Oleh Paskalis Kossay
Mantan Anggota Komisi Intelijen DPR RI
BELAKANGAN ini menjadi perbincangan ramai dari rakyat Papua isu tentang keaslian orang Papua dalam rekrutmen politik menjadi calon kepala daerah, baik gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan walikota-wakil walikota.
Menjadi ramai diperbincangkan publik, Majelis Rakyat Papua (MRP) se-tanah Papua telah mengeluarkan suatu rekomendasi bahwa yang menjadi calon bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota harus orang asli Papua.
Sementara kriteria tentang keaslian orang Papua belum diatur. Demikian pula peraturan tentang keharusan menjadi calon bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota orang asli Papua belum diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Otsus.
Walaupun pengaturan secara eksplisit belum diatur dalam Undang-Undang Otsus, namun desakan dan aspirasi rakyat Papua semakin kuat menyuarakan bahwa hak politik orang asli Papua perlu diproteksi dengan kebijakan khusus pemerintah.
Atas desakan aspirasi rakyat Papua tersebut, maka Majelis Rakyat Papua (MRP) se-tanah Papua sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua (Pasal 1 huruf g UU Otsus) mulai merespon aspirasi rakyat Papua tersebut dengan membentuk Asosiasi MRP se-Tanah Papua. Kemudian mendesak kepada penyelenggara negara (pemerintah) agar yang menjadi calon bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota harus orang asli Papua.
Dilema bagi pemerintah
Hal ini menjadi dilema bagi pemerintah untuk menerapkan desakan MRP tersebut dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 November 2024 . KPU sebagai leading sector pelaksana Undang-Undang Pemilukada tentu saja mengalami kendala teknis.
Jika dibiarkan desakan MRP dengan alasan teknis Undang-Undang, kemungkinan masalah ini akan menjadi besar resonansi politiknya. Sebab pada hakikatnya keberadaan Otsus Papua adalah jawaban perlindungan dan pemberdayaan hak-hak dasar orang asli Papua.
Tuntutan dan desakan tentang rekrutmen calon kepala daerah harus orang asli Papua merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari amanat Otonomi Khusus Pasal 1 huruf b. Bahwa Otsus Papua merupakan kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Papua menurut prakarsa sendiri.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Otsus tersebut di atas, MRP se-tanah Papua bertindak memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi rakyat Papua berdasarkan tugas dan wewenang MRP yang diatur pada Pasal 20 ayat 1 huruf e.
Di situ disebutkan bahwa tugas dan wewenang MRP adalah memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak orang asli Papua serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.
Perlu digaris bawahi bahwa tugas dan wewenang MRP adalah menyalurkan aspirasi masyarakat yang menyangkut hak-hak orang asli Papua serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaian. Dalam konteks ini maka MRP bertindak dan sedang bergerak memfasilitasi aspirasi masyarakat Papua untuk menjadi sebuah keputusan pemerintah sebagai tindak lanjut penyelesaian atas desakan Papua.
Atas dasar tugas dan wewenang MRP sebagaimana tersebut di atas, MRP mempunyai legal standing untuk memutuskan bahwa yang menjadi calon bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota harus orang asli Papua.
Otsus lex specialis
Kita mengenal asas hukum yang disebut lex specialis derogat legi generali, yang berarti asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Jika berpijak pada asas hukum tersebut di atas, maka Otsus Papua adalah kebijakan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Papua. Maka tidak ada salahnya bila MRP mendesak pemerintah untuk segera memproteksi hak politik orang asli Papua dalam pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024.
Walaupun pelaksanaan Pemilukada 2024 berbasis Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, namun Papua sebagai daerah otonomi khusus harus menjadi perhatian khusus juga terutama menyikapi aspirasi masyarakat yang sedang mengemuka saat ini.
Mengenyampingkan aturan yang bersifat umum untuk mengakomodir aspirasi masyarakat Papua saat ini adalah tindakan yang tidak bertentangan dengan lex specialis derogat legi generali. Tinggal komitmen politik pemerintah terhadap pemberlakuan Otsus Papua.
MRP berani bersuara dan mengeluarkan rekomendasi untuk menjadi calon bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota harus orang asli Papua memang hal yang mendasar dan dijamin oleh pemberlakuan asas lex specialis derogat legi generali.
Kepentingan Papua harus berbeda dengan kepentingan daerah lain di Indonesia. Papua mesti dikelola dengan kebijakan khusus berdasar karakteristik lokal Papua berdasarkan aspirasi yang berkembang seperti saat ini. Tidak bisa disamaratakan dengan kepentingan daerah lain lantas mengorbankan kepentingan Papua yang sudah diproteksi oleh pemberlakuan Undang-Undang Otsus.
Konsisten menggunakan Undang-Undang Otsus sebagai basis kebijakan negara bagi kemajuan Papua agar Papua cepat maju dan berkembang sejajar dengan daerah lain.