Oleh Ben Senang Galus
Penulis buku Lubang Hitam Kebudayaan Papua, tinggal di Yogyakarta
SUATU bangsa sebagai kolektivitas seperti halnya individu memiliki kepribadian yang terdiri atas serumpun ciri-ciri menjadi suatu watak. Kepribadian bangsa Papua lazimnya bersumber pada pengalaman bersama bangsa itu atau sejarahnya. Identitas seseorang peribadi dikembalikan kepada riwayatnya, maka identitas suatu bangsa Papua berakar pada sejarah bangsa itu.
Dalam hal ini, sejarah kemanusiaan Papua sangat fundamental untuk menciptakan kesadaran tentang kepapuaan yang pada gilirannya strengthening national solidarity among the Papuan generation (memperkokoh solidaritas kebangsaan di kalangan generasi Papua). Sehubungan dengan itu pelajaran sejarah Papua amat strategis fungsinya bagi pendidikan bagi generasi muda Papua.
Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau nation di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa terjadi pada kolektivitas, yakni pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian Papua dan sekaligus identitas kebangsaanya.
Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya. Ibarat, an individual who has lost his memory is a person who is senile or mentally ill, so he loses his personality or identity yang berarti seorang individu yang telah kehilangan memorinya, ialah orang yang pikun atau sakit jiwa, maka dia kehilangan kepribadian atau identitasnya.
Untuk mengenal identitas bangsa Papua diperlukan pengetahuan sejarah pada umumnya dan sejarah bangsa Papua khususnya. Sejarah Papua mencakup secara komprehensif segala aspek kehidupan bangsa, otentisitas bangsa, local genius, kepribadianya, karakternya yang terwujud sebagai tindakan, perilaku, prestasi hasil usaha atau kerjanya mempertahankan kebebasan.
Atau mempertahankan kedaulatannya, meningkatkan taraf hidupnya, menyelenggarakan kegiatan ekonomi, sosial, politik, religius, menghayati kebudayaan politik serta ideologi nasionalnya, kelangsungan masyarakat dan kulturnya. Singkatnya, sejarah Papua mencakup segala lapisan sosial beserta bidang kepentingannya, subkultur, karakter, identitas, dan sebagainya.
Sejarah Papua
Sejarah Papua mengungkapkan perkembangan multi etnisnya, sistem hukum adatnya, bahasa, sistem kekerabatan, kepercayaan, dan sebagainya. Pengetahuan (pelajaran) sejarah bertujuan menciptakan wawasan historis atau perspektif sejarah pada kalangan generasi muda Papua, mulai dari sekolah dasar sampai mahasiswa.
Wawasan historis lebih menonjolkan kontinuitas segala sesuatu, keberlangsungan hidup manusia, proses menjadi (being). Being adalah hasil proses becoming, dan being itu sendiri ada dalam titik proses becoming. Sementara itu yang bersifat sosio-budaya di lingkungan kita adalah produk sejarah, antara lain wilayah Papua, kebangsaan Papua, dan kebudayaan Papua.
Sejarah Papua berdimensi, multidimensional berfungsi antara lain mencegah timbulnya understanding that considers every event or action, whether physical or spiritual, to be a consequence of previous events and exists outside of desire.
Artinya, paham yang menganggap setiap kejadian atau tindakan, baik yang menyangkut jasmani maupun rohani, merupakan konsekuensi kejadian sebelumnya dan ada di luar kemauan atau determinisme, memperluas cakrawala intelektual, mencegah terjadinya sinkronisme, yang mengabaikan determinisme.
Di samping itu, pengetahuan (pelajaran) sejarah Papua juga mempunyai fungsi sosio-kultural, membangkitkan kesadaran historis. Berdasarkan kesadaran historis dibentuk kesadaran nasional Papua.
Hal ini membangkitkan inspirasi dan aspirasi kepada generasi muda bagi pengabdian kepada bangsa Papua dengan penuh dedikasi dan kesediaan berkorban.
