Oleh Ben Senang Galus
Umat Paroki Santu Paulus, Pringgolayan, Bantul, Yogyakarta
MATERIALISME begitu tumbuh subur dan menjadi pilihan hidup manusia modern untuk sekadar mendapatkan identitas sosial dan personalnya. Materialisme tanpa batas itu akan melampaui batas-batas kemanusiaan yang mungkin paling masuk akal dengan kata-kata yang tepat. Misalnya, hilangnya semangat solidaritas sosial, kedermawan sosial, yang membuat manusia sebagai mesin dalam proses perkembangan automatis.
Automatisasi membuat manusia bukan lagi subyek human yang otonom. Ia budak yang tertindas karena keseimbangan psikologisnya terguncang ketika norma-norma solidaritas sosial dijungkirbalikkan, karena diganti dengan solidaritas kebendaan yang menjadi tolok ukur kriterium nilai.
Situasi demikian menyebabkan manusia tidak lagi menjadi makluk sosial yang hidup bersama dengan orang lain, melainkan makluk tunggal yang hidup sendirian dalam penjara-penjara kebudayaan yang diciptakannya sendiri, yang hanya bisa bertahan karena pupuk materialisme sebagai konsekuensi logis dari ideologi pertumbuhan tanpa batas melampuai batas-batas kewajaran.
Solidaritas kemanusiaan
Setiap kali umat katolik Indonesia memasuki Paskah, ada sebuah tema yang tidak pernah kita lewatkan, yaitu Aksi Puasa Pembangunan (APP). Terminologi APP sejatinya merupakan kesempatan untuk membangun hidup yang semakin bersolider kepada Allah, sesama, dan lingkungan hidup.
Penghayatan APP bisa menjadi sarana menuju perbaikan pribadi-pribadi yang berdampak pada perbaikan mutu kehidupan pribadi maupun bersama. Tujuan APP adalah melepaskan diri dari belenggu kekuasaan dosa dan membebaskan akal budi dari kungkungannya yang mengikat pada materi atau godaan setan.
Maka dalam batasan-batasan tertentu, segala bentuk kekuatan dari luar (termasuk materi) yang membelenggu kebebasan manusia harus segera dipatahkan. Kebebasan merupakan tema terpenting dari APP. Menciptakan banyak peluang bagi manusia untuk menentukan jalan hidupnya, mengembangkan potensi dan memilih masa depannya sendiri, tanpa terbelenggu oleh kodrat atau ketakutan terhadap murka Tuhan.
Oleh karenanya puasa dalam konsep APP dimaknai tidak saja sebagai sebuah tindakan menahan lapar dan haus, itu hanya sebagian kecil dari makna puasa. Makna puasa sesungguhnya, kita diajak untuk merasakan dan mengambil bagian dalam penderitaan orang lain.
Karena itu hasil dari puasa adalah muncul aksi solidaritas kemanusiaan yang ditunjukkan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, melalui aksi pengumpulan dana setiap umat, sesuai kesadaran masing-masing.
Penghayatan puasa (APP) yang demikian akan membawa perbaikan dan perubahan. Bukan sekadar bagi orang yang menjalankan puasa. Namun, lebih pada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita.
Paskah merupakan bulan istimewa. Karena, pada bulan inilah setiap umat katolik berusaha menempa diri untuk menjadi insan yang terbaik melalui puasa dan amalan Paskah lainnya. Sifat umat katolik terbaik tidak lain ialah takwa dan taat sebagaimana ditunjukkan Yesus sendiri mati di kayu salib, itulah makna utama berpuasa.
Apa yang ditulis makna APP paskah tahun ini: ‘tinggal dalam Kristus, bertumbuh dalam iman dan berbuah dalam kesaksian’, maupun tahun-tahun sebelumnya merupakan salah satu amalan peribadi umat yang sungguh baik bagi gereja maupun bagi sesama.
Bersikap pemurah atau dermawan bagi sesama, terutama bagi saudara kita yang sangat memerlukan, adalah inti ajaran sosial Yesus ketika ia membagi 5 potong roti diberikan kepada ribuan orang.
Yesus adalah seorang yang paling pemurah, lebih-lebih pada kaum miskin dan hina dina. Sikap pemurah itu menumbuhkan empati dan rasa mau berbagi kepada sesama lewat karya keselamatan yang ditunjukkan kepada umatnya yang miskin dan lapar.
Dengan pusa (APP), sikap solidaritas sosial yang luhur itu merupakan hasil dari proses iman transendensi yang membuahkan sifat kemanusiaan yang luhur imanen yang bersifat serbautama.
Dalam iman transenden itu harus tecermin dalam karya imanen, begitu pula sebaliknya. Artinya, setiap umat katolik yang melakukannya memang lahir dari panggilan iman dan ketaatan yang kuat sehingga membentuk solidaritas sosial yang kuat, jernih, dan serba baik.
Dalam membangun solidaritas kamanusiaan ini kita patut meneladani Yesus Kristus. Seluruh hidupnya didermakan kepada orang lain, pada orang miskin. Hidupnya senantiasa berusaha mengangkat harkat dan martabat kaum miskin dan tertindas. Sehingga mereka juga merasa bahwa dirinya juga mempunyai hak yang sama dengan yang lain.
Yesus Kristus adalah orang yang paling dermawan memberikan kebaikan. Orang lapar diberinya makanan. Orang yang tidak punya rumah diberinya tumpangan. Orang yang tersesat diajarinya pengajaran-pengajaran yang benar. Yesus mengajarkan kepada kita, dana yang dikumpulkannya dari keringat kita sendiri. Bukan hasil pemerasan atau korupsi. Yang dilakukannya bukan sekadar pencitraan atau supaya dipuji orang.
Demikian besarnya solidaritas kemanusiaan Yesus Kristus kepada umatnya dan ini dibutikannya dengan tidak hanya memilih menjadi pemimpin yang membebaskan manusia dari perbudakan dan ketertindasan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan, melainkan juga membebaskan manusia menuju jalan Allah, jalan kebenaran jalan kehidupan kekal.
Gambaran perilaku kehidupan sehari-hari Yesus Kristus sebagai manusia sempurna lebih transparan lagi. Manakala kehidupannya sangat sederhana, ditahannya lapar (puasa selama 40 hari) karena dia mengerti bahwa sebagian umatnya sering mengalami kelaparan juga.
Saat kita terpukau oleh kemegahan dunia, tatkala orang miskin berteriak menunggu pembelaan, kita sangat membutuhkan pemimpin semacam Yesus Kritus yang meletakkan keteladanannya di atas dasar solidaritas kemanusiaan yang agung dan mulia.
Karenanya, puasa (APP) tidak sekadar dijalankan dengan serba mewah. Namun, lebih pada upaya membangun solidaritas, kedermawan antara sesama anggota masyarakat yang miskin sebagaimana yang dicontohkan Yesus sendiri.
Masyarakat yang mampu, semestinya menunjukkan solidaritasnya dengan menumbukan jiwa dan semangat kedermawan sosial. Negara dan pemerintah pun harus serius untuk memerangi kemiskinan dengan menciptakan kebijakan proaktif untuk mengentaskan kemiskinan.
Pemimpin rakyat kecil bukan pemimpin elit. Pemimpin yang memilih hidup sederhana. Oleh karenanya, puasa (APP) didasari pada gerakan kebangkitan solidaritas humanisme seluruh umat yang mampu membahagiakan kelompok-kelompok kaum miskin. Selamat ber-APP, Tuhan Yesus mendampingi kita sekalian.