SUGAPA, ODIYAIWUU.com — Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Papua melalui statemen bersama, Minggu (18/5) meminta Menteri HAM Republik Indonesia Natalius Pigai mendesak pihak Satuan Tugas (Satgas) Gabungan TNI Koops Habema melindungi masyarakat sipil dalam wilayah konflik bersenjata di Intan Jaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958.
Koalisi yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Perkumpulan Advokasi Hak Asasi Manusia (Paham) Papua, Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), Serikat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Sinode Tanah Papua, Serikat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Fransiskan, Yayasan Anak Dusun Papua (Yadupa), Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsham) Papua, LBH Papua Merauke, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Papua juga meminta Komnas HAM RI dan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI segera melakukan investigasi atas konflik di Intan Jaya yang berujung jatuhnya korban.
“Kami minta Menteri HAM segera memastikan kepatuhan Satgas Gabungan TNI Koops Habema melindungi masyarakat sipil dalam wilayah konflik di Intan Jaya. Ketua Komnas HAM RI dan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Papua segera lakukan investigasi anggota Satgas Gabungan TNI Koops Habema atas dugaan tindakan pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan di Intan Jaya,” ujar Koordinator Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua Emanuel Gobay, SH, MH kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Minggu (18/5).
Menurut Emanuel, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi mengatakan, Satgas Gabungan TNI Koops Habema melakukan operasi penindakan terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah, Rabu (14/5).
Operasi yang dilakukan sejak pukul 04.00 hingga 05.00 WIT menyasar Kampung Titigi, Ndugu Siga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Zanamba. Dalam operasi itu, 18 anggota OPM tewas, termasuk salah satu pentolannya, Nekison Enumbi alias Bumi Walo Enumbi.
Sedangkan, Bupati Intan Jaya menyebut hanya ada tiga orang korban konflik dievakuasi ke Timika. Sementara ada itu, ada beberapa orang warga sipil meninggal dunia dan lainnya belum diketahui informasinya. Anggota OPM yang meninggal dunia empat.
Emanuel menjelaskan, atas keterangan Bupati Intan Jaya secara langsung membantah keterangan Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi terkait 18 anggota OPM di atas. Melalui keterangan Bupati Intan juga menunjukkan bukti bahwa Satgas Gabungan TNI Koops Habema melakukan operasi penindakan terhadap OPM di Sugapa menyasar masyarakat sipil yang hidup dalam wilayah konflik di Intan jaya.
“Fakta itu secara langsung menunjukkan bukti bahwa Satgas Gabungan TNI Koops Habema tidak menjalankan perintah ketentuan Pasal 3 Ayat 1 Konvensi Jenewa Tahun 1949 yang telah diratifikasi ke dalam Undang Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut-Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949,” ujar Emanuel.
Konvensi itu menyebutkan, dalam hal sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu dari pihak peserta, tiap pihak dalam sengketa itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut.
Orang-orang yang tidak turut serta aktif dalam sengketa itu, termasuk anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lainnya serupa itu.
Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan ditempat apapun juga yaitu (i) tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan;penyanderaan.
Kemudian, (ii) perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat; (iii) menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan segenap jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa beradab.
Menurut Emanuel, atas dasar adanya fakta belasan masyarakat sipil Papua jadi korban dalam operasi penindakan terhadap OPM di Sugapa, jelas menunjukkan bukti bahwa Satgas Gabungan TNI Koops Habema melanggar Pasal 3 Ayat 1 Konvensi Jenewa Tahun 1949 yang telah diratifikasi ke dalam Undang Undang Nomor 59 Tahun 1958 atau dapat dikatakan Satgas Gabungan TNI Koops Habema melanggar hukum perang.
“Dalam kasus tindakan Satgas Gabungan TNI Koops Habema di Intan Jaya, Menteri HAM Republik Indonesia diminta memastikan kepatuhan Satgas Gabungan TNI Koops Habema melindungi masyarakat sipil dalam wilayah konflik bersenjata sesuai Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 di Intan Jaya,” ujar Emanuel.
Selain itu, pihak koalisi juga meminta Menteri HAM segera membentuk kebijakan pelanggaran Konvensi Jenewa dalam konflik bersenjata internal adalah pelanggaran HAM berat dan kebijakan perlindungan masyarakat sipil dalam konflik bersenjata internal.
“Ketua Komnas HAM RI dan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM RI Papua segera melakukan investigasi anggota Satgas Gabungan TNI Koops Habema atas dugaan tindakan pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan di Intan Jaya. Komandan Kogabwilhan III wajib memfasilitasi anggota Satgas Gabungan TNI Koops Habema memberikan keterangan kepada Komnas HAM RI,” kata Emanuel.
Pihak TNI sebelumnya mengklaim berhasil melumpuhkan 18 anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) dalam sebuah operasi militer di Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah, Rabu (14/5).
Aksi tersebut digelar oleh Satuan Tugas (Satgas) Habema TNI sejak pukul 04.00 hingga 05.00 WIT, dengan fokus pada lima kampung yaitu Kampung Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Zanamba.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan, operasi dilakukan sebagai upaya melindungi warga Papua dari ancaman kelompok bersenjata.
“TNI hadir bukan untuk menakut-nakuti rakyat, tetapi untuk melindungi mereka dari kekerasan dan intimidasi yang dilakukan kelompok bersenjata. Operasi ini dilakukan secara terukur, profesional, dan mengutamakan keselamatan warga sipil. Kami tidak akan membiarkan rakyat Papua hidup dalam ketakutan di tanah kelahirannya,” ujar Sianturi di Jakarta, Kamis (15/5).
TNI menyampaikan, operasi gabungan tersebut berhasil mensterilkan wilayah Sugapa Lama dan Kampung Bambu Kuning dari kelompok bersenjata yang dipimpin Daniel Aibon Kogoya, Undius Kogoya, dan Josua Waker.
Dari hasil operasi, diamankan sejumlah barang bukti seperti senjata AK-47, senjata rakitan, amunisi, busur panah, bendera Bintang Kejora, dan alat komunikasi. Seluruh personel TNI dilaporkan dalam kondisi aman dan lengkap.
Adapun operasi ini dilakukan menyusul tindakan kelompok separatis yang diduga memanipulasi kedatangan TNI yang berniat memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan serta mendukung pembangunan infrastruktur jalan menuju Hitadipa. TNI menuding OPM menjadikan warga sipil sebagai tameng serta menyebarkan narasi menyesatkan yang menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. (*)