Oleh Ben Senang Galus
Pemerhati masalah Papua, tinggal di Yogyakarta
Kepada para pemuda
yang merindukan lahirnya kejayaan…
Kepada umat yang tengah
kebingungan di persimpangan jalan…
Kepada pewaris peradaban yang kaya raya,
yang telah menggoreskan catatan membanggakan
di lembar sejarah umat manusia…
(Hasan Al-Banna, 2001)
KAUM muda Papua adalah masa depan bangsa Papua. Karena itu, setiap pemuda Papua, baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa Papua di masa depan.
Dalam upaya mewujudkan cita-cita itu, tentu banyak permasalahan, tantangan, hambatan, rintangan, dan bahkan ancaman yang harus dihadapi. Masalah-masalah yang harus dihadapi itu beraneka ragam corak dan dimensinya. Banyak masalah yang timbul sebagai warisan masa lalu, banyak pula masalah-masalah baru yang terjadi sekarang ataupun yang akan datang dari masa depan kita.
Dalam menghadapi beraneka persoalan tersebut, selalu ada kecemasan, kekhawatiran, atau bahkan ketakutan-ketakutan sebagai akibat kealpaan atau kesalahan yang kita lakukan atau sebagai akibat hal-hal yang berada di luar jangkauan kemampuan kita, seperti karena terjadinya bencana alam atau karena terjadinya krisis kemanusiaan yang berpengaruh terhadap cara berpikir kita dalam kerangka meletakkan Papua sebagai sebuah bangsa yang mempunyai otentisitas kebudayaan.
“Saking” banyaknya permasalahan yang kita hadapi terkadang orang cenderung larut dalam keluh kesah tentang kekurangan, kelemahan, dan ancaman-ancaman yang harus dihadapi yang seolah-olah tidak tersedia lagi jalan untuk keluar atau solusi untuk mengatasi keadaan.
Lebih-lebih selama beberapa waktu terakhir ini, demikian banyak bencana yang datang bertubi-tubi, baik karena faktor alam maupun karena faktor kesalahan manusia. Kasus korupsi begitu merajalela sampai menghabiskan triliunan uang rakyat, namun pelakunya tidak diapa-apakan. Ataupun kalau dihukum paling lama 5 tahun.
Hukum kita seakan tumpul ke atas tajam ke bawah. Belum lagi masalah pengangguran, upah buruh yang tidak layak, masalah distribusi barang dan jasa, masalah pelanggaran HAM, masalah pembunuhan, masalah wanita tani, dan lain-lain. Semua bencana tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis rakyat di seluruh Papua.
Dalam kondisi demikian, pemuda Papua dituntut untuk menemukan jalan keluar, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat. Pemuda Papua tidak boleh bersikap pesimis, sehingga seakan-akan kehilangan semua kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritualnya.
Pesimis apalagi putus asa sesungguhnya hanya akan menjauhkan kita dengan keberhasilan yang kita inginkan. Hasan Al Banna dalam bukunya, Lesson from the Future (2001), menyatakan, “tomorrow is a matter of choice…today, you hold the power in your hands. Today, more than ever, the future belongs to you! Just one question…are you ready for it?”
Dalam mengembangkan perannya, kaum muda Papua perlu mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan hanya dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action) sekaligus. Daya refleksi dibangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat.
Makin luas dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang diterima, makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil diasah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap anak bangsa Papua, terutama anak-anak muda masa kini, baik di SD, SMP, SMA, maupun yang sedang kuliah di perguruan tinggi.
Di samping kemampuan reflektif, kaum muda Papua juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan bangsa Papua tidak hanya tergantung kepada wacana, ‘public discourse’, tetapi juga agenda aksi yang nyata.
Jangan hanya bersikap “NATO”, “No Action, Talk Only” seperti kebiasaan banyak kaum intelektual dan politikus amatir negara miskin. Kaum muda Papua masa kini perlu membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada hanya berwacana tanpa implementasi nyata.
Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan kaum muda kita adalah kemampuan untuk bekerja teknis, detail atau rinci. “The devil is in the detail”, bukan semata-mata dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan sangat abstrak. Dalam suasana sistem demokrasi yang membuka luas ruang kebebasan dewasa ini, gairah politik di kalangan kaum muda Papua sangat bergejolak.
Namun, dalam wacana perpolitikan, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk berpikir dalam konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Pidato-pidato, ceramah-ceramah, perdebatan-perdebatan di ruang-ruang publik biasanya diisi oleh berbagai wacana yang sangat umum, abstrak dan serba enak didengar dan indah dipandang. Akan tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk kegiatan yang rinci.
Pioneers of Change
Pemuda Papua sama-sama diidentikkan dengan “pioneers of change” (perintis perubahan). Kata-kata perubahan selalu menempel dengan erat sekali sebagai identitas para pemuda yang juga dikenal sebagai kaum intelektual. Dari pemudalah ditumpukan besarnya harapan, harapan untuk perubahan dan pembaharuan dalam berbagai bidang yang ada di tanah Papua. Tugasnyalah melaksanakan dan merealisasikan perubahan positif, sehingga kemajuan di dalam sebuah negeri bisa tercapai dengan membanggakan.
