Dua Orang Muda Jalan Kaki Berhari-Hari dari Kabupaten Intan Jaya Demi Mengikuti PYD di Nabire - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Dua Orang Muda Jalan Kaki Berhari-Hari dari Kabupaten Intan Jaya Demi Mengikuti PYD di Nabire

Malek Ugipa dan Melkiana Dendegau, orang muda Katolik asal Paroki Santo Petrus Mbugulo, Dekanat Moni-Puncak Jaya, Keuskupan Timika. Keduanya nekat berjalan berhari-hari meninggalkan kampung halamannya menuju Nabire, kota Provinsi Papua Tengah mengikuti PYD II di Gereja Kristus Sahabat (KSK) Nabire, Dekanat Teluk Cenderawasih, Keuskupan Timika, Papua. Sumber foto: keuskupanagats.or.id

Loading

SUGAPA, ODIYAIWUU.com — Dua orang muda asal Kabupaten Intan Jaya, Malek Ugipa dan Melkiana Dendegau nekat berjalan berhari-hari meninggalkan kampung halamannya menuju Nabire, kota Provinsi Papua Tengah.

Di tengah bayang-bayang konflik yang melanda wilayah pegunungan Papua, termasuk Intan Jaya, ada secercah harapan yang menyala dalam hati Malek dan Melkiana, dua orang muda Katolik (OMK), dari Paroki Santo Petrus Mbugulo, Dekanat Moni-Puncak Jaya, Keuskupan Timika, Papua.

Keduanya menggantung asa menjulang lalu meredam rasa takut, lelah, dan ancaman bahaya yang mungkin mengintai demi mengikuti Papua Youth Day (PYD) II Keuskupan Se-Regio Papua di Gereja Kristus Sahabat (KSK) Nabire, Dekanat Teluk Cenderawasih, Keuskupan Timika, Papua. 

Uskup Timika Mgr Dr Bernardus Bofitwos Baru, OSA, Kamis (3/7) memimpin Perayaan Misa Syukur Pembukaan Papua Youth Day (PYD) di Gereja Kristus Sahabat (KSK) Nabire yang dihadiri 600 orang peserta dari  Keuskupan Se-Regio Papua II.

“Di tengah situasi daerah yang tak menentu akibat konflik bersenjata, tidak semua OMK bisa hadir. Hanya mereka yang siap dan berani yang diutus mewakili setiap paroki,” ujar Petrus Letsoin dalam postingannya mengutip situs resmi Keuskupan Agats-Asmat, keuskupanagats.or.id, Jumat (4/7). 

Beberapa OMK dari daerah lain dapat menempuh perjalanan dengan pesawat melalui Nabire atau transit di Timika. Namun, bagi Malek dan Melkiana, tidak ada kemudahan itu. Mereka harus menempuh jalur yang tidak semua orang berani melaluinya.

Pada suatu pagi yang cerah, pukul 10.00 WIT, Malek dan Melkiana melangkah meninggalkan kampung halaman mereka, Mbugulo, membawa hanya tas kecil berisi pakaian, rosario, dan semangat yang besar untuk bertemu rekan-rekan sesama OMK seluruh Papua di Nabire. 

“Mereka berjalan kaki menembus hutan belantara, melewati medan yang terjal, lembah, dan jurang tanpa ada kendaraan atau pengamanan,” kata Petrus lebih lanjut. 

Perjalanan hari pertama mengantarkan mereka bermalam di Kampung Gepelo, di tengah hutan lebat. Di malam yang sunyi, hanya doa dan keyakinan yang menjadi penguat mereka. “Kami tahu ini tidak mudah, tapi ini untuk gereja dan untuk masa depan kami,” kata Melkiana.

Keesokan harinya, sebelum fajar menyingsing, tepat pukul 05.00 WIT, mereka melanjutkan perjalanan menuju Kampung Komopa (Pasir Putih). Matahari bergerak perlahan di balik pegunungan. Langkah kedua orang muda ini tak pernah berhenti. 

Pukul 16.00 WIT, mereka tiba di Kampung Komopa dalam kondisi lelah namun senyum tetap merekah. Perjalanan belum selesai. Dari Komopa, keduanya harus menggunakan perahu Jonson menyeberangi danau menuju Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai. 

Ongkos perahu sebesar Rp 300.000 bukan jumlah yang kecil bagi mereka, tapi niat untuk hadir di PYD jauh lebih besar dari kekhawatiran akan uang. Setiba di Enarotali, mereka melanjutkan perjalanan darat selama lima jam menggunakan mobil menuju Nabire. 

Meski lelah yang bersarang tak memadamkan semangatnya. Hati mereka bertabur sukacita karena tujuan mereka semakin dekat. “Jalan yang kami tempuh adalah itu jalur pintas. Kalau lewat Sugapa, kota Kabupaten Intan Jaya, bisa dua sampai tiga hari berjalan kaki. Belum lagi sungai banjir, rintangan alam, bahkan situasi keamanan yang tidak menentu,” kata Malek.

Lalu mengapa mereka bersusah payah menempuh perjalanan berbahaya ini? “Gereja Katolik adalah rumah tempat perlindungan kami. Di tengah konflik yang terjadi, kami butuh pegangan, kami butuh harapan. PYD ini bukan sekadar acara. Ini adalah momen memperkuat iman dan persaudaraan kami,” ujar Malek.

Kisah Malek dan Melkiana menjadi pengingat bahwa di balik keterbatasan, di tengah ancaman dan ketidakpastian, masih ada jiwa-jiwa muda yang berani melangkah untuk memperjuangkan imannya. Semoga semangat mereka menginspirasi banyak OMK lainnya. 

Bahwa ke Gereja bukan sekadar rutinitas, tetapi perjuangan dan pengorbanan demi kedamaian, persaudaraan, dan masa depan yang lebih baik. Salam OMK! Tetap kuat, tetap beriman, tetap bergerak!

Uskup Timika dalam homilinya saat Misa Syukur Pembukaan Papua Youth Day (PYD) Kamis (3/7) menitip pesan agar OMK keuskupan se-Regio Papua masing-masing pribadi memiliki karakter positif yang harus dikembangkan sehingga membantu menumbuhkembangkan iman dan mematangkan perwujudan iman yang dimiliki guna menghasilkan karya-karya nyata yang dapat memajukan gereja, masyarakat dan bangsa.

“Melalui momentum PYD II OMK membangun iman, cinta kasih dan persaudaraan dari berbagai suku ras, budaya dan adat menjadi satu Katolik di bawah salib Kristus. Kita bangun kepercayaan, bangun hubungan satu sama lain dan dengan sesama kita. Kita juga wajib mendoakan mereka yang terdampak konflik agar kedamaian tercipta,” ujar Uskup Bernardus. (*)

Tinggalkan Komentar Anda :