MRP Tidak Berwenang Menetapkan Keaslian Orang Asli Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

MRP Tidak Berwenang Menetapkan Keaslian Orang Asli Papua

Frans Maniagasi, pengamat politik lokal Papua dan Koordinator Media Massa Tim Asistensi RUU Otsus Papua tahun 2001. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Frans Maniagasi

Pengamat Politik Lokal Papua dan Koordinator Media Massa Tim Asistensi RUU Otsus Papua 2001

ADA realitas politik yang berkembang di masyarakat Papua saat ini adalah tentang aspirasi dan tuntutan bahwa dalam rangka pencalonan bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota untuk Pilkada 27 November 2024 mesti diprioritaskan kepada orang asli Papua atau OAP.

Penulis tidak membahas topik itu tapi lebih membatasi diri pada siapa itu orang asli Papua dalam perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana sudah berubah menjadi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dan lembaga apakah yang berwenang mengangkat dan  mengakui serta menetapkan orang asli Papua. 

Pasal 1 huruf t menyatakan, orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Huruf p menyatakan, masyarakat adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya. 

Kemudian, huruf q menyatakan, hukum adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan serta mempunyai sanksi. Lalu huruf r menyatakan, masyarakat hukum adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya. 

Dari huruf t istilah lain dari orang asli Papua adalah warga atau anggota masyarakat hukum adat. Orang asli Papua terdiri dari dua klasifikasi yaitu pertama, suku-suku asli sebagai bagian dari rumpun ras Melanesia yang hidup dalam beragam komunitas masyarakat adat di Papua. Kedua, yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua atau anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan. 

Diterima dan diakui

Khusus bagi yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua adalah setiap masyarakat hukum adat memiliki kewenangan yang bersifat otonom. Dengan demikian masyarakat hukum adat pada hakekatnya memiliki kewenangan yang bersifat asli, orginal power dan otonom, terutama dalam mengurus dan mengatur diri sendiri.

Dengan demikian, Pasal 1 huruf t memiliki dua pengertian yaitu (i) istilah atau sebutan “orang asli Papua” yang hidup beragam komunitas masyarakat hukum adat di wilayah Papua. Kemudian (ii) orang yang secara antropologis fisik tidak termasuk suku-suku asli tetapi berdasarkan norma hukum yang dianut dan dipatuhi oleh anggota masyarakat hukum adat tertentu di Papua, diterima dan diakui sebagai anggota masyarakat hukum adat tersebut.   

Berdasarkan penjelasan tersebut yang memiliki “kewenangan mutlak” untuk mengangkat dan mengakui (pengakuan) seseorang sebagai orang asli Papua adalah masyarakat hukum adat yang bersangkutan (memiliki otonomi dan kewenangan) untuk seseorang menjadi anggota masyarakat hukum adat sesuai norma-norma hukum adat yang bersangkutan diangkat dan diakui menjadi orang asli Papua. Kewenangan tersebut melekat pada norma hukum adat yang dianut, dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap masyarakat hukum adat sebagai wewenang yang mandiri.

Majelis Rakyat Papua (MRP) sebatas memberikan pertimbangan dan persetujuan. Oleh karena itu kewenangan MRP hanya sebatas memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap pengangkatan dan pengakuan yang telah diberikan oleh masyarakat hukum adat. 

Mutlak MRP harus memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap pengangkatan dan pengakuan yang telah dilegalkan dan dilegitimasikan oleh masyarakat hukum adat sesuai norma hukum adat dan sistem kekerabatan yang dianut dan bersifat otonom dari masyarakat adat. 

Hal ini telah diperkuat dan dilegitimasikan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 29 Tahun 2011 atas permohonan gugatan dari David Barangkea dan Komarudin Watubun Tanawani Mora pada 20 September 2011. 

Dalam amar putusan MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan MRP tidak memiliki kewenangan untuk tidak mengakui status seseorang sebagai orang asli Papua yang telah diangkat dan diakui oleh masyarakat hukum adat. 

Demikian penjelasan singkat ini agar kita berhati hati dalam mencermati suatu kasus substantif yang menyangkut pelaksanaan Otsus Papua. Apalagi berkaitan dengan proses pengambilan keputusan berkaitan dengan status seseorang yang diangkat dan diakui oleh masyarakat hukum adat sebagai orang asli Papua. 

Tinggalkan Komentar Anda :