Sejarah Papua perlu menimbulkan national pride for the young generation of Papua (kebanggaan nasional bagi generasi muda Papua), seperti harga diri, dan rasaswadaya, kerja keras, disiplin, tanggung jawab, taat kepada hukum, beretika, bermoral, toleran, egaliter.
Dengan demikian sangat jelas bahwa pengetahuan (pelajaran) sejarah Papua tidak semata-mata memberi pengetahuan, fakta, dan kronologi, tetapi lebih dari humanitatem glorificamus Papua.
Pemikiran historis
Dalam pelajaran sejarah Papua perlu dimasukan biografi pahlawan pejuang Papua, mencakup soal kepribadian, perwatakan semangat berkorban, kerja keras, pantang menyerah, karakter, spirit, perlu ditanam historical mindedness (pemikiran historis), perbedaan antara sejarah dan mitos, legenda, dan novel histories.
Apabila suatu kepribadian turut membentuk identitas seorang individu atau suatu komunitas (siswa sekolah dasar, menengah sampai mahasiswa) kiranya tidak sulit dipahami bahwa kepribadian berakar pada sejarah pertumbuhannya. Di sini, kesadaran sejarah amat esensial bagi pembentukan kepribadian generasi muda Papua.
Analog dengan sosiogenesis individu, kepribadian bangsa juga secara inheren memuat kesadaran sejarah itu. Implikasi hal tersebut di atas bagi Papua national building ialah tak lain bahwa sejarah dan pendidikan memiliki hubungan yang erat dalam proses pembentukan kesadaran sejarah.
Dalam rangka Papua nation building pembentukan solidaritas, inspirasi dan aspirasi mengambil peranan yang penting, di satu pihak untuk pemeliharaan sistem negara bangsa (maintenance of the national state system), dan di pihak lain memperkuat orientasi atau tujuan nation state tersebut.
Meminjam ungkapan Kartodirdjo (1993), tanpa kesadaran sejarah, kedua fungsi tersebut sulit kiranya untuk dipacu, dengan perkataan lain semangat nasionalisme tidak dapat ditumbuhkan tanpa kesadaran sejarah.
Aktualisasi nilai
Apabila sudah disadari hubungan erat antara sejarah dengan pendidikan, memang belum ada jaminan bahwa makna dasar dari sejarah telah bias diwujudkan untuk menunjang proses pendidikan itu.
Masih diperlukan proses aktualisasi nilai-nilai sejarah dalam kehidupan yang nyata setiap generasi muda Papua, jika tidak, generasi muda akan kehilangan sejarah.
Dengan kata lain, sejarah tidak akan berfungsi bagi proses pendidikan yang menjurus ke arah pertumbuhan dan pengembangan karakter bangsa Papua apabila nilai-nilai sejarah tersebut belum terwujud dalam pola-pola perilaku yang nyata keseharian pada generasi muda Papua.
Untuk sampai pada taraf wujud perilaku ini, perlu ditumbuhkan kesadaran sejarah sebagai suatu orientasi intelektual, suatu sikap jiwa yang perlu memahami secara tepat faham kepribadian nasional Papua.
Kesadaran sejarah ini menuntun manusia pada pengertian mengenal diri sendiri sebagai bangsa, kepada self understanding of nation, self determination kepada asal usul suatu bangsa, kepada persoalan what we are, what we are, what we are (siapa kita, siapa kita, siapa kita).
Dengan demikian, kesadaran sejarah tidak lain daripada kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan bagi masa yang akan datang, menyadari dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses pendidikan.
Untuk mengembangkan manusia seperti itu, dengan sendirinya diperlukan motivasi yang kuat sebagai faktor penggerak dari dalam diri manusia sendiri. Ini tidak lain daripada nilai-nilai, yang kalau dihubungkan dengan sejarah, merupakan nilai-nilai masa lampau yang telah teruji oleh zaman.
