Harapan yang Tidak Mengecewakan - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Harapan yang Tidak Mengecewakan

Agustinus Tetiro, anggota Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA). Foto: Istimewa

Loading

Oleh Agustinus Tetiro

Anggota Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA)

SAAT menghadiri Perayaan Natal Nasional di Indonesia Arena, kintal Gelora Bung Karno pada Sabtu (28/12), Presiden Prabowo Subianto menarik perhatian massa dan publik karena beberapa alasan. Pertama, Prabowo tidak menggunakan teks kata sambutan yang telah disiapkan. “Saya lebih suka berbicara dari hati,” jelas Prabowo. 

Kedua, dalam sambutannya Prabowo langsung merespons pesan natal yang diberikan Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Antonius Subianto Bunjamin. “Yang bernama Subianto, orangnya baik-baik,” kelakar Prabowo yang kemudian disambut gelak tawa para hadirin. 

Ketiga, Prabowo sempat mengatakan, “Saya terlahir dari ibu seorang Kristiani. Saya ini bisa dikatakan sebagai contoh anak dari keluarga Pancasila”. Keempat, Prabowo menghembuskan optimisme dan harapan yang positif untuk masa depan Indonesia. “Saya telah melihat data-datanya, saya optimis, kita bisa maju. Hanya, kita perlu bersabar. Kami baru saja mulai bekerja.” 

Kira-kira empat hal itulah yang dalam dugaan saya membuat Prabowo kemudian sangat diapresiasi oleh hampir semua umat Kristiani baik yang hadir di Indonesia Arena malam itu, maupun yang menonton acara tersebut dari layar kaca. 

Orang Kristiani Indonesia adalah anak sah dan pemegang saham Bangsa Indonesia, dan bukan hanya sekadar ngekost di Indonesia, demikian pernyataan ketua umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty. Dalam nada dasar dan semangat sebagai anak sah dan pemegang saham resmi bangsa Indonesia, catatan kecil ini ditulis dari hati dan budi.

Hati dan budi untuk Indonesia

Seperti Presiden Prabowo ingin berbicara dari hati saat perayaan Natal nasional, maka orang-orang Kristiani juga perlu menggunakan logika hati dalam bernegara. Logika hati ini menyangkut banyak hal, terutama dalam menjunjung tinggi etika pembangunan. 

Mgr Subianto berpesan, “Sebagai anak-anak bangsa, mari kita menjadikan Indonesia sebagai Betlehem, tempat Allah hadir dan bertahta”: memberikan terang bagi bangsa dan dunia. Hal ini sejalan dengan pesan bersama Natal 2024 dari PGI dan KWI: Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem!

Mgr Subianto dan Presiden Subianto sama-sama berkomitmen dalam bahasa yang sangat khas pesan Natal untuk sama-sama melawan kegelapan. Keduanya ingin membawa Indonesia kepada Cahaya dan Terang yang memerdekakan. 

Seperti memahami makna Betlehem sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus dan yang secara etimologis berarti “rumah roti”, tempat orang-orangnya tidak boleh mengalami kelaparan, Presiden Prabowo memberikan jaminan bahwa tidak ada sedikitpun niat pemerintahan di bawah kepemimpinannya untuk korupsi. Tidak ada tempat bagi koruptor dalam pemerintahannya. Para pembantu presiden seperti Menteri, para kepala badan/lembaga dan lain-lain siap membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang maju.

Dari pesan harapan Bapa Uskup Subianto dan komitmen etis Pembangunan dari Presiden Subianto, kita mengantongi harapan bahwa Indonesia akan menuju ke jalan pembangunan yang benar. Harapan itu bukan tanpa dasar. Indonesia memiliki semua potensi yang bisa diaktualisir dengan sangat baik dan positif ke depannya. 

Seperti Prabowo bangga terlahir dari ibu seorang Kristiani dan dibesarkan dalam keluarga Pancasilais, maka orang-orang kristiani Indonesia, baik yang terbaptis ataupun orang-orang Kristen anonim (baca: tidak dibaptis secara Kristen, namun yang berkehendak baik dan menghidupi ajaran-ajaran Kristus) perlu mendukung visi bersama untuk Indonesia Maju. Dukungan itu berupa menjadi warga negara yang baik. Baik dalam arti berkontribusi positif dengan tenaga dan pikiran, dengan hati dan budi untuk Indonesia. 

Harapan besar untuk Indonesia

Gereja Katolik Roma melalui Bapa Paus Fransiskus di Vatikan menetapkan 2025 sebagai tahun Yubileum. Secara singkat, tahun yubileum bisa berarti: tahun Rahmat Tuhan yang kembali membuka harapan bagi umat manusia untuk mengarahkan hati kepada Tuhan, sesama dan lingkungan hidup. Tahun Yubileum kali ini mengangkat tema: Peziarah Pengharapan (Italia: Peregrinantes in Spem, Inggris: Pilgrims of Hope). Pencanangan tahun Yubileum ini didahului dengan penerbitan bulla dari Paus Fransiskus berjudul Harapan yang tidak mengecewakan (Spes Non Confundit). 

Manusia memang sangat membutuhkan harapan. Orang bisa saja melupakan segalanya, tetapi jangan sekali-kali menghilangkan harapan. Hanya dengan harapan, orang masih mau melanjutkan kehidupan. 

Orang Latin menyatakan, Dum spiro, spero (Selama saya bernapas, saya berharap). Hal itu benar, akan tetapi, hal yang sebaliknya justru jauh lebih benar, Dum spero, spiro (Selama saya berharap, saya bernafas).

Dalam konteks bangsa Indonesia, harapan itu memang sangat diperlukan. Warga Indonesia menunggu dengan penuh harapan kinerja baik pemerintahan dan wakil rakyat untuk membawa kesejahteraan bersama. Presiden Prabowo mengatakan mereka baru mulai bekerja. 

Para kepala daerah baru juga belum dilantik. Harapan pada titik awal ini tentu saja beralasan. Ada banyak hal yang diharapkan. Kehidupan politik yang kondusif, kondisi ekonomi yang stabil, pengembangan kebudayaan yang produktif, keamanan nasional yang terjamin, keberlangsungan dan keberlanjutan alam dan masyarakat adat, supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM), dan hal-hal penting lain. 

Menarik bahwa Presiden Prabowo kemudian juga memberikan pesan untuk bersabar. Mengurus bangsa demokratis sebesar Indonesia memang membutuhkan kesabaran. Sikap sabar adalah sebuah keutamaan juga. 

Di tengah kesabaran itu, kita masih tetap berharap. Bersabar tentu saja membutuhkan kebijaksanaan. Bersabar tidak boleh berarti menunda-nunda. Bersabar dalam pengharapan berarti terus berproses dan mengevaluasi setiap inisiatif kemajuan yang digagas.

Pujangga dan filsuf terkemuka Santo Agustinus dari Hippo, yang juga adalah orang kudus Kristiani, mengatakan bahwa harapan dalam kehidupan bersama (baca: kehidupan politik dan sosial) itu mempunyai dua sisi penampakan. “Harapan memiliki dua putri nan jelita, nama mereka adalah kemarahan dan keberanian…. Kemarahan karena melihat realitas yang ada (yang negatif), dan keberanian untuk berusaha agar realitas tidak tetap yang sama.” Mari merawat harapan yang tidak mengecewakan!

Tinggalkan Komentar Anda :