Peran sentral perjuangannya sebagai kaum intelektual muda memberi secercah sinar harapan untuk bisa memperbaiki dan memberi perubahan-perubahan positif di tanah Papua. Tidak dipungkiri, bahwa perubahan memang tidak bisa dipisahkan dan telah menjadi sinkronisasi yang mendarah daging dari tubuh dan jiwa para pemuda.
Gerakan perjuangan pemuda Papua tidak boleh berhenti sampai kapanpun. Bertindak bijak dengan intelektualisme, idealisme, dan keberanianmu untuk bisa senantiasa menanamkan ruh perubahan yang ada dalam dirimu untuk bisa memberi kebaikan dan berperan besar serta bertanggung jawab untuk memberikan kemajuan bangsa Papua, sehingga seperti Hasan al Banna (2001) katakan “goreskanlah catatan membanggakan bagi umat manusia”.
Sebagai generasi pelanjut, pemuda Papua tentunya menginginkan sebuah perubahan yang mendasar, perubahan yang komprehensif dan substantif, meliputi seluruh bidang kehidupan dan sisi normatif bagi seluruh masyarakat. Bukan sekedar perubahan yang sifatnya parsial dan hanya menjadi solusi sesaat, yang pada akhirnya akan kembali melahirkan masalah-masalah baru.
Seperti perusakan hutan, illegal logging jika ditafsir mencapai angka ratusan triliun. Sebagian orang mengatakan, ini adalah sebuah solusi padahal hutan-hutan itu akan menjadi ancaman bagi generasi muda di masa depan. Dalam mewujudkan perubahan ini, memang dibutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak, baik itu pemerintah, praktisi, ilmuwan, dan masyarakat sipil (civil society) termasuk di dalamnya para pemuda Papua yang sedianya bersungguh-sungguh dalam melakukan perubahan. Seorang pemuda diharapkan mampu berperan aktif sebagai kekuatan moral (moral force), kontrol sosial (social control), pioneer change dalam segala aspek kehidupan.
Saya kira hal inilah yang menjadi salah satu tantangan bagi para pemuda Papua masa kini yang sering disebut sebagai calon pemimpin. Pemuda yang di maksud adalah sedianya dikenal sebagai kaum intelektual.
Kaum intelektual merupakan tingkatan di mana seseorang itu telah mampu menemukan jati diri atau pematangan diri. Sehingga pada tahapan ini proses pendidikan atau wawasan yang diterima sangat menentukan bagi masa depan mereka. Kemudian selanjutnya adalah bagaimana pemuda-pemuda ini mampu tampil sebagai seorang pemimpin di masa depan.
Tentu hal mendasar yang harus diupayakan adalah melatih dan menanamkan karakter kepemimpinan mulai dari sekarang. Karena jiwa kepemimpinan dikalangan pemuda saat ini masih menjadi sebuah masalah dan tuntutan yang harus terus diasah dan ditingkatkan kualitasnya selain basis keilmuan atau kompetensinya.
Keberadaan Universitas atau perguruan tinggi merupakan salah satu basis strategis untuk menggiatkan hal tersebut, begitupun dengan keberadaan organisasi kepemudaan diharapkan mampu memberikan motivasi tersendiri bagi mereka dalam menguasai dan meningkatkan keilmuan atau prestasi akademiknya. Karena pengembangan kepemimpinan pemuda merupakan kunci utama dalam melahirkan pakar atau ilmuwan yang memiliki jiwa kepemimpinan.
Hal ini sangat penting dilakukan, agar nantinya pemimpin yang memegang peranan bukanlah orang-orang karbitan yang langsung jadi pemimpin dalam sehari seperti kebanyakan sekarang ini, yang tanpa melalui tahapan-tahapan pendewasaan moral, kearifan intelektual dan kapasitas kebijakan kemudian melakukan perbuatan hina dengan mencuri uang negara, menjual aset kepada asing dan lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Memperkuat Profesionalisme
Profesionalisme tidak hanya mengandung nuansa expertise yang memadai dari seseorang yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan oleh lembaga yang hebat, tetapi harus disertai karakter semangat altruistik atau pengabdian sosial yang tinggi (sense of social responsibility) dan rasa kesejawatan (corporateness) dan ketaatan kepada kode etik yang berlaku dalam profesinya, yang pada akhirnya perilaku positif yang secara teratur diterapkan akan menumbuhkan kebiasaan dan karakter yang kondusif untuk mencapai peradaban yang tinggi.
Rasa percaya diri (self confidence) seorang pemuda akan sangat dibutuhkan untuk membangun ketahanan masyarakatnya. Kehebatan seorang pemuda seperti motivasi untuk maju, bijak, profesional, tidak sombong, hidup sederhana, jujur (honesty is the first chapter of wisdom), sadar akan pentingnya teamwork, suka bekerja keras (every great achievement is the story of flaming heart), berani mengambil risiko secara terukur (calculated risk), penuh dengan imajinasi dan selalu menjaga kualitas kerjanya.
