Surat Gembala Keuskupan Timika 2023: Jalan Bersama Dalam Satu Keluarga Besar Sebagai Ciptaan Tuhan - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Surat Gembala Keuskupan Timika 2023: Jalan Bersama Dalam Satu Keluarga Besar Sebagai Ciptaan Tuhan

Administrator Diosesan Keuskupan Timika Pastor Marthen Ekowaibi Kuayo Pr. Sumber foto: Facebook Margie Balubun Unitly

Loading

Oleh Pastor Marthen Ekowaibi Kuayo Pr

Administrator Diosesan Keuskupan Timika

SAUDARA saudari umat Tuhan yang kami kasihi. Hari Rabu, tanggal 22 Februari 2023, kita ditandai dengan abu di dahi sebagai tanda kita memasuki masa Pra Paskah. Masa Pra Paskah adalah masa pantang dan puasa. Kesempatan untuk matiraga, melepaskan egoisme pribadi, kebutuhan pribadi dengan memperhatikan kepentingan bersama dan semakin mendekatkan diri dengan Allah.

Kita mengurangi keinginan dan hawa nafsu pribadi demi keselamatan bersama. Masa di mana kita melihat diri pribadi tetapi juga menyadari diri sebagai bagian dari sesama kita dan lebih luas lagi bagian dari alam semesta. Masa Pra Paskah adalah masa atau waktu yang dikhususkan untuk kita menyadari diri kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan bersama dengan ciptaan alam semesta ini. Ciptaan Tuhan bukan hanya manusia tapi manusia adalah salah satu dari ciptaan Tuhan.

Maka sejak tahun 2016 Bapak Paus mengeluarkan ensiklik yang mengajak umat Katolik seluruh dunia untuk menjaga, melindungi dan mengelola keutuhan ciptaan Tuhan (Laudato Si). Bumi ciptaan Tuhan ini rumah bersama semua orang maka kita bersama-sama merawat, melindungi dan mengelola sambil menjaga keseimbangan alam ini.

Seruan menghargai bumi sebagai rumah bersama atau keutuhan ciptaan Tuhan (Laudato Si). Dari Paus Fransiskus telah disesuaikan dengan konteks Papua khususnya Keuskupan Timika dengan menggunakan bahasa simbolis memakai tema Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak). Tunggu Api adalah inti dari dapur yang memberikan kehangatan, penghidupan bagi siapa saja yang tinggal di rumah.

Alam ini ibarat tungku api untuk mengelolah dan memberikan penghidupan bagi umat manusia. Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak) bukanlah suatu program, karena program terbatas dengan waktu tertentu, program punya target dan hasil yang dicapai dalam waktu tertentu.

Gerakan berarti proses dalam kehidupan yang terus-menerus diusahakan oleh kita. Gerakan mengandung spirit yang mengarahkan kita berjuang dalam berbagai segi kehidupan, di dalam keluarga, di dalam Komunitas Basis atau Kombas maupun di tengah-tengah masyarakat.

Sejak tahun 2017 umat Keuskupan Timika telah jalan bersama dalam suatu gerakan bersama yakni Gerakan Tunggu Api Kehidupan (Gertak) dengan Bapa Tunggu Api Kehidupan, Alm Mgr John Philip Saklil sampai tahun 2019.

Gerakan ini masih berlanjut dan menjadi bagian dari perjalanan kehidupan umat di Keuskupan Timika di tahun 2023, walaupun Uskup penggagas gerakan Tungku Api Kehidupan sudah tidak ada bersama kita. Mungkin baik kami mengangkat beberapa kebijaksanaan atau nasehat atau wejangan dari Bapak Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak) Alm Mgr John Philip Saklil.

Jangan hidup dari hasil jual tanah dan dusun tetapi hidup dari hasil olah tanah dan dusun

 Membaca dan menulis lebih penting daripada bicara, belajar lebih penting daripada mengajar

 Lebih baik tidak lancar baca dan tulis, karena tidak sekolah daripada sudah sekolah tapi tidak lancar baca dan tulis

 Anak tidak sekolah atau putus sekolah akan membawa malapetaka dalam hidup keluarga dan masyarakat

 Kehancuran pendidikan sama dengan kehancuran masyarakat

 Jangan mati di rumah kos, rumah sewa, rumah kontrakan, tetapi harus mati di rumah sendiri atau rumah pribadi

 Hidup dari hasil kebun bukan dari hasil proposal

 Jangan pernah hidup bergantung pada orang lain.

Saudara saudari umat Allah yang terkasih, saya mengajak, secara khusus dalam masa Pra Paskah tahun ini, mari kita mengakarkan injil dalam kehidupan kita, khususnya dalam keluarga, dalam kehidupan menggereja, dalam bermasyarakat dan dalam budaya kita. Apapun yang kita buat dalam bentuk gerakan atau program atau Rencana Kerja Strategis (Rentsra).

