Dengan postur tinggi tegap dan gagah, dia berada di sisi kiri Paus Fransiskus saat turun dari pesawat di Bandara Cengkareng. Dia juga mendampingi Paus Fransiskus saat bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara (Rabu, 4 September 2024).
Dia adalah Pastor Dr Markus Solo Kewuta, SVD, Staf Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Umat Beragama atau Pontifical Council for Interreligious Dialogue (PCID).
Pastor Markus yang disapa Padre Marco seorang islamolog yang mendalami Studi Islamologi dan Bahasa Arab di Dar Comboni, Kairo, Mesir; juga mendalami bidang studi yang sama di Pontifical Institute for Arabic and Islamic Studies, Roma, Italia.
Pastor Markus Solo adalah putra Flores, NTT, kelahiran kampung Lewouran, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur, 4 Agustus 1968. Sebelum bertugas di Vatikan, Pastor Markus Kewuta adalah Rektor Institut Afro-Asia Institute (AAI) di Wina, di bawah Keuskupan Agung Wina, Austria.
Selain Pastor Markus Solo, ada juga putra Flores lainnya di pusat kekuasaan Vatikan, yaitu Mgr Dr Paulus Budi Kleden, SVD, yang baru saja ditetapkan Paus Fransiskus dan sudah ditahbiskan sebagai Uskup Agung Ende, NTT, 22 Agustus 2024.
Sebelum ditetapkan sebagai Uskup Agung Ende, Mgr Budi Kleden adalah pimpinan tertinggi atau Superior General SVD (Serikat Sabda Allah) di Vatikan sejak tahun 2018.
Putra Flores kelahiran Waibalun, Flores Timur, 16 November 1965 ini meraih gelar Magister Teologi di Universitas Wina, Austria, dan kemudian meraih gelar Doktor Teologi dengan predikat magna cumlaude di Universitas Albert Ludwig, Freiburg, Jerman, tahun 2000.
Di luar tugas pokoknya sebagai imam, gembala umat Uskup Budi Kleden, SVD juga dikenal pecinta seni, sastra dan budaya. Jelang ‘pulang kampung’ ke Flores untuk pelantikannya sebagai Uskup Agung Ende setelah sekian lamanya bertugas di Vatikan, Mgr Budi Kleden membacakan sebuah puisi karya Asrul Sani.
Surat dari Ibu karya Asrul Sani…..
“Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinari daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang,
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
Boleh engkau datang padaku!
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
kita akan bercerita:
“tentang cinta dan hidupmu pagi hari”….
Apakah puisi ini juga refleksi pengembaraan diri Bapa Uskup sendiri…..? (Dr Manuel Kaisiepo, SIP, MH, Penasihat Senior Kantor Staf Presiden Republik Indonesia)