JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Wakil Ketua Bidang Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2020-2023 Amiruddin al Rahab angkat bicara merespon pernyataan pihak Kantor Staf Presiden (KSP) terkait penyanderaan pilot di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.
Tenaga Ahli Utama KSP Theofransus Litaay, SH, LLM, Ph.D sebelumnya menyebut, Penjabat Bupati Nduga Edison Gwijangge menjadi ujung tombak pembebasan Pilot Susi Air Philips Marthen.
“Selama setahun ini kondisi Kabupaten Nduga sunguh sangat memprihatinkan. Konflik bersenjata kerap terjadi. Korban jiwa sering jatuh dan masyarakat mengungngsi dari kampung karena takut menjadi korban,” ujar Amiruddin al Rahab kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (5/1).
Kondisi itu, ujar al Rahab, peneliti dan penulis buku Heboh Papua: Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme telah menjadi beban berat pagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nduga dalam melayani masyarakat
“Dalam situasi begitu pejabat KSP yang meminta Bupati Nduga menjadi ujung tombak pembebasan pilot yang disandera anggota TPNPB adalah cara berpikir yang keliru,” kata al Rahab, peneliti Papua dan penulis buku Dengarkan Papua.
Menurut al Rahab, KSP jangan membebani lagi Penjabat Bupati Nduga Edison Gwijangge untuk pembebasan pilot Mehrtens. Hingga kini, nasib Mehrtens belum menentu atau masih disandra anggota TPNPB-OPM di bawah pimpinan Egianus.
Pilot maskapai milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti disandera anggota Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB), sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Brigjen Egianus Kogoya.
Egianus bersama anak buahnya menyandera Mehrtens, pria asal Selandia Baru usai pesawat yang dipilotinya mendarat di Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Selasa (7/2 2023). Selain menyandra Mehrtens, anak buah Egianus juga membakar pesawat tersebut.
“KSP semestinya yang memikul beban berat itu karena KSP bisa memimpin koordinasi antar lembaga untuk pembebasan itu. Karena KSP bisa langsung akses ke Presiden Joko Widodo,” katanya.
Selain itu, penyanderaan itu sudah berjalan sepuluh bulan. Hal itu telah membebani Pemkab Nduga. Penjabat Bupati Nduga Edison Gwijangge bersama jajarannya sebaiknya didukung untuk melayani masyarakat yang terjepit karena konflik.
“Seharusnya KSP hadir di Nduga untuk mengkoordinasikan penanganan konflik dan pembebasan sandera antar berbagai instansi. Atau memberikan bantuan logistik ke Pemda untuk menangani pengungsi serta memudahkan Pemda melayani masyarakat, terutama pelayanan kesehatan dan pendidikan,” ujar al Rahab.
Ancaman kematian mengintai pasien warga Nduga. Sebelumnya, media ini memberitakan, hingga Kamis (7/12 2023) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pratama Elvirda Nduga di Kenyam, kota Kabupaten Nduga tidak beroperasi sejak 29 November 2023. Sejumlah Puskesmas mati total.
Pangkal soalnya, stok obat-obatan tidak tersedia lagi. Selain itu, honor para petugas medis dan tenaga kesehatan (nakes) belum dibayar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nduga terhitung sejak Juli-Desember 2023.
“Kami mengambil keputusan untuk tidak melakkan pelayanan di RSUD mulai tanggal 30 Nomeber 2023 sampai batas waktu yang tidak ditentikan. Atas perhatiannya kamu ucapkan terima kasih,” ujar Direktur Rumah Sakit dr Maria Clara Giyai, M.Kes melalui pengumuman tertulis yang ditempel di tembok rumah sakit itu, Minggu (29/11).
“Berhubung karena stok obat habis maka pelayanan sementara ditutup sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Wa wa wa..,” ujar petugas Puskesmas Keneyam, Nduga, melalui selembar kertas pengumuman yang ditempel di tembok gedung Puskesmas itu, Kamis (7/12)
Sejumlah warga yang ditemui mengatakan, kondisi ini sangat memprihatinkan karena ancaman kematian terhadap mengintai warga Nduga yang akan berobat di rumah sakit maupun Puskesmas di berbagai distrik (kecamatan).
“Bapak Presiden melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan perlu segera melihat persoalan ini secara serius,” ujar Wandikbo, seorang warga kepada kontributor Odiyaiwuu.com di Kenyam, kota Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Kamis (7/12).
Menurutnya, pemerintah pusat melalui kementerian terkait dan pemerintah provinsi segera turun tangan. Pasalnya, dikhawatirkan kalau kondisi ini dibiarkan berlarut-larut bisa mengancam keselamatan ribuan warga Nduga.
Menurut Wandikbo, sejak rumah sakit dan Puskesmas berhenti beroperasi warga sangat kewalahan mendapatkan pelayanan kesehatan. Pemerintah Kabupaten Nduga melalui Dinas Kesehatan juga tidak mampu mengantisipasi ketersediaan obat-obatan untuk melayani warga yang akan berobat.
Terhentinya layanan kesehatan di Nduga dikhawatirkan berdampak fatal. Saat ini, banyak warga kesulitan untuk mendapatkan perawatan medis. Warga meminta Pemkab Nduga segera berkoordinasi dengan Pemprov Papua Pegunungan dan pemerintah pusat mengatasi persoalan rumah sakit dan Puskesmas yang berhenti beroperasi.
“Nduga ini wilayah konflik sehingga bila tidak segera ditangani segera, situasi daerah ini semakin tidak kondusif. Kami meminta Pemkab Nduga segera mendatangkan obat-obat sekaligus menyelesaikan gaji tenaga kesehatan,” kata seorang warga. (Ansel Deri, Narik Tabuni/Odiyaiwuu.com)