Selain itu, kesediaan untuk mengakui keunggulan seseorang, tidak dapat hanya diperoleh melalui pendidikan formal, tetapi juga melalui proses penghayatan yang empiris mulai dari tahap-tahap (stages); mengenal (acquaintance), menyadari lebih dalam (awareness) kemampuan menilai (attitude) dan membentuk perilaku (behaviour).
Pelbagai nilai di atas harus dilihat sebagai Papua national identity (jati diri bangsa Papua) dan ditempatkan sebagai margin of appreciation. Selain itu semangat perubahan mengharuskan pemuda Papua untuk menghormati pelbagai persyaratan untuk hidup bermartabat ( living in dignity) yang merupakan segitiga yang bersifat universal yaitu demokrasi, rule of law dan promosi serta perlindungan HAM.
Jati diri bangsa Papua hanya dapat terbentuk melalui contoh perilaku generasi muda Papua yang tangguh, yang mempunyai semangat perubahan, global dan transformational serta tetap memiliki semangat kebangsaan yang kuat. Tidak harus merupakan negarawan (statesman) yang merupakan manusia langka. Oleh karena itu generasi muda Papua harus memiliki karakter sebagai berikut.
Pertama, change leadership yang dapat melakukan sinergi positif antara enthusiasm, energy and hope, yang selalu menjaga optimisme, pantang menyerah dalam mengejar tujuan, disertai rasa percaya diri di satu pihak dengan moral purpose, understanding change, coherence making, relationship building and knowledge creation and sharing di lain pihak.
Dalam culture of change seorang pemuda Papua akan mengalami atau menikmati ketegangan yang merupakan kesatuan dalam beratnya memecahkan masalah. Di situlah sebenarnya keberhasilan terbesar terletak pada effective leaders make people feel that even the most difficult problems can be tackled productively.
Kedua, thinking globally yang mengandung pesan agar pemuda Papua selalu berusaha untuk memahami keanekaragaman sistem ekonomi, budaya, hukum dan politik, sebagai bagian dari warga negara dunia dengan visi dan nilai-nilai yang open ended. A home centric view will not be tolerated. Global leaders need to have a global level when making decisions (think globally, act locally). Appreciating cultural diversity, diversitas dalam hal ini diartikan sebagai diversity of leadership style, industry style, individual behaviors and values, race, religion and sex, hal ini akan merupakan a key to competing successfully in the future.
Ketiga, developing technological savvy, tanpa hal ini masa depan kemitraan dan jaringan global yang terpadu tidak mungkin terjadi. Building partnership and alliances, kepemimpinan pemuda di masa depan akan mensyaratkan tim-tim kepemimpinan yang kolaboratif, setiap tim menguasai pelbagai keterampilan yang disyaratkan oleh kepemimpinan global.
Sharing leadership untuk membuat keputusan-keputusan yang efektif. Tidak seperti kepemimpinan individu saat ini, seorang pemimpin yang berhasil di masa depan akan bergerak secara terintegrasi. Secara normatif, dan sebagaimana telah hampir dapat diterima oleh umumnya kita sekalian, pembentukan karakter bangsa merupakan hal yang amat penting bagi generasi muda dan bahkan menentukan nasib bangsa di masa depan.
Selanjutnya, kita juga telah sering mendengar bahwasanya generasi muda perlu memiliki mental kepribadian yang kuat, bersemangat, ulet, pantang menyerah, disiplin, inovatif dan bekerja keras, untuk dapat menjadikan bangsanya menjadi bangsa yang memiliki daya saing tinggi, sehingga dapat berada sejajar dengan bangsa bangsa lain.
Namun pada kenyataannya, pernyataan di atas sering hanya sebatas pada retorika. Kondisi yang kita hadapi sekarang menunjukkan bahwa era globalisasi telah menempatkan generasi muda Papua pada posisi yang berada di tengah-tengah derasnya arus informasi yang sedemikian bebas, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi.
Sebagai akibatnya, maka nilai-nilai asing secara disadari ataupun tidak disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda. Walaupun masih belum ada bukti empiris secara langsung bahwa nilai nilai asing tersebut seluruhnya memberikan dampak negatif bagi generasi muda, akan tetapi jika tidak dilakukan upaya antisipasi apapun, bukan tidak mungkin, di masa depan nanti, bangsa ini akan menjadi bangsa yang berpendirian lemah serta sangat mudah hanyut oleh hiruk-pikuknya dinamika globalisasi; dan pada akhirnya akan mudah dikendalikan oleh bangsa lain.
Gambaran umum, keadaan di atas akan memberikan pengaruh pada rasa kebangsaan (nasionalisme) di kalangan generasi muda. Meskipun belum nampak secara jelas, akan tetapi harus diakui bahwa saat ini telah mulai ada gejala dari menurunnya semangat dan rasa kebangsaan atau nasionalisme di kalangan generasi muda yang ditunjukkan dari semakin berkurangnya pemahaman generasi muda terhadap sejarah dan nilai nilai budaya bangsanya sendiri.
Upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda dalam menghadapi hal tersebut adalah sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa Papua. From Papua, we can change the world!