Oleh Frans Maniagasi
Pengamat Masalah Papua
PAKET kebijakan otonomi khusus (otsus) yang diawali perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua, dan penjabarannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua dan PP 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Kemudian Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2022 tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otsus Papua atau Badan Pengarah Papua (BPP) dan menyusul Perpres tentang Rencana Induk Pembangunan Papua dan Rencana Aksi merupakan arah dan pedoman dalam rangka akselarasi pembangunan di Papua.
Paket regulasi ini adalah political will pemerintah untuk mempercepat kesejahteraan orang asli Papua (OAP) dengan perlakuan khusus di sektor pendidikan dan SDM, kesehatan dan ekonomi lokal. Pengalaman empiris penyelenggaraan otsus 20 tahun (2001-2021) menunjukkan tidak ada arah dan pedoman yang jelas dan pasti yang dapat dijadikan standar dan indikator untuk mengukur sukses tidaknya otsus.
Akibatnya, otsus diterjemahkan secara parsial, semau gue dan dilaksanakan menurut selera dan kepentingan masing-masing. Ironinya, otsus diidentikkan dengan otonomi umum bahkan otsus direduksi maknanya hanya persoalan money (dana otsus), sehingga bias pada tataran konseptual mau pun operasionalnya. Timbullah inefisiensi, dan praktek-praktek koruptif terhadap dana otsus dan dana-dana pembangunan lain tanpa terkendali lagi.
Badan Pengarah Papua
Kehadiran dan keberadaan Badan Pengarah Papua (BPP) sesuai Pasal 68 A (UU No 2/2021) dan PP No 106/2021 dengan tugas dan fungsinya untuk melakukan koordinasi terpadu, sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan pelaporan baik konseptualisasi dan prakteknya pada kementerian dan lembata (K/L) dan pemerintah provinsi, kabupaten/kota untuk memastikan setiap tahapan program percepatan dan dana-dana pembangunan, termasuk dana otsus agar tepat sasaran dengan mengedepankan prinsip perlakuan khusus (special treatment) untuk masyarakat asli.
Badan ini tidak otoritatif sebagai eksekutor tapi fungsinya adalah direction sehingga tugasnya melakukan kordinasi terpadu, sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan pelaporan dari K/L dan pemerintah provinsi, kabupaten/ kota dan distrik. Badan ini tidak mengintervensi fungsi dan tugas pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan distrik. Hal ini perlu dipertegas dari awal sehingga tidak menimbulkan perbedaan pendapat atau polemik dikalangan kita.
Seperti polisi lalu lintas tupoksinya mengarahkan, mengawasi, mengevaluasi, dan melaporkan program- program otsus dan pembangunan supaya terarah, fokus dan terkonsentrasi mewujudkan tujuan UU Nomor 21/2001 junto UU Nomor 2/2021. Dengan demikian tidak meleceng jauh dan tak mengulangi kekeliruan dan kesalahan masa lalu.
Substansinya BPP tidak saja fokus pada program dan dana agar terarah tapi lebih adalah mendorong dan mempertajam perlakuan khusus. Otsus tanpa perlakuan khusus kehilangan maknanya. Pengalaman menunjukkan perlakuan khusus ini selama 20 tahun terabaikan.
Justru sebaliknya, yang terjadi adalah official treatment, perlakuan khusus untuk pejabatnya. Akibatnya, kondisi terkini yang dirasakan dan dialami oleh masyarakat Papua, jauh panggang dari api.
Badan ini juga mendorong, mengadvokasi, mensupervisi agar setiap program pembangunan termasuk produk legislasi Perdasi dan Perdasus yang protektif, afirmatif, dan pemberdayaan, di-reviuw atau ditinjau dan dievaluasi produk-produk legislasi yang selama ini telah diterbitkan, tapi tak terlaksana.
Implikasi
Keberadaan BPP ini menurut pendapat saya minimal berimplikasi pada tiga hal. Pertama, merupakan terobosan baru dalam mekanisme direction –mengarahkan program dan dana– otsus dan dana pembangunan benar-benar tepat sasaran sesuai perlakuan khusus dan berbasis kinerja. Tepat guna, tepat sasaran, setiap program memiliki pertanggungjawaban rupiah. Tanpa program, tanpa uang.
Artinya program mesti sesuai aspirasi, tuntutan, kepentingan dan kebutuhan orang asli Papua sehingga pemanfaatan dana otsus dan dana-dana pembangunan memberikan nilai tambah terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat asli bukan kesejahteraan pejabatnya.
Oleh karena itu badan pun bekerja berpedoman pada Rencana Induk dan Rencana Aksi, yang telah mengakomodir aspirasi, tuntutan, kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan sewaktu-waktu dapat ditinjau atau direvisi dan diadaptasikan dengan keinginan mereka.
Kedua, bekerja berdasarkan data (data base) dan informasi standar tentang kondisi demografi, termasuk populasi orang asli Papua, sosial kultural dan ekonomi. Data dan informasi ini dapat diakses oleh K/L secara nasional dan daerah. Sehingga dipastikan program pembangunan yang dilakukan menyasar komunitas-komunitas adat, agama, perempuan, dan anak-anak, serta meminimalisasi kemiskinan, kemiskinan ekstrim dan stunting.
Data dan informasi sebagai penunjuk dan mudah diakses oleh para pemangku kepentingan dalam rangka mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otsus dengan indikator yang pasti dan terukur. Kerja teknokratis, profesional, statistik, matematis berdasarkan data kuantitatif dan alat ukur yang pasti, digitalisasi, transparansi dan akuntabiliti.
Ketiga, kita perlu mengoptimalkan peluang ini paling tidak melalui seperangkat regulasi dan keberadaan BPP untuk 20 tahun kedepan (2021-2041) guna menata pembangunan sesuai otsus dengan prioritas perlakuan khusus untuk orang asli Papua.
Peluang ini menjadi inovasi untuk mengakselarasi pembangunan masyarakat Papua mencapai kesejahteraan dan keadilan. Inovasi juga mencakup perubahan mindset pusat terhadap Papua dan Papua terhadap pusat, sehingga menepis kecurigaan, membangun kepercayaan (trust building) antara Jakarta dan Papua.
Di samping itu proses musyawarah mufakat untuk menyelesaikan permasalahan mendasar seperti yang tercantum dalam Pasal 45 dan 46 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 junto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021.
Mungkin itulah arah dan peluang bersama antara pusat dan Papua guna akselarasi kemajuan dan sekaligus percepatan penyelesaian permasalahan Papua secara demokratis, jujur, adil, dan bermartabat.