TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Papua Tengah, Rabu (21/12) resmi berdiri sekaligus pelantikan pengurus baru di Papua Café, Jalan Budi Utomo, Timika, kota Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Kantor YLBH Papua Tengah bermarkas di Jalan Cenderawasih SP2 Timika.
Pendiri sekaligus Direktur YLBH Papua Tengah Yoseph Temorubun, SH mengaku, kehadiran lembaga bantuan hukum di lereng gunung Nemangkawi, tanah Amungsa tersebut bertolak dari pengalaman Yoseph menangani sejumlah kasus hukum menonjol berkaitan dengan masalah pidana selama ia menggeluti profesi sebagai pengacara di Papua Tengah. Juga saat ia menangani sejumlah kasus pidana yang dihadapi warga masyarakat bermitra dengan pihak Kepolisian Resor (Polres) Mimika.
“Kehadiran YLBH Papua Tengah bertolak pula dari penunjukan penyidik di tingkat Polres Mimika untuk menangani sejumlah kasus hukum pro bono, perdeo. Saya kerap ditunjuk rekan-rekan penyidik di Polres maupun Polsek di wilayah hukum Polres Mimika. Sayangnya, proses penunjukan penanganan perkara kasus perdeo itu ada limit, batas waktu di tingkat penyidik. Artinya setiap proses penegakan hukum, penunjukan di tingkat penyidik ada batasan waktunya,” ujar Yoseph kepada Odiyaiwuu.com dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Kamis (22/12).
Yoseph menambahkan, sebagai pengacara ia kerap ditunjuk penyidik Polres Mimika maupun di sejumlah Polsek mendampingi pencari keadilan. Namun, di tingkat penyidik bila berkasnya dinyatakan lengkap atau P21, saat penyerahan berkas berita acara pemeriksaan (BAP), tersangka maupun barang bukti ke pihak Kejaksaan, kewenangannya di tingkat penyidik berakhir.
Menurut Yoseph, pengacara jebolan Fakultas Hukum Universitas Pattymura Ambon, Maluku, saat berkas itu dilimpahkan jaksa ke pengadilan, kewenangan sebagai kami sudah selesai, tidak ada lagi. Setelah dari pengadilan, ketua pengadilan atau hakim yang menangani perkara tersebut akan menunjuk seorang penasehat hukum kepada seorang terdakwa. Penunjukan pengacara itu rata-rata untuk kasus di atas lima tahun.
“Nah, pertanyaannya ialah bagaimana dengan kasus terdakwa di bawah lima tahun yang tidak wajib penunjukan pengacaranya? Nah, di situlah pilihan sulit, situasi dilematis mendera pencari keadilan. Karena itu, YLBH Papua Tengah kami niatkan menjadi rumah bagi para pencari keadilan terutama masyarakat pencari keadilan yang tinggal bukan hanya di kota-kota di wilayah Papua Tengah tetapi juga warga terutama orang-orang kecil di kampung-kampung,” lanjut Yoseph, pria kelahiran Pulau Kei, Maluku.
Juru Bicara YLBH Papua Tengah Hyeron Ladoangin, SH, MH mengatakan, kehadiran YLBH Papua Tengah ibarat oase di tengah padang gurun. Hukum kerap abai menjangkau orang-orang kecil pendamba keadilan. Karena itu, kehadiran lembaga bantuan hukum yang diarsiteki Yoseph Temorubun, SH, seorang praktisi dan pejuang keadilan dan perdamaian (justice and peace) di tanah Papua menegaskan arti hukum paling hakiki negara bagi warganya.
“Kewajiban negara untuk melindungi kaum yang lemah adalah perintah konstitusi. Dalam bidang hukum, negara diwajibkan untuk memberikan akses keadilan bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu. Kewajiban negara ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” kata Hyeron kepada Odiyaiwuu.com usai prosesi peresmian kantor YLBH Papua Tengah, Rabu (21/12).
Menurut Hyeron, dasar filosofis dan yuridis pembentukan UU a quo sebagaimana tercantum dalam konsideransnya sebagai berikut. Pertama, kewajiban negara untuk menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia.
Kedua, kewajiban negara untuk bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan. Lembaga bantuan hukum (LBH) adalah perpanjangan tangan negara dalam melaksanakan amanat UU terkait bantuan bukum.
“Di tingkat operasionali LBH dibiayai oleh negara, sehingga advokasi yang dilakukan adalah cuma-cuma bagi masyarakat yang berhak, tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang. Pembentukan LBH secara legalitas dan kapasitas diverifikasi dan diakreditasi oleh Kementerian Hukum dan HAM secara periodik. Ada fungsi pengawasan oleh pemerintah di sana,” lanjut Hyeron.
Sebagai bagian dari pengembangan kapasitas, lanjut Hyeron, LBH diwajibkan melakukan pelatihan advokasi bagi personil-personilnya, menciptakan paralegal, dan melakukan penyuluhan hukum bagi masyarakat. Semua kegiatan ini, sekali lagi, sepenuhnya dibiayai oleh negara, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Daerah sebagaimana amanat UU terkait bantuan hukum dapat membentuk Peraturan Daerah, Perda tentang bantuan hukum dalam rangka memberikan akses keadilan bagi kaum yang tidak mampu bahkan termargilkan. Perda ini nantinya menjadi payung hukum bagi Pemda dalam memberikan bantuan kepada LBH di daerah,” kata Hyeron.
YLBH Papua Tengah, ujarnya, hadir di Papua Tengah Timika di tengah berbagai sorotan dan kritik, terutama kepada apparat penegak hukum, APH dalam proses penegakan hukum. Lahirnya lembaga ini merupakan momentum strategis dan tepat bagi kaum lemah dalam mencari keadilan untuk setiap persoalan hukum yang dihadapi.
“Saya berpikir Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan seluruh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) di wilayah provinsi ini sudah mendesak merencanakan pembentukan Perda tentang bantuan hukum sebagai dasar regulasi dalam menentukan kriteria dan prosedur dalam pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat Papua Tengah atau Mimika, misalnya,” lanjut Hyeron. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)