Bila tidak dilandasi oleh nilai-nilai Injil yang disampaikan oleh Tuhan Kita Yesus Kristus dalam pribadi orang, maka hasilnya tidak akan memberikan makna dalam kehidupan. Pekerjaan kita tanpa disadari oleh nilai-nilai Injil maka yang kita akan capai adalah egoisme kita (menguntungkan pribadi, ataupun kelompoknya) dan mengorbankan sesama maupun alam sekitar kita.

Gagasan Gerakan Tungku Api Kehidupan agar setiap orang menyadari pentingnya melindungi sesama dan mengelolah sumber-sumber hak hidup masyarakat yang beriman dan berbudaya. Tungku api sebagai simbol harus diusahakan menyala dalam terang Tuhan.

Terang Tuhan menjadi jiwa dari Gerakan Tungku Api Kehidupan sehingga kesejahteraan bersama menjadi prioritas. Atas dasar nilai Injil dan terang Tuhan, dunia pendidikan kita akan menghasilkan manusia yang berkualitas.

Ada beberapa tantangan yang kita hadapi bersama dalam keluarga besar di Keuskupan Timika dan pada umumnya di tanah Papua. Tantangan ini akan berdampak besar dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat bila kita tidak mencari solusi yang baik dan tepat. Masa Pra Paskah ini saya menyebutkan dua (2) tantangan yang menghantui kita yang perlu kita cari solusinya.

Pertama, tingkat kemiskinan tinggi. Kenyataan bahwa kekayaan alam Papua berlimpah, tidak diimbangi dengan sumber daya manusia. Sumber daya alam berlimpah tidak dibarengi dengan kemampuan mengolah dan melindungi alam yang ada, mengakibatkan kemiskinan meningkat.

Kekayaan alam bukan lagi dinikmanti oleh pemiliknya tetapi dikelola oleh mereka yang punya ketrampilan dan kemampuan sumber daya manusia. Pengambilan sumber daya alam dalam jumlah yang besar terdiri atas pertambangan, penebangan kayu, perikanan ilegal, perkebunan kelapa sawit, persawahan dan lain-lain.

Sumber daya alam yang kaya di Papua akan tetap menjadi salah satu keluhan utama dan pemicu konflik (baik vertikal antara negara dan rakyat juga secara horisontal antara anggota masyarakat). Selama pembagian dari kekayaan yang terkumpul dari eksploitasi alam itu tidak dibagi secara adil dan jelas.

Kondisi ini tidak diimbangi dengan kenyataan sulitnya akses terhadap berbagai kebutuhan pokok (misalnya pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat), tingginya angka kematian bayi, rendahnya akses terhadap layanan umum, meningkatnya arus urbanisasi.

Kasus migrasi spontan menunjukkan distribusi penduduk yang tidak sejalan dengan distribusi kesejahteraan. Ketidakseimbangan komposisi penduduk tidak hanya terjadi di antara penduduk daerah perkotaan dan pedesaan, tetapi antara masyarakat asli Papua dan non Papua.

Kedua, krisis pendidikan. Kenyataan bahwa terjadi ketidakseimbangan pendidikan di pusat-pusat kota kabupaten dengan pendidikan di pinggiran kota, di pedalaman dan pesisir. Proses belajar mengajar (DKBM) di sekolah-sekolah pinggiran kota tidak berjalan dengan baik. Yang menjadi persoalan besar adalah sekolah-sekolah di pinggiran kota, di pedalaman dan pesisir yang nota bene kantong-kantong masyarakat local atau Papua sekolah tidak berjalan lancar.

Akibatnya, kebanyakan anak-anak Papua tidak tahu baca, tulis dan hitung, dan putus sekolah. Sekolah-sekolah menghasilkan banyak lulusan tetapi anak-anak tidak bisa meneruskan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi karena tidak lulus tes atau diterima tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sekolah. Misalnya beberapa sekolah YPPK di kota menolak menerima anak-anak yang tidak tau membaca, tulis dan hitung, walaupun yayasan mendesak untuk menerima.

Ruang kelas ada yang kosong tetapi menolak menerima karena guru tidak mau repot mengajar ulang. Banyak anak sekolah yang mencari sekolah yang tidak berkualitas agar dengan mudah mendapatkan ijazah. Kualitas pendidikan rendah akan menghasilkan rendahnya kualitas hidup masyarakat dan gereja. Kualitas pendidikan yang rendak akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang karakter kepemimpinannya juga rendah.

Kita akan menghasilkan pemimpin yang akan menjadi beban masyarakat. Pendidikan yang tidak membentuk karakter manusia, akan menghasilkan pemimpin yang hanya menghabiskan uang rakyat dengan jalan-jalan, minum mabuk, bagi-bagi uang dll tanpa memikirkan, merencanakan dan melaksanakan program yang jelas untuk memberantas kemiskinan dan memberdayakan sumber daya manusia Papua.

