Oleh John Boli Jawang
Tinggal di Filipina
PAUS Fransiskus dikenal sebagai sosok dengan gaya kepemimpinan sederhana serta dekat dengan orang-orang biasa dan orang-orang miskin. Hal ini ditunjukkan dalam seluruh hidupnya, termasuk gaya kepemimpinannya yang sederhana.
Sejak terpilih menjadi paus, ia menunjukkan suatu gaya berbeda, seperti saat terpilih menjadi paus. Ia lebih memilih tidak mengenakan pakaian formal yang biasa dipakai oleh seorang paus yang terpilih sebagai simbol kebesaran. Ia memilih mengenakan jubah putih biasa tanpa perhiasan.
Selain itu, pemilihan nama pontifikalnya menjadi daya tarik serta mengundang rasa penasaran banyak pengamat. Bagaimana mungkin seorang Jesuit yang kaya akan nama tokoh dengan berlimpah karya, bisa memilih nama dari Ordo Saudara Dina atau Ordo Fratrum Minorum (OFM). Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa pengangkatan dirinya sebagai paus mengundang banyak tanggapan dari dunia.
Sepak terjangnya mengundang rasa penasaran masyarakat dunia. Hanya selang beberapa bulan ketika terpilih menjadi paus, ia menjadi salah satu tokoh berpengaruh dan bahkan menjadi perbincangan dunia dengan gaya kepemimpinan yang berbeda dari paus-paus sebelumnya.
Kesederhanaan, sikap yang merakyat, dan merangkul serta kepeduliannya terhadap orang-orang kecil tentu tidak lepas dari latar belakang kehidupannya. Tidak dapat dipungkiri, pengalaman masa kecil dan situasi sosial dalam konteks Amerika Latin, tentu menjadi inspirasi dan kesan serta pengaruh tersendiri bagi Paus Fransiskus dalam seluruh hidup serta gaya kepemimpinannya.
Sekilas Sri Paus
Jorge Mario Bergoglio lahir pada 17 Desember 1936, di Flores, Buenos Aires, Argentina. Meskipun ia menetap di Argentina, orang tuanya merupakan darah asli Italia. Jorge, panggilan sejak masa kecilnya merupakan putra pertama dan memiliki empat orang adik. Jorge terlahir dari keluarga sederhana pekerja keras dan kristiani yang saleh dan dibaptis sejak masih kecil.
Nilai-nilai kesalehan ini telah mandara daging sejak kecil sehingga menumbuhkan daya dorong dalam diri Jorge, yang terus hidup dalam dirinya hingga menjadi paus. Perjalanan panggilannya berawal saat mulai menjadi seorang mahasiswa, yang juga diwarnai oleh berbagai tantangan terutama dari keluarganya.
Panggilan ini muncul secara tiba-tiba, tanpa bisa ia jelaskan latar belakang dan sebab musababnya. Dalam semangatnya yang begitu berkobar-kobar, Jorge tidak langsung memutuskan untuk menjalani panggilannya.
Jorge lebih memilih menyelesaikan studinya dalam bidang kimia terlebih dahulu. Ia juga pernah divonis mengidap penyakit infeksi paru-paru hingga menjalankan operasi. Situasi dan kondisinya ini tidak pernah memudarkan niatnya untuk menjadi seorang imam, sebaliknya dari situasi ini panggilan menjadi imam semakin kuat.
Setelah melewati persoalan dalam perjalanan studi dan panggilannya terutama karena penyakitnya, perjalanan panggilan Jorge tidak begitu berat dan bahkan berjalan mulus, hingga ditahbiskan menjadi imam pada 13 Desember 1969. Setelah menjadi imam, Pastor Bergoglio melanjutkan studi ke Jerman untuk mendalami teologi pastoral. Pada tahun 1992, ia ditunjuk menjadi Uskup Auksilier Buenos Aires, dan pada 1998 diangkat menjadi Uskup Agung Buenos Aires.
Pada 2003, oleh Paus Yohanes Paulus II, Uskup Bergoglio diangkat menjadi kardinal. Sebagai seorang imam, uskup, dan kardinal, ia memiliki perjalanan hidup yang kaya akan pelayanan gerejawi dan pengabdian kepada umat. Sebelum menjadi paus, Kardinal Bergoglio mencerminkan cara hidup dan komitmen yang kuat pada pelayanan sosial, keadilan sosial dan spiritualitas Kristiani.
Pelayanan pada komunitas terutama mereka yang rentan telah membentuk landasan kepemimpinan hingga terpilih menjadi paus. Ketika terpilih menjadi paus, sosok Bergoglio ini seakan membuat dunia kaget. Tak disangka sosok yang sederhana dan bahkan tidak diperhitungkan dalam pemilihan ini, terpilih menjadi paus. Namun kenyataan berbeda, bahwa sosok yang tidak diperhitungkan itu akhirnya terpilih menjadi paus.
Paus Fransiskus merupakan sosok unik dan sederhana. Keunikan dan keserdahanaannya sudah sejak kecil dan menjadi warisan berharga sampai ia menjadi paus. Hal ini yang ditunjukkan ketika terpilih menjadi paus. Hari-hari pertama masa kepausannya diwarnai sejumlah sikap kesederhanaan yang tidak dapat dipelajari atau dirancang sebagai citra diri.
Beberapa contoh dari keunikan dan sikap kesederhanaan Paus Fransiskus yakni, ketika terpilih sebagai paus ia menolak menggunakan pakaian formal kepausan yang biasanya digunakan oleh seorang paus saat terpilih menjadi paus. Ia menolak menggunakan kendaraan khusus Vatikan, serta mengurangi jumlah penjaga yang selalu berjaga mengawasi dirinya.
