TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Masyarakat asli Papua dari berbagai wilayah adat Meepago di Timika seperti Kabupaten Paniai, Nabire, Dogiyai, Deiyai, dan Intan Jaya dan wilayah Mimika lainnya serta Masyarakat Nusantara Mimika tengah bersiap-siap mengadakan acara bakar batu menyambut Timika sebagai Ibu Kota Provinsi Papua Tengah.
Masyarakat Mimika dan warga masyarakat dari wilayah Meepago serta Masyarakat Nusantara Mimika Selasa (28/6) menggelar aksi damai di kota Timika. Warga menuntut Presiden Joko Widodo dan jajarannya serta Komisi II DPR RI memutuskan dan toki martelo (ketuk palu) untuk menetapan Timika sebagai Ibu Kota Calon Provinsi Papua Tengah.
Penanggung jawab Aksi Damai Masyarakat Nusantara Mimika Agustinus Anggaibak mengingatkan agar Presiden Jokoi dan jajaran pemerintah pusat serta Komisi II DPR RI jangan menciptakan konflik di wilayah Adat Meepago, khususnya Kabupaten Mimika dengan memindahkan calon Ibu Kota Provinsi Papua Tengah dari Timika.
Agus mengingatkan pemerintah pusat dan Komisi II DPR RI tidak menggunakan alasan dalam bentuk apapun untuk memindahkan Ibu Kota Provinsi Papua Tengah di wilayah lain di Mepago selain Kabupaten Mimika.
“Kabupaten Nabire daerahnya muda terjadi gempa bumi maupun infrastruktur tidak memadai dan belum siap. Nabire juga daerah rawan gempa. Pemerintah pusat tentu tidak mau ambil resiko menghambur-hamburkan dana APBN dan APBD untuk membangun kembali gedung akibat gempa,” tegas Agus.
Agus juga menyampaikan kepada pemerintah pusat bahwa calon Provinsi Papua Tengah sudah dibungkus rapi dengan tujuh nyawa korban pemekaran Provinsi Papua Tengah pada tahun 2003.
“Apabila pemerintah pusat dengan sengaja memindahkan ibu kota Provinsi Papua Tengah maka kami akan melaksanakan aksi kedua dengan menutup akses bandar udara Mozes Kilangin dan akses PT Freeport Indonesia,” ujar Agus.
Agus menyampaikan kepada pemerintah pusat terutama Komisi II DPR RI bahwa sebagian besar masyarakat wilayah adat Mepago yaitu masyarakat Kabupaten Paniai, Deyai, Intan Jaya, Puncak Papua, dan Dugama bahkan Kabupaten Asmat berdomisili di Kabupaten Mimika sebagai ibu kota calon Provinsi Papua Tengah.
“Kami meminta pemerintah pusat terutama Komisi II DPR RI jangan mengabaikan perjuangan pemekaran Provinsi Irian Jaya Tengah (Papua Tengah) oleh Bapak almarhum Andreas Anggaibak bersama masyarakat Mimika dan perjuangan tersebut menghabiskan harta benda bahkan pengorbanann tujuh jiwa manusia,” kata Agus.
Menurut Agus, pemerintah pusat telah memaksa mendorong otonomi khusus jilid II. Oleh karena itu, masyarakat Nusantara Kabupaten Mimika mengusulkan agar bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, gubernur dan wakil gubernur harus putra asli Papua.
Sedangkan tokoh masyarakat adat Mimika Titus Kemong mengingatkan pemerintah pusat dan Komisi II DPR terkait informasi yang menyebut bahwa Nabire menjadi Ibu Kota Papua Tengah. Para bupati di wilayah Meepago, kata Titus, juga sudah memahami kondisi geografis Nabire yang disebut-sebut sebagai calon Ibu Kota Papua Tengah.
“Nabire itu daerah gempah. Nantinya kalua pemerintah pusat dan provinsi baru bangun lalu terjadi gempa maka uang negara angus. Bangun lagi lalu rubuh, bangun lagi. Nabire betul-betul tidak cocok jadi Ibu Kota Provinsi Papua Tengah. Timika sudah luas dan pemerintah daerah sudah membangun fasilitas perkantoran, infrastruktur jalan, jembatan. Timika jadi Ibu Kota Papua Tengah tinggal menunggu para pegawai provinsi untuk dan tinggal bekerja,” ujar Titus kepada Odiyaiwuu.com dari Timika, Rabu (29/6).
Titus menambahkan, anggaran daerah Timika setiap tahun sebesar Rp. 3 triliun lebih. Jumlah itu belum ditambah dengan anggaran pusat dan diharapkan dapat meng-cover pembangunan Provinsi Papua Tengah. Sedangkan, kalau Nabire maka negara melalui pemerintah akan membangun dari bawah dan akan menghabiskan anggaran negara lebih besar.Apalagi, letak geografis Nabire tidak mendukung untuk Ibu Kota Papua Tengah. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)