Akhir-akhir ini kebijakan pemerintah pusat yang berubah-ubah membingungkan tenaga-tenaga pendidik dan kependidikan model P3K dll, mengakibatkan masa depan guru-guru semakin tidak jelas dan berdampak pula pada pengabdian dalam tugasnya. Banyak sekolah tingkat SMP dan SMA yang didirikan pemerintah hampir di setiap distrik tanpa memperhitungkan ketenagaan (guru) dan fasilitas pendukung bagi para didik dan pendidik.

Saudara saudari yang terkasih, Sesuai dengan tema Pra Paskah tahun 2023: Jalan Bersama Dalam Satu Keluarga Besar Sebagai Ciptaan Tuhan. Saya mengajak untuk: Pertama, mengalami dan merasakan dalam diri kita masing-masing bahwa kita jalan bersama dengan yang lain (entah sesama manusia atau alam) dalam tuntutan dan bimbingan Tuhan. Karena orang yang merasa dirinya sedang jalan bersama dengan orang lain atau bagian dari alam ciptaan Tuhan, maka dia akan menghargai dan menghormati serta mengasihnya. Dia tidak akan melihat dirinya sebagai manusia super dan egois.

Dia tidak akan merampas hak orang lain dan tidak menjadi rakus dalam hidupnya. Orang yang merasa dirinya bagian dari ciptaan Tuhan, maka dia akan berkorban untuk keselamatan sesamanya dalam kehidupan. Dia akan terlibat dalam usaha memberantas kemiskinan dan bukan pencipta ruang kemiskinan. Orang yang merasa dirinya bersama dengan sesama yang lain dalam Tuhan, dia akan menyelamatkan anak-anak muda dari kebodohan dan keterbelakangan.

Kedua, saya mengajak kita semua menghidupi kehidupan ini atas dasar nilai-nilai Injil Tuhan kita Yesus Kristus. Gerakan Tungku Api Kehidupan adalah gerakan mengakarkan nilai-nilai Injil dalam kehidupan. Tungku api tetap menyala kalau Injil mengakar dalam kehidupan kita.

Sukacita bisa dialami oleh manusia kalau manusia percaya bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan bagi manusia untuk menjaga dan melestarikan demi kesejahteraan hidup manusia dan semua mahkluk hidup di atas dunia.

Tantangan pendidikan dan kemiskinan di tanah Papua harus dihadapi dan diperjuangkan atas dasar nilai-nilai Injili dan iman bukan landasan politis. Orang yang berimanlah yang akan merubah dunia Pendidikan dan kemiskinan di Papua.

Ketiga, saya mengajak umat Keuskupan Timika untuk membangun Tungku Api Keluarga. Rapat Dewan Pimpinan Keuskupan Timika (Konsultores) berlangsung dari tanggal 10-13 Januari 2023 telah memutuskan dan menetapkan program pastoral tahun 2023, yakni pastoral jalan bersama (sinodal) berbasis data dan keluarga. Berkaitan dengan pastoral berbasis data, saya mengajak umat terlibat dalam pendataan umat yang sedang dikoordinir oleh tim Gertak Keuskupan Timika.

Tunggu Api Keluarga adalah menjamin hidup keluarga yang beriman, damai dan sejahtera. Dapur keluarga tetap berasap agar anak-anak bertumbuh dengan sehat, mendapat pendidikan yang layak, dan mewarisi nilai-nilai budaya kehidupan. Pendidikan dasar dan pembentukan karakter awal anak dimulai dari keluarga.

Anak adalah investasi yang berguna untuk masa depan keluarga. Mungkin saat ini orang tua membiayai pendidikan anak dengan uang belasan ribu, puluhan ribu rupiah per bulan, tetapi saya mau meyakinkan anda bawah 20 tahun kemudian setelah anak menyelesaikan pendidikan dan bekerja, anak kita akan menghasilkan puluhan juta bahkan ratusan juta untuk memenuhi kesejahteraan keluarga. Harga diri dan kebanggaan sebagai orangtua akan meningkat dalam kehidupan. Dan lebih-lebih kita menunaikan tugas panggilan Tuhan dengan paripurna.

Setiap keluarga mengelola rumah dan pekarangan sebagai sumber kebutuhan hidup dan menjamin perlindungan kebutuhan ciptaan Tuhan. Maka itu, saya mengajak setiap keluarga untuk punya rumah sendiri, punya kebun sendiri dan punya sumber keuangan sendiri. “Ketika kita mati, jangan kita mati di rumah sewa, di rumah kos, dan di rumah kontrakan, melainkan di rumah sendiri, rumah pribadi”. Wasiat Bapa Tunggu Api Kehidupan, Alm Mgr John Philip Saklil. Parate Viam Domini.

Tinggalkan Komentar Anda :