Oleh Leonardus Tumuka, Ph.D
Alumni The University of The Philippines Los Baños, Laguna, Filipina
PALING kurang pertanyaan retoris di atas baik dilontarkan. Mengapa pertanyaan itu lahir? Tak lain karena nasib generasi muda tanah Papua yang pernah dikirim ke luar negeri untuk studi oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Papua berada dalam kondisi yang sungguh memprihatinkan.
Bagaimana tidak? Informasi tentang kesulitan mahasiswa tersebut bukan baru mencuat dan menjadi konsumsi publik Tanah Air saat ini. Lebih dari itu, juga memprihatinkan masyarakat bumi Cenderawasih terutama orangtua pelajar dan mahasiswa.
Gelisah malah mendera mahasiswa dan pelajar sendiri yang tengah menempuh studi di luar negeri. Karena itu, sangat disayangkan jika teriakan ‘minta tolong’ mahasiswa dan pelajar sekadar angin lalu berbagai pihak, stakeholder. Di internal Papua, nampaknya pemerintah provinsi tidak memiliki niat baik dan kerinduan kolektif untuk menolong adik-adik mahasiswa asal Papua di luar negeri.
Sebagai orang yang pernah menempuh studi di luar negeri, tentu memahami betapa sulitnya menjadi mahasiswa. Jangankan luar negeri, mahasiswa dalam negeri saat menghadapi ketidakpastian pembiayaan seperti ini pasti juga mengalami kesulitan yang berujung stress.
Apalagi tidak semua pelajar taupun mahasiswa yang memiliki kondisi ekonomi orangtua yang mampu. Mereka berjuang untuk menghadirkan secercah asa bagi orangtua dan keluarga besar di kampung halaman, tanah Papua.
Negara melalui pemerintah baik pusat dan daerah seharusnya bisa berpikir dan menempatkan anak-anak Papua layaknya anak sendiri. Bagaimana mungkin kita membiarkan anak-anak kita berada dalam kondisi luar negeri dalam ketidakpastian seperti ini?
Pengalaman studi
Sebagai salah satu peserta beasiswa yang pernah dikirimkan untuk studi di Pulau Jawa, dengan 71 orang pada 22 tahun lalu, penulis patut berbangga dan mengacungi jempol dobel atas upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua saat itu yang membangun kerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Umum guna menempatkan kami di beberapa sekolah terbaik di sana.
Hal itu merupakan sesuatu yang sangat membanggakan dan layak untuk selalu dikenang. Kami (mahasiswa asal Papua) ditempatkan di berbagai kota mulai dari Jawa Timur hingga Jawa Barat. Pendekatan yang dibangun untuk memastikan kami nyaman belajar pun benar-benar membanggakan.
Kami diperhatikan dengan baik hingga menyelesaikan pendidikan SMA di kota studi masing-masing. Walaupun kami tidak dibiayai hingga perguruan tinggi, tetapi kami sudah punya modal kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi di Pulau Jawa. Pengalaman hidup ini membantu kami mengalami berbagai momen pendidikan selanjutnya dengan baik dan lancar, entah dimana pun kami berada saat ini. Saya yakin kami semua, mahasiswa asal Papua, siap.
Pengalaman di atas ini bertujuan untuk melukiskan betapa seriusnya pemerintah saat itu. Bahkan masing-masing pemerintah kabupaten melalui dinas pendidikan juga memberikan dukungan maksimal.
Seharusnya, pengiriman adik-adik Papua ke luar negeri, di daerah yang asing, di mana orangtua dan keluarga bahkan mahasiswa tersebut sudah menaruh harapan kepada pemerintah provinsi sejak proses seleksi diberikan perhatian dengan maksimal jauh lebih baik dari mahasiswa asal Papua tahun-tahun sebelumnya.
Seharusnya juga dicari solusi tanpa saling melempar tanggung jawab dengan alasan hadirnya daerah otonom baru (DOB) provinsi di tanah Papua. Sebab proses yang sudah dimulai, harusnya diperjuangkan dan didukung hingga selesai studi.
Jika melempar tanggung jawab dengan alasan DOB, ini hanya menambah kebingungan dan ketidakpastian. Sebab faktanya, menunggu kepastian untuk kategori luar negeri ini sungguh berat bagi adik-adik yang studi di sana.
Saya beruntung dibiayai oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amugme dan Kamoro (LPMAK) ketika studi di luar negeri, juga karena dukungan Yayasan Bina Teruna Indonesia Bumi Cendrawasih (Binterbusih) yang terus mendorong saya saat itu.
Sehingga pendidikan di Filipina penulis selesaikan dengan baik dan lancar. Saya pasti benar-benar kesulitan jika tidak diberikan dukungan pendidikan secara intensif.
Melihat situasi adik-adik seperti ini dalam ketidakpastian, saya sungguh merasa sedih merasakan betapa beratnya situasi yang dialami oleh adik-adik. Bagaimana mereka jauh dari keluarga dengan kondisi ekonomi keluarga yang mungkin pas-pasan sementara kebutuhan hidup sehari-hari harus terus dilewati: Makan, minum, penginapan, studi, transportasi dan lain sebagainya.
Segera ditanggapi
Ini tanggung jawab siapa? Kondisi ini harus segera ditanggapi serius oleh seluruh pemangku kepentingan di Papua. Bukan terus tutup mata dan membiarkan ketidakpastian ini berlanjut, Come on! Ini situasi yang benar-benar sulit. Pemprov Papua harus serius memberikan solusi bagi studi adik-adik mahasiswa Papua.
Jika ada hal yang mengganjal dan menjadi penghambat pembayaran biaya studi, sebaiknya segera diselesaikan. Papua ini tanah penuh dengan emas. Aneh jika persoalan ini tidak dapat diselesaikan.
Malah tambah membingungkan adalah seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota kehilangan mencari Solusi mengatasinya. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak berada di level pemegang kekuasaan? Bagaimana dengan orangtua dari adik-adik ini? Bagaimana dengan nasib adik-adik di luar negeri?
Persoalan ini sudah memakan waktu yang lama dan para mahasiswa Papua yang ada di luar negeri membutuhkan dukungan solusi secara maksimal, termasuk dukungan negara. Berkaitan dengan hal ini, sebagai salah satu alumni luar negeri, penulis meminta dengan hormat Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir Joko Widodo untuk dapat memerintahkan instansi pemerintahan terkait mengakhiri situasi pendidikan adik-adik Papua yang tengah menderita kesulitan biaya studi di luar negeri.
Pemprov Papua kelihatan tidak punya kemampuan untuk menyelesaikan persoalan ini. Sementara waktu terus berjalan dan adik-adik mahasiswa asal Papua di luar negeri beserta orangtuanya berada dalam kecemasan berbulan-bulan dan menanti dalam ketidakpastian. Mereka hanya berharap situasi ini segera berakhir dan adik-adik yang studi di luar negeri memperoleh kepastian.