Suara dari Papua Pada Hari Guru Nasional: Paitua Jokowi dan Pace Menteri Nadiem, Bisa Peratikan Tong Pu Nasib, Kah?

Suara dari Papua Pada Hari Guru Nasional: Paitua Jokowi dan Pace Menteri Nadiem, Bisa Peratikan Tong Pu Nasib, Kah?

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dan Frederika Ukago, S.Pd, guru SMP YPPK Santo Fransiskus Mowanemani, Dogiyai, Papua Tengah. Foto: Istimewa

Loading

MOWANEMANI, ODIYAIWUU.com — Presiden Joko Widodo melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim diminta memperhatikan serius nasib para guru yang mengabdi di berbagai pelosok kampung-kampung pedalaman Provinsi Papua Tengah. Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) ke-77 sekaligus Hari Ulang Tahun PGRI Tahun 2022 tak sebatas refleksi tentang guru dan dunia pendidikan.

Menurut guru mata pelajaran Matematika SMP YPPK Santo Fransiskus Mowanemani Frederika Ukago, S.Pd, peringatan Hari Guru Nasional sekaligus HUT PGRI 2022 menjadi momentum para guru yang mengabdi pelosok negeri, di daerah terpencil seperti Papua Tengah berefleksi sekaligus memahami arti tugas dan pengabdian bagi dunia pendidikan dengan totalitas hati dan jiwa.

Sebagai guru di pelosok terpencil di tanah Papua, guru Priska sungguh menyadari, momentum istimewa ini mengingatkan ia dan rekan-rekan guru bahwa usia pengabdian kian bertambah. Seiring dengan itu, berarti para pahlawan tanpa tanda jasa seperti dirinya dituntut kian dewasa dalam mengajar, mendidik, dan mengasihi anak didiknya sepenuh hati.

“Saya dan juga rekan-rekan guru yang mengabdi di pelosok Papua, kesejahteraan kerap masih jadi barang langka. Belum lagi tingkat kesulitan menghadang dan jaminan keamanan jauh dari ideal. Nyawa kami jadi taruhan kapan saja. Paitua Jokowi dan Pace Nadiem, bisa peratikan (perhatikan) juga tong pu nasib, kah? Ini isi hati kami yang mengabdi di beranda negeri seperti Papua,” ujar Priska Ukako kepada Odiyaiwuu.com dari Mowanemani, kota Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah, Jumat (25/11).

Priska, sarjana jebolan Universitas Cendrawasih Jayapura, mengaku menjadi guru adalah panggilan. Guru kelahiran Okbibak, Kabupaten Pegunungan Bintang pada 22 Februari 1980 itu mengikuti jejak ayahnya, Primus Ukago yang menghabiskan waktu dan tenaganya mengabdi sebagai guru di sejumlah tempat terpencil di pedalaman Pegunungan Bintang sebelum akhirnya dipercaya sebagai Pengawas TK SD Dinas Pendidikan Pegunungan Bintang.

“Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI tahun ini bukan sekadar momentum biasa. Ia lebih dari itu. Kami sebagai guru semakin ditantang menjadi contoh, panutan bagi muridnya. Kami juga bukan sekadar guru yang ujungnya digugu dan ditiru anak-anak dalam ruang kelas atau halaman sekolah. Dalam kehidupan sosial, keagamaan, dan pemerintahan kami setia menjadi panutan yang menginspirasi semakin lebih banyak orang,” ujar guru Priska, isteri Anton Degei dan ibu tiga 3 orang anak.

Ia menambahkan, menjadi guru tentu semakin menumbuhkan kesadaran bahwa dalam kondisi apapun mereka hadir dalam ruang kelas, sekolah, dan lingkungan sosial. Kehadiran guru di manapun menuntut mereka sungguh menjadi semacam obor, pelita yang mampu membawa terang bagi sesama.