Ia bahkan menolak untuk tinggal di kamar khusus paus, tetapi lebih memilih untuk tetap tinggal di kamarnya, yang ia gunakan pada saat konklaf. Kedekatannya dengan umat dan semua orang terutama mereka yang terpinggirkan merupakan ciri khas dari semangat pelayanan dan kesederhanaan.
Teologi sosial
Paus Fransiskus merupakan sosok unik yang tercermin dalam seluruh hidup karya pelayanannya. Kesederhanaan serta perhatiannya kepada orang-orang miskin membuat sosok paus ini menjadi sorotan dunia. Kesederhanaannya dan perhatiannya kepada orang miskin juga tercermin dalam pemikirannya melalui dokumen-dokumen yang diterbitkan.
Gaya pastoral paus asal Argentina ini, tidak hanya tercermin dalam gestikulasinya yang akrab dan hangat dengan umat sederhana, tetapi juga terekam dalam seruan apostoliknya yang pertama. Dalam dokumen Evangelii Gaudium (EG No. 198), Paus menulis, “Saya menginginkan Gereja yang miskin dan bagi orang-orang miskin.”
Dalam konteks ini, apa yang dimaksudkan oleh sosok paus ini adalah pentingnya keberadaan Gereja tidak hanya sampai pada melayani, tetapi sungguh-sungguh menghayati diri sebagai bagian dari orang miskin dan berjuang bersama orang-orang miskin. pengabdian Gereja kepada orang-orang miskin bukan hanya sekadar simbolis, tetapi harus nyata dalam pelayanan mereka sehari-hari.
Hal ini mau menunjukan solidaritas Gereja kepada orang-orang miskin, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Bahwa, pelayanan kepada orang-orang miskin merupakan panggilan bagi pelayanan moral umat Kristiani sebagai wujud nyata iman yang terlibat dan bertindak.
Paus Fransiskus menekankan Teologi Sosial yang bertumpuh pada tiga hal penting yakni, keadilan sosial, pembebasan serta keberpihakannya terhadap orang-orang miskin. Beberapa aspek nyata yang bisa dilihat dari gaya kepemimpinan Paus Fransiskus dengan fokus pada Teologi Sosial.
Pertama, keberpihakannya terhadap orang miskin. Paus Fransiskus dikenal sangat dekat dengan orang-orang miskin, dan bahkan mengunjungi tempat-tempat seperti tempat pengungsian, penjara, dan daerah-daerah yang kumuh. Kedua, keadilan sosial, perdamaian dan dialog antar agama. Tak henti-hentinya Paus Fransiskus menyerukan perdamaian serta dialog.
Hal ini ditunjukan dalam kunjungan ke berbagai negara dalam upaya mempromosikan perdamaian dan dialog. Salah satunya adalah kunjungan Paus Fransiskus ke Abu Dhabi yang menghasilkan sebuah Dokumen tentang Persaudaraan Manusia.
Ketiga, kepedulian terhadap etika dan moral dalam kehidupan manusia sehari-hari, termasuk di dalamnya adalah bidang sosial, politik dan teknologi. Ia bahkan menekankan pentingnya peran kaum awam dan perempuan, juga transparansi pelayanan yang efektif menuju pada kebaikan hidup bersama.
Gembala berbau domba
Paus Fransiskus menunjukkan sebuah gaya kepemimpinan yang sangat berbeda yakni merakyat dan merangkul. Ia tidak hanya berbicara dalam kata-kata, tetapi berbicara dalam aksinya dengan pergi dan menjumpai semua orang khususnya mereka yang miskin dan terpinggirkan. Selama menjabat sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus selalu berusaha untuk menata kembali serta mengarahkan kemurnian kekuasaan pada belas kasih dan kedekatan serta keterbukaan yang merakyat dan merangkul.
Sebagai pemimpin tertinggi Gereja, tentunya ini bukan persoalan yang mudah. Langkah-langkah yang diambil tentu tidak lepas dari berbagai kritik. Meskipun demikian, sikap sederhana dan ketegasan dalam upaya untuk menghidupkan Injil dalam aksi nyata menjadi warisan yang akan selalu hidup dalam Gereja.
Imam mesti berbau domba, karena dengan berbau domba imam sebagai gembala sungguh-sungguh mengenal kehidupan domba-dombanya. Hal ini yang ditunjukkan oleh Paus Fransiskus dalam masa kepemimpinannya. Ia tidak hanya melihat dari jauh, tetapi benar-benar hadir dan menyaksikan dari dekat serta merangkul.
Paus Fransiskus merupakan sosok pemimpin yang sungguh-sungguh menghidupi kesederhanaan, kerendahan hati serta mau untuk mendengarkan. Menjadi pemimpin bukan harus memerintah dari atas, tetapi berani untuk turun dan berbaur dengan realitas dan mengalami realitas serta berjalan bersama menuju kebaikan hidup bersama.
Paus Fransiskus merupakan sosok gembala yang berbau domba yakni berani untuk keluar dari diri sendiri untuk menjadi teman dan sahabat bagi yang lain dalam menapaki peziarahan hidup. Kehadiran seorang pemimpin bukan sebagai pengontrol tetapi untuk menemani dan memberikan teladan yang menginspirasi bagi orang-orang lain.
Meskipun dalam masa kepemimpinannya, banyak tantangan yang dihadapi, namun dedikasi dan pemberian diri yang sungguh serta cara hidup yang sederhana layaknya seorang gembala yang berbau domba, tetap akan menjadi warisan yang selalu hidup dalam gereja. Selamat jalan, Bapa Suci Paus Fransiskus. Bahagia di Surga.