WAISAI, ODIYAIWUU.com — Tim Kolaborasi Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Satgas Penindakan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (9/7) bergerak senyap menyambangi Kepulauan Raja Ampat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya,
Tim KPK menelisik sejumlah kasus korupsi dan pungutan liar yang merugikan daerah ini. Selain kasus korupsi dan pungutan liar, tim juga menyaksikan keindahan alam kawasan Raja Ampat, surga wisata di ujung timur Papua,
“Langkah ini penting untuk menyelamatkan pendapatan asli daerah yang masih sangat rendah. Penertiban harus dilakukan secara masif agar tidak timbul lubang besar pada PAD,” ujar Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria usai mengunjungi salah satu hotel penunggak pajak di Pulau Mansuar kepada Odiyaiwuu.com dari Waisai, kota Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Selasa )9/7).
Dian menjelaskan, tim KPK bergerak dari pulau ke pulau mendampingi pemerintah daerah guna menertibkan pajak dan retribusi. Data Kementerian Keuangan Republik Indonesia menunjukkan, PAD Kabupaten Raja Ampat baru mencapai 4,15 persen dengan nilai pajak dan retribusi tidak lebih dari 1,08 persen di tahun 2023.
“Ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan swasta untuk lebih akuntabel dan transparan dalam pengelolaan pajak. Pendampingan tim KPK tidak hanya fokus pada pemda, tetapi juga melibatkan pelaku usaha,” ujar Dian Patria lebih lanjut.
Pihaknya memastikan bahwa Pemda menerapkan mekanisme pemungutan pajak dan retribusi yang efektif dan akuntabel. Penggunaan sistem yang transparan, terintegrasi, dan minim celah korupsi menjadi kunci dalam upaya ini.
Selama perjalanan laut yang memakan waktu lima jam, kata Dian tim mengunjungi empat hotel bermasalah di Pulau Urai, Gam, dan Mansuar. Hasilnya, ditemukan masih banyak pelaku usaha yang belum memenuhi kewajiban pajak, dengan nilai tunggakan mencapai Rp 220,5 juta untuk pajak hotel dan Rp 43 juta untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Menurut Dian, tak hanya masalah pajak namun KPK juga menerima laporan pungutan liar (pungli) oleh oknum masyarakat kepada wisatawan. Setiap kali kapal wisatawan menuju lokasi diving, mereka diminta membayar Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta per kapal.
“Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang, sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp 50 juta per hari dan Rp 18,25 miliar per tahun,” kata Dian.
Selain itu, ada pungutan liar berupa pembayaran tanah kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel. KPK mendorong Pemkab Raja Ampat untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.
Sekretaris Daerah Raja Ampat Yusuf Salim mengatakan, pendampingan KPK memberikan dampak positif. “Pihak pelaku usaha jadi melihat bahwa kami diawasi oleh lembaga lain. Sehingga kehadiran KPK ini bisa mendorong optimalisasi pajak dan retribusi daerah yang lebih efektif,” ujar Yusuf Salim.
Meskipun masih banyak tantangan, Yusuf menegaskan komitmen Pemda untuk terus melakukan perbaikan di Raja Ampat. Tujuannya, mencegah kerugian yang lebih besar terhadap PAD dan memastikan kekayaan alam Raja Ampat dapat dinikmati oleh generasi mendatang tanpa beban korupsi dan pungli.
Di balik pesona alamnya yang memukau, Raja Ampat menyimpan harapan besar. Dengan langkah tegas dan kolaborasi semua pihak, masa depan yang cerah untuk kepulauan ini bukan sekadar mimpi. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)