“Kami juga dituntut tak sekadar jadi panutan untuk digugu dan ditiru orang lain. Sebaliknya, kami malah sadar sekaligus dewasa memahami tugas serta pengabdian yang total di jalur pendidikan. Karena itu, nyawa pun jadi taruhan. Sejak lulus kuliah dan membaktikan ilmu di Dogiyai tahun 2009 saya memakin memahami arti pengabdian dan profesi,” katanya.

Tak sebatas itu. Priskia juga semakin memahami hakekat seorang guru mengabdi di dunia pendidikan. Banyak pelajaran hidup bagaimana militansi sebagai guru tertanam dan bersemayam di dalam hati mengingat anak-anak didiknya datang dari latar belakang ekonomi keluarga dan kultur berbeda.

“Di sekolah tempat saya mengajar, para siswa bukan hanya datang dari satu suku atau kampung tetapi beragam. Ini juga tantangan lain yang menarik sebagai guru. Meski dengan fasilitas terbatas, toh, semangat selalu lahir dalam hati. Bahwa pendidikan adalah garansi masa depan anak didik. Pidato Presiden Jokowi pada Hari Guru Nasional dan HUT PGRI kali ini hemat saya relevan dan menjadi refleksi kami guru di pelosok seperti Papua,” ujarnya.

Presiden Jokowi melalui Instagramnya, @jokowi yang diunggah Jumat (25/11) mengatakan, tantangan ke depan bakal semakin berat dan pendidikan merupakan kuncinya. “Hanya dengan pendidikan yang baik, anak-anak kita akan siap memasuki masa depan dengan kompetisi yang sengit,” ujar Jokowi, mantan Walikota Solo.

Jokowi mengaku, guru merupakan tumpuan masyarakat mempersiapkan dan menempa anak-anak bangsa menghadapi tantangan dan mewujudkan harapan. Tema Hari Guru Nasional, Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar. Tema itu dimaksudkan agar dapat terus mengobarkan semangat para guru untuk terus berinovasi dalam mewariskan ilmunya demi mewujudkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.

Menteri Nadiem Makarim pada peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI juga mengatakan, bukan hanya guru yang terus didorong untuk berubah. Namun, kementerian yang ia pimpin juga memacu diri untuk mengubah, mengubah cara pandang dan cara kerja dalam memberikan layanan terbaik bagi pendidik dan peserta didik.

Platform Merdeka Mengajar yang diluncurkan awal 2022, ujar Makarim, sepenuhnya dirancang memenuhi kebutuhan guru akan ruang untuk belajar, berkarya, dan berkolaborasi. Platform tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan di lapangan, bukan keinginan kementerian yang ia pimpin tetapi perubahan cara kerja pemerintah melayani masyarakat.

Menurut Makarim, dalam platform Merdeka Mengajar guru dapat mengakses modul pembelajaran secara gratis, mengunggah, dan membagikan konten-konten praktik baik pembelajaran, dan terhubung dengan rekan sesama guru dari daerah lain. Saat ini, ujarnya, guru di Aceh bisa belajar dari guru di Papua. Guru di Kalimantan bisa menginspirasi guru-guru yang ada di Jawa.

Priska menambahkan, selain topografi yang sulit dibalut bukit, lembah, sungai maupun ngarai plus kesejahteraan dan jaminan keamanan, akses internet bagi para guru di pedalaman seperti dirinya masih menyulitkan. Selain terbatasnya sumber ajar bagi guru dan siswa, masalah jaringan internet juga mengganjal dunia pendidikan di sebagian besar sekolah di pedalaman Papua.

“Kalau kami mau cari sumber-sumber ajar atau informasi terkini di bidang pendidikan, kami harus pergi ke Nabire ratusan kilometer. Jaringan internet di sebagian besar wilayah kami di Dogiyai dan mungkin di wilayah kabupaten lain di Papua Tengah sangat sulit. Persoalan ini juga bisa jadi perhatian paitua Presiden dan pace Menteri Pendidikan,” kata Priska. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :