Surat Gembala Menyambut Pemilu - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Surat Gembala Menyambut Pemilu

Uskup Keuskupan Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Kardinal Ignatius Suharyo

Uskup Keuskupan Agung Jakarta

PARA Ibu dan bapak, suster, bruder, frater, romo, kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus. Pada hari ini, bersama seluruh Gereja kita merayakan Hari Raya Penampakan Tuhan, yang mengakhiri Masa Natal. Pada akhir masa Natal 2023 dan pada awal Tahun Baru 2024 ini, saya masih ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Natal dan Selamat Tahun Baru. Semoga Yesus yang lahir untuk menyatakan kepeduliaan Allah bagi umat manusia dan alam semesta, menjadi sumber inspirasi dan memberikan daya bagi kita, keluarga, komunitas dan seluruh umat untuk terus bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang semakin peduli sesuai dengan semboyan kita: “Semakin Mengasihi, Semakin Peduli, Semakin Bersaksi”. Pada hari ini, sesuai dengan gerak Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), kita memasuki Tahun Solidaritas–Subsidiaritas, dua kata yang tidak bisa dipisahkan dan bermakna mulia.

Kutipan Injil hari ini berkisah tentang tiga orang majus dari Timur. Ada kisah di luar Kitab Suci yang menceritakan bahwa sebetulnya ada orang keempat, yang bernama Artaban. Kisahnya menarik untuk diceritakan.  Ketika itu Artaban sedang bersiap-siap untuk mengadakan perjalanan mengikuti arah bintang. Ia membawa serta emas, perak, permata dan bermacam-macam hadiah mahal lainnya sebagai persembahan kepada Raja yang baru lahir itu. Dalam perjalanannya untuk bergabung dengan ketiga temannya, Artaban berhenti untuk merawat seorang musafir yang sedang sakit. Ia tinggal beberapa lama di situ. Akibatnya ia tertinggal dan kehilangan jejak teman-temannya. Artaban kini sendirian, dan ia membutuhkan “kendaraan” dan perbekalan untuk melanjutkan perjalanannya. Maka Artaban menjual sebagian hartanya untuk membeli makanan serta menyewa unta. Ia sangat sedih karena Sang Raja Baru akan kehilangan sebagian hadiah darinya.

Singkat cerita selama 33 tahun Artaban mencari Yesus dengan sia-sia, dan membelanjakan sebagian besar hartanya untuk orang-orang yang sangat membutuhkan. Akhirnya ia sampai ke Yerusalem pada hari pelaksanaan penyaliban orang-orang hukuman. Artaban segera bergegas ke Kalvari dengan tujuan untuk menemui para serdadu Romawi agar orang yang bernama Yesus dibebaskan sebab pada malam hari sebelum penyaliban tersebut ia bermimpi, seseorang mengatakan bahwa Yesus itu adalah Raja baru yang selama ini ia cari. 2.3. Dalam perjalanannya ke Kalvari ia melihat ada seorang muda yang diseret sepanjang jalan menuju pasar budak. Pemuda itu berseru minta tolong padanya. Tanpa pikir panjang, Artaban melepaskan permata-permata terakhir yang ada padanya sebagai tebusan anak muda tersebut. Artaban tidak memiliki harta lagi sebagai hadiah untuk Sang Raja.

Ketika sampai di Kalvari, hancur hati Artaban karena menyadari bahwa dirinya tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolong Yesus. Suatu keajaiban terjadi, Yesus memandang Artaban dan berkata kepadanya, “Jangan kecewa, Artaban. Kamu telah membantu Aku sepanjang hidupmu. Ketika Aku sakit, engkau merawat Aku, ketika Aku lapar,engkau memberi Aku makan; ketika Aku haus, engkau telah memberi Aku minum; ketika Aku dijadikan budak, engkau membebaskan Aku … “

Kisah itu muncul ketika saya menyiapkan renungan mengenai tema solidaritas dan subsidiaritas yang akan menjadi bahan perenungan kita umat KAJ selama tahun 2024 ini. Semangat solidaritas dan subsidiaritas diharapkan perlu dan dapat diwujudkan dalam lingkup pribadi, keluarga, komunitas, institusi dan juga masyarakat tempat Gereja hadir. Kedua prinsip ini bersumber pada Ajaran Sosial Gereja, yang secara umum menitik beratkan upaya, panggilan, dan ajakan Gereja untuk menghadirkan kesejahteraan bersama bagi semua pihak.

Solidaritas adalah tema sentral dalam Kitab Suci, khususnya ketika kita berbicara mengenai misteri inkarnasi dan misteri penderitaan Yesus Kristus. Allah menunjukkan solidaritas-Nya dengan umat manusia, menjadi sama dengan kita, melalui kelahiran Yesus, Sang Putra. Dalam peristiwa sengsara-Nya, kembali Allah menunjukkan solidaritas-Nya dengan manusia yang menderita, melalui Yesus yang sengsara dan wafat untuk kita. Solidaritas adalah tindakan berbelarasa dan kepedulian Allah yang mau menjumpai dan merasakan hidup bersama manusia dengan segala dinamikanya.

Salib Kristus adalah bahasa paling mudah untuk memahami solidaritas. Yang tergantung di salib adalah Allah yang berbelarasa, Allah yang mau solider memikul hutang dosa dan maut yang tidak dapat dibayar oleh manusia. Penderitaan kitalah yang ditanggung-Nya. Rasa kecewa karena pengkhianatan, mengalami ketidakadilan, ditinggalkan, dipermalukan, yang dialami oleh Tuhan Yesus menjadi cermin paling jernih untuk memaknai perjuangan kita sebagai pengikut Kristus.