Di sinilah bertemu antara pendidikan dan sejarah. Sejarah dalam salah satu fungsi utamanya adalah mengabdikan pengalaman-pengalaman masyarakat di waktu yang lampau, yang sewaktu-waktu dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan berbagai problem yang dihadapinya. Melalui sejarahlah nilai-nilai masa lampau dapat dipetik dan digunakan untuk menghadapi masa kini.
Oleh karena itu, tanpa sejarah orang Papua tidak akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi dari apa yang dia lakukan dalam realitas kehidupannya pada masa kini dan masa yang akan datang, dalam sebuah kesadaran historis.
Dalam kaitan ini, Collingwood (1973) sejarawan Inggris menyatakan sebagai berikut. “…knowing yourself means knowing what you can do; and since nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done. The value of history, then, is that it teaches us what man has done and then what man is…”
Artinya, “mengetahui diri sendiri berarti mengetahui bahwa Anda mampu; dan karena tak seorang pun mengetahui apa yang dapat ia lakukan sebelum ia mencobanya, satu-satunya petunjuk mengenai apa yang dapat dilakukan manusia adalah apa yang telah dilakukannya”. Maka, nilai sejarah adalah mengajarkan kita apa yang telah dilakukan manusia dan bagaimana manusia itu sebenarnya (penulis).
Dalam pandangan Collingwood ini, mengenal diri sendiri itu berarti mengenal apa yang dapat seseorang lakukan, dan karena tidak seorangpun mengetahui apa yang bisa dia lakukan sampai dia mencobanya.
Karena itu, satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang dia bisa perbuat seseorang adalah apa yang telah diperbuat. Dengan demikian nilai dari sejarah adalah bahwa sejarah telah mengajarkan tentang apa yang telah manusia kerjakan, dan selanjutnya apa sebenarnya manusia itu.
Kesadaran sejarah pada manusia sangat penting artinya bagi pembinaan budaya bangsa. Kesadaran sejarah dalam konteks ini bukan hanya sekadar memperluas pengetahuan, melainkan harus diarahkan pula kepada kesadaran penghayatan nilai-nilai budaya yang relevan dengan usaha pengembangan kebudayaan itu sendiri.
Kesadaran sejarah dalam konteks pembinaan budaya bangsa Papua dalam pembangkitan kesadaran bahwa bangsa itu merupakan suatu kesatuan sosial yang terwujud melalui suatu proses sejarah, yang akhirnya mempersatukan sejumlah nation kecil dalam suatu nasion besar yaitu bangsa Papua.
Dengan demikian indikator-indikator kesadaran sejarah tersebut dapat dirumuskan mencakup: menghayati makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang; mengenal diri sendiri dan bangsanya; membudayakan sejarah bagi pembinaan budaya bangsa; dan menjaga peninggalan sejarah bangsa (lihat Kartodirdjo 1989),
Dengan demikian, sejarah memiliki guna edukatif karena sejarah dapat memberikan kearifan bagi yang mempelajarinya, yang secara singkat dirumuskan oleh Bacon, histories make man wise (sejarah menjadikan manusia bijaksana-penulis).
Sejarah yang memberikan perhatian pada masa lampau tidak dapat dipisahkan dari kemasakinian, karena semangat dan tujuan untuk mempelajari sejarah ialah nilai kemasakiniannya maupun masa depan.
Hal ini tersirat dari kata-kata Benedetto Croce (1886-1952) bahwa all history is contemporary history (semua sejarah adalah sejarah kontemporer) yang kemudian dikembangkan oleh EH Carr, dalam What Is History (2014) bahwa sejarah adalah unending dialogue between the present and the past (dialog tanpa akhir antara masa kini dan masa lalu – penulis).
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kita dapat memproyeksikan masa lampau ke masa kini, dan dari masa kini ke masa depan, maka kita dapat menemukan makna edukatif dalam sejarah Papua.