SUGAPA, ODIYAIWUU.com — Perayaan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 menjadi momentum memilukan bagi sebagian warga masyarakat sekaligus umat Kristiani yang tinggal di beberapa kampung atau desa di Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.
Mereka rela bertaruh nyawa di atas seutas kawat kecil menyeberangi Sungai atau Kali Kemabu menuju Sugapa, kota Distrik Sugapa, demi membeli kebutuhan bahan makanan (bama) selama perayaan Natal hingga memasuki tahun baru 2024. Jalan setapak sejauh kurang lebih 50 kilo meter ditempuh warga berjalan kaki demi membeli kebutuhan harian saat Natal dan Tahun Baru.
“Beberapa hari lalu, kerabat saya Feri Duwitau mengabarkan ia rela melewati seutas kawat kecil menyeberang Kali Kemabu untuk membeli kebutuhan bama di Sugapa. Ya, memang sangat beresiko dan seperti bermain-main dengan kematian. Tapi, kalau tidak nekat, mereka tidak bisa makan dan minum,” ujar Elieser Tipagau, warga asal Distrik Homeyo kepada Odiyaiwuu.com dari Sugapa, Intan Jaya, Sabtu (23/12).
Menurut Tipagau, masyarakat yang memanfaatkan kawat sekadar menyeberang sungai bukan hanya warga Kampung atau Desa Bubisiga. Warga kampung lain seperti Jombandoga, Kobae, Selemama, dan Waiagepa juga melewati Kali Kemabu yang bermodal seutas kawat.
“Warga masyarakat bukan saja orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan yang masih kuat berjalan kaki puluhan kilometer ke Sugapa. Kadang ibu-ibu, warga lanjut usia bahkan anak-anak juga nekat meski rentan putus saat melintas di atas kawat. Anak-anak kecil malah sering dilarang orangtua karena selain berjarak jauh ke Sugapa, ada kecemasan kawat terputus atau hujan deras dari gunung menyentuh kawat,” kata Tipagau.
Menurut Tipagau, bila melihat kondisi kali yang berdiameter sekitar 20 meter Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) Intan Jaya tidak akan mampu membangun sebuah jembatan untuk memberikan akses bagi masyarakat baik di Distrik Homeyo dan Sugapa bepergian untuk berbelanja memenuhi kebutuhan hidup.
“Saya lihat untuk membangun semacam jembatan ukuran sedang atau besat membutuhkan intervensi dana bersumber APBD Provinsi Papua Tengah atau APBN. Selama ini, masyarakat sepertinya hanya pasrah pada nasib karena Pemerintah Kabupaten Intan Jaya belum melihat jembatan sebagai sarana vital masyarakat menggerakkan roda perekonomian desa,” katanya.
Kisah pilu warga masyarakat Kampung Bubisiga rela berjalan kaki ke Sugapa demi membeli kebutuhan hidup. Maklum, hingga saat ini belum ada akses jalan baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Sejak masih bergabung dengan kabupaten induk, Paniai, akses jalan ini nihil perhatian pemerintah.
“Jembatan gantung pernah dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Paniai sebelum Intan Jaya berdiri sendiri sebagai daerah otonom baru. Namun, oleh karena kayu yang digunakan lapuk dimakan usia sehingga diganti dengan kawat kecil yang menjadi juruselamat kehidupan ekonomi warga. Bubisiga merupakan kampung terluar dari Distrik Homeyo di Intan Jaya,” katanya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)