam rangka kemakmuran bersama dalam suatu kawasan tertentu, sering dibangun kesatuan dalam bidang politik dan ekonomi. Masyarakat Eropa, misalnya, membentuk EEC untuk meningkatkan kohesi dan solidaritas ekonomi, sosial dan teritorial di antara negara-negara Uni Eropa. Membangun rasa kebersamaan dan identitas Eropa di antara sesama masyarakat (Eropa).

Tujuan kesatuan ekonomi Eropa sebenarnya adalah menciptakan zona ekonomi terpadu di antara negara-negara anggotanya, menciptakan pasar tunggal di mana barang, jasa, modal, dan tenaga kerja dapat bergerak bebas di antara negara-negara anggota.

Lain Eropa lain Papua. Konteksnya memang berbeda, namun realitanya perlu dicermati sebagai pembelajaran dalam konteks Papua. Papua memiliki otsus sebagai payung yang membentuk kesatuan Masyarakat Ekonomi Papua (MEP) dari enam provinsi menjadi satu kesatuan ekonomi. Tujuannya, membentuk integrasi sistem ekonomi dalam rangka kemajuan dan kemakmuran bersama sesama masyarakat Papua.

Dengan membentuk kesatuan sistem ekonomi Papua, maka akan menciptakan pasar tunggal, di mana barang, jasa, modal dan tenaga kerja dapat tersalur bebas dan merata bagi masyarakat di enam provinsi. Hasil sumber daya alam yang dikelola di enam provinsi diperuntukkan bagi kesatuan masyarakat ekonomi Papua.

Seluruh kepentingan pemberdayaan dan kemajuan masyarakat Papua hanya ada didalam payung otonomi khusus. Tidak ada di dalam undang-undang pembentukan provinsi-provinsi baru. Karena itu konsekuensi hukumnya, pengaturan bagi hasil (PBH) penghasilan dari seluruh sumber daya alam di tanah Papua diatur satu pintu dan dibagi merata untuk seluruh masyarakat Papua. 

Otsus khusus sebagai payung utama dari seluruh provinsi di tanah Papua telah mengatur bahwa perekonomian diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Papua dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan (Pasal 38 Ayat (1) UU Otsus).

Sumber perekonomian utama papua adalah dari  pengelolaan potensi sumber daya alam, di mana secara terperinci telah diatur di dalam UU Otsus tentang bagi hasil sumber daya bagi Papua, yaitu (i) kehutanan, perikanan dan pertambangan umum 80 persen dan (ii) pertambangan minyak bumi dan pertambangan gas alam 70 persen. 

Pembagian bagi hasil dari sumber daya alam Papua merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah bertindak berdasarkan perintah UU Otsus dalam bingkai otonomi khusus. Maka konsekuensinya adalah perintah harus konsisten dalam pembagian bagi hasil dari sumber daya alam papua dibagi merata untuk seluruh tanah Papua.

Oleh karena itu pemerintah segera membentuk instrumen hukum pengaturan tentang Kesatuan Sistem Ekonomi Masyarakat Papua (KSEMP) sebagai dasar hukum pembagian hasil sumber daya alam Papua kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di seluruh tanah Papua.

Dengan demikian diharapkan meminimalisir terjadinya kesenjangan pertumbuhan pembangunan antar daerah sekaligus terwujud keadilan dan pemerataan kemajuan bagi seluruh masyarakat Papua.

Tinggalkan Komentar Anda :