Jika tema solidaritas sering dibicarakan dalam hidup menggereja, lain halnya dengan tema subsidiaritas. Dalam pandangan Ajaran Sosial Gereja, prinsip subsidiaritas diperkenalkan pertama kali di abad ke 19 oleh Uskup Emmanuel von Ketteler (Keuskupan Mainz, Jerman). Ia berbicara mengenai “hak subsidiaritas” seluruh kelompok masyarakat. Selanjutnya, prinsip ini digaungkan oleh Paus Leo ke XIII, Paus Pius XI dan oleh Paus Yohanes Paulus II.

Secara prinsip dan dalam konteks sejarah Ajaran Sosial Gereja, subsidiaritas dipahami sebagai tidak adanya intervensi dari kelompok dengan tingkatan lebih tinggi, misal negara, untuk menentukan hal-hal yang dapat diputuskan secara mandiri oleh kelompok dalam tingkatan lebih rendah, misal komunitas iman dan keluarga. Subsidiaritas menekankan prinsip otonomi, kemerdekaan berpendapat, dan rasa hormat terhadap pribadi manusia yang diwujudkan dalam kemandirian untuk pengambilan keputusan.

Semangat yang tampak dalam prinsip subsidiaritas adalah pengakuan akan kekayaan dan kekhasan masing-masing kelompok akar rumput dalam berkontribusi untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama. Subsidiaritas mengakui bahwa masing-masing kelompok memiliki kekhususan yang membuatnya berbeda dari kelompok lainnya, namun semuanya sama-sama dipanggil untuk mewartakan kisah Tuhan yang bermuara pada tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan bersama. Demikian juga di KAJ, kita mensyukuri aneka keunikan dan kekhasan yang dimiliki oleh masing-masing komunitas iman: paroki, komunitas-komunitas kategorial, komunitas pendidikan, komunitas doa, dsb.; yang dengan satu dan lain cara telah berupaya untuk memberikan sumbangsih mereka untuk memajukan kesejahteraan bersama. Dengan demikian wajah Allah yang penuh belas kasih bagi semua orang semakin nyata.

Allah yang kita imani adalah Allah yang terlibat dalam hidup manusia dan melibatkan diri kita untuk ambil bagian dalam kisah-Nya. Sejak awal pelayanan-Nya di Galilea, Yesus selalu melibatkan orang-orang pilihan-Nya, yang diajak untuk ikut terlibat mengambil tanggung jawab dalam karya keselamatan-Nya. Semangat inilah yang ditampakkan dalam tema Arah Dasar (Ardas) KAJ di tahun 2024: Solidaritas dan Subsidiaritas. Seluruh umat KAJ dipanggil untuk menunjukkan semangat solidaritas dengan semua orang, terutama saudari-saudara kita yang berkekurangan dan menderita, sebagaimana Allah telah menunjukkan solidaritas-Nya kepada kita. Cara kita untuk menunjukkan solidaritas tersebut dapat bersumber dari aneka kekhasan, kekayaan, dan keunikan dari masing-masing komunitas iman di KAJ. Allah mengajak kita terlibat untuk menampakkan wajah-Nya yang berbelas kasih sesuai dengan konteks kemasyarakatan yang kita hidupi dan perbedaan kekhasan yang kita miliki.

Saudari-saudaraku yang terkasih. Di tahun 2024 ini, bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum memilih Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) dan para wakil rakyat (Pileg). Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menunjukkan keterlibatan umat Katolik sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. Maka, saya mengajak saudara/i umat Katolik yang telah memiliki hak pilih untuk menggunakan suaranya berdasarkan hati nurani dan kebebasan pribadi. Kita berdoa agar semua proses Pemilu di tahun ini berlangsung jujur, aman, adil, dan damai. Lebih daripada itu, kita berdoa agar para pemimpin yang dipilih rakyat sungguh-sungguh mampu memperjuangkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya demi kepentingan sekelompok orang dan partai-partai politik yang mengusung mereka. Semoga Allah yang bersolidaritas dengan manusia senantiasa menggerakkan hati para pemimpin dan wakil rakyat terpilih untuk bekerjasama mewujudkan tujuan kemerdekaan Indonesia seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945: antara lain untuk melindungi seluruh warga negara Indonesia, mewujudkan kesejahteraan bersama dan mencerdaskan bangsa.

Akhirnya, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para Ibu dan Bapak, Saudari dan Saudara, Kaum Muda, Remaja dan Anak-anak, para suster, bruder, frater dan para imam di KAJ yang dengan satu dan lain cara telah berupaya untuk menampakkan wajah Allah yang peduli dan bersolider bagi umat manusia melalui aneka keterlibatan dan pelayanan. Sekali lagi, saya ucapkan Selamat Tahun Baru 2024 dan selamat menyambut Pemilihan Umum, sambil berdoa semoga terpilih pemimpin-pemimpin bangsa yang mencintai bangsa dan negara tanpa pamrih. Semoga Allah selalu menjaga, melindungi dan melimpahkan berkat kepada kita semua beserta seluruh keluarga dan komunitas kita.

Surat Gembala Menyambut Pemilu dan Ardas Keuskupan Agung Jakarta 2024:

Menjadi Pelayan Menurut Kasih Karunia Allah.

Disampaikan sebagai pengganti khotbah pada Perayaan Ekaristi Hari Sabtu-Minggu (6-7/1).

Tinggalkan Komentar Anda :