Besok Rocky Gerung dan dan Ade Armando Jadi Saksi Ahli Sidang Kasus Pemuda Papua

Kamis Ini Rocky Gerung dan dan Ade Armando Jadi Saksi Ahli Sidang Kasus Pemuda Papua

Rocky Gerung dan Ade Armando. Foto: Istimewa

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Rocky Gerung, salah seorang pendiri Setara Institut dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Indonesia Dr Ade Armando akan hadir sebagai ahli kasus Elias Ramos Petege di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Kamis (28/7).

“Kamis (28/7) Pak Rocky Gerung dan Pak Ade Atmando hadir dalam sidang lanjutan uji materi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Sidang mulai pukul 11.00 WIB. Saya selaku pemohon mengajukan beliau berdua sebagai saksi ahli dalam persidangan gugatan nikah beda agama,” kata Ramos kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (26/7).

Ramos, pemuda lajang asli Papua kelahiran Distrik Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai kandas menikahi Michella Putri (nama rekaan), gadis pilihannya seorang wanita Muslim akibat terganjal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Ramos akhirnya mengajukan judicial review atau uji materiil terhadap Undang-Undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi dan kasus tersebut kian menghangat dalam sidang yang masih berlangsung hingga saat ini.

“Pak Rokcy akan menyampaikan pandangan dari aspek filosofis, hak asasi manusia, dan demokrasi. Sedangkan Pak Ade Armando sebagai akademisi dan ahli komunikasi mengurai pandangannya dari aspek semiotika, tafsir terhadap teks atau isi pasal 2 dan 8 huruf f UU perkawinan yang sedang diuji,” kata Ramos lebih jauh.

Psikolog Dr Risa Permanadeli sebelumnya saat hadir sebagai saksi ahli mengemukakan, pernikahan beda agama tidak bisa dihindari di negara majemuk dan heterogen seperti di Indonesia. Oleh sebab itu, Risa menilai sudah saatnya negara membuka peluang untuk membolehkan pernikahan beda agama.

“Artinya setiap warga negara, setiap orang dalam perjalanan menempuh kehidupan di negara ini akan selalu memiliki kemungkinan dan peluang untuk bertemu dengan orang lain yang berbeda,” kata Risa di Jakarta, Minggu (3/7).

Menurut Risa, perbedaan tersebut baik terkait suku, bahasa, tradisi, kepercayaan, agama atau mungkin hal yang sangat sepele. Hal sepele itu misalnya soal selera apalagi dengan kehidupan modern di mana semua elemen bertemu seperti arus globalisasi.

“Saya mengajukan judicial review karena negara dalam hal ini pemerintah tidak menjamin hak asasi manusia dan hak warga negara dalam kebebasan untuk memilih agama, kebebasan memilih dan menentukan pasangan hidupnya, hak atas membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah,” ujar Ramos kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta Senin (7/2).

Menurutnya, pemerintah melalui UU itu tidak mengatur secara tegas dan jelas mengenai perkawinan beda agama sesuai Pasal 2 UU tersebut sehingga di tingkat implementasi mengalami tantangan atau penolakan atas perkawinan beda agama.

Hal ini bertentangan dengan Pasal 29 dan 28 UUD 1945. Aturan yang tegas itu, katanya, berpotensi mengandaskan cintanya dengan Putri, gadis berdarah Arab warga negara Indonesia, menuju bahtera rumah tangga sebagai pasangan suami-isteri sah.

“Setelah mengajukan judicial review, saya berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan atau menerima gugatan saya agar hak asasi sebagai warga negara terjamin, terutama memiliki pasangan beda agama yang sudah saling mencintai satu sama lain sehingga hak-hak kami sebagai warga negara dilindungi,” kata Ramos lebih lanjut.

Menurut Ramos, gugatan ini bukan untuk dirinya sebagai pribadi selaku warga negara tetapi agar semua laki-laki lajang warga negara yang cintanya yang berlabuh di hati gadis pilihannya tak kandas gara-gara beda agama.

Pihaknya berharap agar para hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara ini secara adil berdasarkan konstitusi, dan bukan berdasarkan kitab suci agama tertentu. “Cinta tak bisa ditentukan oleh iman, tetapi pilihan atas kehendak bebas sesuai hati nurani dan dijamin UU,” tandas Ramos.

Alasannya, perkawinan dengan wanita pilihannya merujuk juga pada arti dan esensi perkawinan. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Undang-Undang 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki pertimbangan bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional,” kata Ramos menambahkan.

Risa meminta MK mengabulkan permohonannya selaku pemohon dengan membolehkan pernikahan beda agama. Hal ini untuk melindungi hak dan kewajiban setiap warga negara yang hidup yang harus hidup di dalam perbedaan untuk satu tujuan bersama menjadi Indonesia.

Menurut Ramos, gugatan dilayangkan setelah niatnya menikahi kekasihnya seorang penganut Muslim kandas karena terhambat UU Perkawinan.

“Setelah menjalin hubungan selama tiga tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda,” kata Ramos. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :