Melawan Pencaplokan Tanah oleh Oligarki - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Melawan Pencaplokan Tanah oleh Oligarki

Unjuk rasa menolak pencaplokan hutan adat di Papua, beberapa waktu lalu. Sumber: Media Indonesia.

Loading

DALAM derasnya pembangunan yang kerap dijadikan alasan untuk mendongkrak ekonomi nasional, pencaplokan tanah oleh oligarki menjadi ancaman nyata bagi rakyat kecil dan lingkungan. Persoalan ini tidak hanya menyentuh keadilan sosial, tetapi juga menyangkut ketahanan pangan dan kelestarian ekosistem.

Pencaplokan tanah, atau land grabbing, bukan lagi isu asing di Indonesia. Lahan produktif petani, masyarakat adat, dan warga lokal sering dirampas demi proyek besar seperti tambang, perkebunan sawit, properti mewah, hingga kawasan industri. Proyek-proyek ini sering dikendalikan oleh elit yang memanfaatkan celah hukum dan manipulasi aturan tata ruang, mengorbankan hak-hak masyarakat kecil yang sering kali tidak memiliki akses ke bantuan hukum.

Ironisnya, negara yang seharusnya melindungi hak rakyat malah kerap mendukung oligarki. Dalam banyak konflik agraria, aparat justru dikerahkan untuk mengamankan kepentingan perusahaan, sementara masyarakat menghadapi kekerasan dan kriminalisasi. Lewat kebijakan pro-modal dan aparat represif, rakyat kehilangan tanah, tempat tinggal, dan mata pencaharian. Hal ini menciptakan ketimpangan struktural yang semakin melebar.

Dukungan negara terhadap pencaplokan ini terlihat dari kebijakan deregulasi seperti omnibus law yang mempermudah penguasaan lahan oleh korporasi. Kasus reklamasi pantai di Teluk Jakarta menunjukkan bagaimana izin diberikan meski ada protes masyarakat, dengan dugaan praktik suap untuk memuluskan proyek tersebut. Keputusan yang minim transparansi membuka peluang bagi kongkalikong yang merugikan masyarakat kecil, bahkan sering kali mengabaikan aspek lingkungan yang kritis.

Reformasi agraria sejati yang berpihak kepada rakyat kecil sangat mendesak. Sayangnya, program reformasi agraria sering hanya menjadi jargon tanpa implementasi nyata. Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, pada 2022 terjadi 212 konflik agraria melibatkan lebih dari 500.000 hektar lahan, berdampak pada ribuan keluarga. Angka ini adalah bukti nyata bahwa persoalan agraria masih jauh dari selesai.

Melawan pencaplokan tanah oleh oligarki membutuhkan perlawanan yang terorganisir dan berkesinambungan. Solidaritas masyarakat, penguatan hukum, transparansi pengelolaan lahan, serta peran media dan organisasi masyarakat sipil sangat penting untuk membongkar praktik curang dan menekan pemerintah berpihak pada keadilan. Selain itu, pendidikan tentang hak-hak agraria kepada masyarakat harus diperluas agar mereka lebih siap dalam menghadapi ancaman ini.

Perjuangan ini bukan sekadar soal hak atas tanah, tetapi juga mempertahankan martabat, ketahanan pangan, dan keberlanjutan hidup masyarakat. Jangan biarkan segelintir pihak menguasai apa yang menjadi hak kita bersama. Hanya dengan keberanian dan solidaritas, keadilan dapat diwujudkan. (Yakobus Dumupa/Editor)

Tinggalkan Komentar Anda :