Ketua Komisi Informasi Papua Wilhelmus Pigai: Sistem Pengelolaan Informasi Badan Publik Belum Maksimal - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Ketua Komisi Informasi Papua Wilhelmus Pigai: Sistem Pengelolaan Informasi Badan Publik Belum Maksimal

Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Papua Wilhelmus Pigai. Foto: Istimewa

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Langkah pemerintah pusat memekarkan sejumlah wilayah di tanah Papua menjadi calon provinsi baru seperti Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan mendapat reaksi penolakan sebagian besar warga masyarakat tanah Papua. Penolakan itu beralasan karena badan publik di tingkat kabupaten maupun kota yang memiliki otoritas memberikan belum maksimal belum memberikan informasi clear kepada masyarakat.

Misalnya, soal luas wilayah, jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain agar masyarakat paham niat atau rencana pemerintah pusat menjadikan sebuah wilayah layak menjadi provinsi baru. Masyarakat juga perlu proaktif melaporkan akses informasi yang tersumbat terkait layak tidaknya sebuah wilayah dimekarkan menjadi provinsi kepada pemerintah pusat melalui pemerintah daerah.

“Sejak Komisi Informasi Provinsi Papua dibentuk tahun 2014 hingga tahun 2022, sudah ratusan kasus sengketa informasi publik yang telah disidangkan di Komisi Informasi Provinsi Papua. Penyelesaian sengketa informasi publik yang ditangani adalah sebagian besar kasus dana kampung, pengadaan barang dan jasa, pertanahan, dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan beberapa kasus lainnya,” kata Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Papua Wilhelmus Pigai kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi di Jayapura, Minggu (13/3).

Mus Pigai mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan informasi publik oleh badan publik pemerintah kepada masyarakat di tanah Papua belum maksimal dilakukan. Padahal Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan badan publik untuk membuka secara transparan kebijakan, program, dan anggaran setiap tahun kepada masyarakat. Bahkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik di tanah Papua belum maksimal dilakukan.

“Budaya tertutup dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kampung hingga kota atau pusat pemerintahan masih kuat dan ini membuat masyarakat menjadi curiga. Dampaknya adalah pelayanan publik kurang maksimal dilakukan. Para pejabat publik lebih banyak meninggalkan tempat tugas berlama-lama dan jarang melakukan kunjungan ke kampung-kampung untuk melihat kondisi obyektif masyarakatnya,” kata Mus Pigai.

Mus menambahkan, jika pelayanan publik dilakukan secara terbuka dan transparan, pihaknya yakin dan percaya kehidupan masyarakat akan menjadi lebih. Bahkan tidak lagi terjadi pro kontra di tengah masyarakat akar rumput, grassroot terhadap kebijakan publik yang telah ditetapkan. Belakangan ini publik di tanah Papua menyaksikan  terbuka betapa masyarakat melakukan perlawanan secara masif melalui aksi kepada para pemimpin yang mereka pilih akibat kebijakan publik yang dibuat pemimpin alpa ditopang oleh keterbukaan kepada masyarakat yang menjadi muara kebijakan publik.

“Demonstrasi masyarakat Papua, baik di daerah maupun di beberapa kota seperti Jakarta terkait pemekaran provinsi baru di tanah Papua merupakan contoh vulgar informasi publik atas berbagai kebijakan elite yang belum menyentuh bahkan mendarat di tingkat warga akar ruput. Saatnya para pemimpin lokal Papua terbuka menyampaikan berbagai informasi agar masyarakat memiliki informasi utuh atas kebijakan yang dibuat pemerintah,” tandas Mus Pigai.

Pemerintah, ujar Mus sebaiknya berhenti berpikir bahwa kekuasaan itu bebas dari kontrol publik. Kekuasaan selalu diawasi setiap hari karena potensi terbesar dari kekuasaan itu adalah melakukan kesalahan. Kebijakan kekuasaan elit yang abai diketahui masyarakat, sekalipun itu punya niat baik tetapi sepanjang itu tidak dibuka ke publik, warga yang bakal menjadi muara kebiajakan itu, bakal protes dalam bentuk unjuk rasa.

“Kalau negara menggunakan aparatusnya menekan warga karena mereka menolak kebijakan publik yang belum diketahui plus atau minusnya, berpotensi menindas. Saatnya menjadikan badan publik sebagai media efektif jadi milik warga agar kekuasaan langgeng,” ujar Mus menambahkan.

Partisipasi masyarakat

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Nico Siahaan mengemukakan, masyarakat harus mendorong keterbukaan informasi publik di tanah air dengan cara berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan badan publik.

“Saya mengumpamakan semua hidangan sudah disajikan di atas meja, tinggal menunggu orang menikmatinya. Artinya setelah DPR dan pemerintah memutuskan pelaksanaan keterbukaan informasi publik maka giliran masyarakat yang menggunakannya,” kata Nico Siahaan saat berlangsung Bimbingan Teknis Kelompok Kerja Daerah Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2022 yang digelar Komisi Informasi Pusat secara virtual di The Mirah Hotel Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/3).

Kegiatan Bimtek Pokja Daerah IKIP 2022 Regional III yang meliputi Komisi Informasi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat itu, dibuka Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana, bersama Penanggungjawab IKIP Romanus Ndau Lendong setelah Sekretaris KI Pusat Munzaer menyampaikan laporannya.

Nico mengemukakan, sudah saatnya masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik sehingga mendorong badan publik lebih berbenah diri dalam penyediaan informasi publik. Jika suatu daerah ingin meningkatkan indeks keterbukaan informasi publiknya, kata Nico, masyarakat setempat harus menjadi komponen penting untuk mendorongnya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :