WAGHETE, ODIYAIWUU.com — Peringatan Hari Raya Jumat Agung (15/4) umat Paroki Segala Orang Kudus Diyai, Dekanat Tigi, Keuskupan Timika, Papua, terasa berbeda.
Pastor Paroki Segala Orang Kudus Diyai RD Damianus Yawina Adii, Pr bersama umat paroki serta umat Paroki Santo Yohanes Pemandi Waghete menancap Salib pada 14 titik di sekeliling Danau Tigi, destinasi wisata eksotik di wilayah Distrik Tigi dan Tigi Barat, Kabupaten Deiyai.
Danau purba ini berada di ketinggian 1.700 m dari permukaan laut (dpl) dengan suhu mencapai 15 derajat Celcius pada siang hari dan 10 derajat Celcius pada malam hari. Danau ini masih alamiah, indah, dan bersih serta menjadi habitat asli ikan mas, lele, mujair, ikan jumbo, dan udang.
Perayaan Jumat Agung merupakan puncak derita Yesus Kristus di Kayu Salib demi menebus dosa umat manusia. Karena itu, untuk merefleksikan perjalanan penderitaan Yesus (via Dolorosa), umat dua paroki di Deiyai melalui panitia paskah berinisiatif mengenang penderitaan Kristus sang Juruselamat menuju Bukit Tengorak atau Golgota dengan menancap salib dari balok berukuran 10 x 10 cm di 14 titik di pinggir Danau Tigi.
“Penancapan Salib mengelilingi Danau Tigi memberi ruang bagi umat Katolik Segala Orang Kudus Diyai dan umat Katolik Santo Yohanes Pemandi Waghete merefleksikan dan merenungkan betapa beratnya Yesus memikul salib sambil dicambuki para algojo demi menebus dosa umat manusia. Beban dosa manusia rela ditanggung Yesus demi kasih dan cintanya yang besar dan tak bertepi bagi manusia. Karena itu sebagai pengikut Kristus Yesus, setiap umat Kristiani wajib memikul salibnya dan setia bersolider dengan sesamanya setiap menghadapi berbagai persoalan dan beban hidup,” kata RD Damianus Yawina Adii, Pr.
Ketua Komisi Kerasulan Awan (Kerawam) Paroki Yohanes Pemandi Waghete Tino Mote mengaku terharu dan bangga atas inisiatif panitia dan umat di bawah kepemimpinan Pastor Adii merayakan Jumat Agung dengan melakukan pemancangan 14 salib di sekeliling Danau Tigi.
“Prosesi pemancangan 14 salib di pinggiran Danau Tigi sangat relevan mencermati realitas sosial kemasyarakatan belakangan. Dua minggu lalu para tokoh agama dan adat bersama Kepala Distrik Tigi dan Tigi Barat sepakat melarang aneka penyakit sosial seperti perjudian, minuman keras atau makan pinang. Momentum peringatan Jumat Agung dengan menancap salib sekaligus mengingatkan bahwa aneka penyakit sosial itu lebih banyak mudarat dibanding manfaat bagi umat dan warga,” ujar Tino Mote.
Panitia Paskah Paroki Segala Orang Kudus Diyai Leander Pekei mengemukakan, pemancangan salib di sekeliling Danau Tigi sekaligus mengingatkan umat bahwa penyakit sosial seperti judi, mabuk dan makan pinang bertentangan dengan kehendak Allah dikubur di bawah kaki salib di 14 titik di pinggir danau.
Tino Mote, mantan pengurus Pemuda Katolik Deiyai dan Ketua KNPI Deiyai menambahkan, dulu Deiyai merupakan wilayah yang tak pernah tersentuh aneka penyakit sosial seperti judi dan minuman keras (miras). Perjalanan waktu dan perkembangan sedikit mengubah perilaku warga dengan hadirnya penyakit sosial itu yang ikut pula menjerumuskan mereka dalam judi maupun pesta miras.
Tokoh muda Deiyai Dr (Cand) Ferdinant Pakage, MM menyampaikan apresiasi kepada umat Paroki Segala Orang Kudus Diyai dan Umat Paroki Santo Yohanes Pemandi Waghete atas inisiatif positif merayakan Jumat Agung dengan menancap 14 salib di sekeliling Danau Tigi yang langsung dipimpin RD Damianus Yawina Adii, Pr.
“Perayaan Jumat Agung yang melibatkan umat dua paroki dengan memancang 14 salib di pinggir dana merupakan program menarik da perlu dipertahankan. Ini sejalan dengan langkah tokoh agama dan dewan adat melakukan deklarasi pelarangan meminum dan menjual minuman keras, makan pinang yang kerap mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Sejak judi dan miras dilarang, Deiyai terlihat bersih, aman dan sejuk. Program-program seperti itu perlu dilestarikan di masa akan datang,” ujar Ferry Pakage, yang juga Ketua Lembaga Masyarakat Sejahtera Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)