Oleh Yulius Pekei
Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Universitas Cendrawasih
INTELEKTUAL pemimpin sekolah membangkitkan pendidikan di lembaga yang dipimpinnya. Memperhatiakan intelektual kepala sekolah akan membangkitkan harapan sekolah menjadi bermutu. Karena pendidikan adalah kesinambungan untuk memperbaiki yang belum diperbaiki dan menata agar sekolah tersebut yang dipimpin oleh kepala sekolah terus berjalan sesuai harapan dan visi misi sekolah. Pendidikan berhak didapatkan oleh setiap individu tanpa batas usia.
Oleh karena itu pendidikan perlu ditangani dengan serius. Sebab melalui pendidikan mampu mengasah individu menjadi dewasa dan mampu menyelesaikan masalah baik dalam kehidupan diri sendiri dan lingkungannya. Maka dengan demikian penerapan pendidikan selayaknya harus terus ditingkatkan lebih kususnya bagi kepala sekolah di Papua. Pendidikan juga menjadi hak asasi setiap individu anak bangsa untuk mencerdaskan generasi penerus.
Demikian dambaan anak bangsa tetapi selama ini dilihat dari penerapan dan penempatan kepala sekolah di Papua sangat jauh karena selama ini penempatan kepalah sekolah ditempatkan dengan perjanjian lokasi keberadaan sekolah, juga hubungan kekeluargaan agama dan suku. Dinas pendidikan kabupaten mesti melakukan monitoring dan pelatihan yang kesinambungan kepada kepalah sekolah agar terus membangkitkan intektualitas kepalah sekolah.
Salah satu contoh nyata di Kabupaten Deiyai, dinas kurang melakukan monitoring ke sekolah-sekolah yang berakibat kurang seriusnya kepala sekolah menanggani sekolah yang dipimpinnya. Akibat lain kepala sekolah kurang menetap di sekolah mengakibatkan aktivitas sekolah tidak berjalan dengan lancar.
Dinas kurang melakukan monitoring ke sekolah-sekolah maka tidak dapat melakukan pemerataan tenaga pendidik karena tidak tahu secara langsung apa yang terjadi di lapangan. Tenaga pendidik terlihat tidak terjadi pemerataan di semua sekolah. Sekolah-sekolah di pusat kabupaten tenaga pendidik PNS lebih banyak daripada sekolah di pedesaan kampung yang jauh dari kota kabupaten.
Jumlah pendidik di kota pusat kabupaten sekitar 10-15 lebih, sementara di sekolah pedesaan atau kampung terlihat satu hingga tiga bahkan hanya satu orang guru. Tenaga PNS yang sedang bertugas sebagian besar sudah mendekati pensiun. Sementara ini untuk menutupi tenaga yang kurang diangkat guru-guru kontrak oleh pemerintah pusat agar daerah bisa menempatkan sesuai kebutuahan daerah.
Selain itu juga sekolah sendiri berinisiatif mengangkat guru honor dan guru bantu yang bisa menutupi kekurangan guru sekalipun hanya tamatan SMA. Yang lebih memprihatinkan lagi ada penempatan tenaga pendidik yang menggunakan ijazah palsu. Lebih parah lagi ada tenaga pendidik menggantikan saudaranya yang meninggal dalam menjalankan tugas sebagai guru kepala sekolah.
Tingkat kehadiran pengajar di sekolah sangat jauh dari harapan. Lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakhadiran kepala sekolah. Guru PNS lebih banyak waktu ke kota kabupaten dengan segala urusan sekolah sementara yang aktif mengajar di sekolah hanya guru kontrak, honorer dan guru bantu. Ada suasana lain yang terjadi bahwa guru kontrak, guru honorer aktif mengajar hanya ketika ada dana bantuan pemerintah dan setelah itu tidak mengajar berakibat pada menurunnya tingkat kehadiran anak.
Guru tidak mengajar karena honor pemerintah tidak lancar untuk disalurkan. Anak memilih tidak ke sekolah karena guru tidak efektif mengajar di sekolah. Ketika guru hadir di sekolah anak-anak tidak ada di sekolah. Siapa yang harus dipersalahkan jika terjadi demikian? Apakah pemerintah, kepala sekolah, guru, orangtua ataukah siswa?
Masalah pendidikan adalah masalah penting. Tidak seorangpun dapat membantah. Semua sependapat bahwa pendidikan menjadi alat sangat penting untuk meningkatkan mutu kehidupan. Oleh karena itu perlu mencari jalan keluar. Pemerintah perlu memperhatikan lebih serius. Saat formasi pengangkatan pegawai negeri. Tenaga pendidik perlu melakukan formasi khusus sehingga semua sekolah dapat terisi dengan guru pegawai negeri. Tenaga-tenaga kontrak dan honorer yang sedang mengajar dengan latar belakang pendidikan sebagai guru diangkat menjadi pegawai negeri.
Pernyataan ini juga sudah tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selanjutnya, Undang-undang Sisdiknas (2003:2) juga menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Selanjutnya, Undang-undang Sistim Pendidikan (2003:5) menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari pengertian dan fungsi pendidikan di atas dapat dikatakan bahwa fungsi pendidikan itu merupakan suatu proses yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Pendidikan itu harus berjalan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia, karena tanpa pendidikan tidak akan ada transformasi pengetahuan serta nilai-nilai dan norma sosial dari generasi tua ke generasi muda.
Cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa begitu indah dan menyelamatkan Generasi bangsa namun Pendidikan dewasa ini khusnya di Deiyai dilemanya cukup nampak karena penjiwaan diri Kepemimpinan kepala sekolah untuk membangun pendidikan kurang seutuhnya menyentuh pada subyek dan objek pendidikan yang ada pada sekolah tersebut baik swasta maupun sekolah negeri.
Kebijakan otonomi daerah sejalan dengan kebijakan desentralisasi pendidikan. Pemindahan kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah untuk mengelolah dan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan adil. Berjalannya otonomi daerah seiring dengan otonomi pendidikan tidak banyak menjawab kebutuhan pendidikan di Pedalaman Papua dan khususnya di kabupaten Deiyai.
Menurut Hasbullah (2007:41) berhasil tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh tiga aspek. Pertama, adanya komitmen dari pemerintah pusat untuk memberdayahkan daerah. Kedua, itikad baik dari pemerintah dalam membantu keuangan daerah. Ketiga, adanya perubahan prilaku elit lokal untuk dapat membangun daerah. Masalah pendidikan di pedalaman Papua pada umumnya dan kusunya Kabupaten Deiyai dapat terlihat berdimensi kepemimpinan yang menimbulkan kesenjangan pendidikan.
Menurut Efrizal Nazution dalam artikelnya tentang problematika pendidikan di Indonesia disebutkan bahwa pendidikan nasional dewasa ini merupakan subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis. Pendidikan dimasukkan dalam perebutan kekuasaan oleh partai-partai politik. Hal ini mau menggambarkan bahwa pendidikan bukan lagi membangun manusia Indonesia tetapi untuk membangun kekuatan dari partai politik praktis tertentu untuk kepentingan golongan tertentu.
Keadaan seperti ini sangat nampak di Deiyai. Kepala daerah yang menempatkan pemimpin pendidikan di daerah dengan tidak memperhatikan profesinya di bidang pendidikan dan pengalaman kerja sebelumnya. Sebaliknya menempatkan orang-orang sesuai keberpihakan politik praktis lapangan. Akibat dari menempatkan orang tidak sesuai profesi, maka terjadi kesenjangan pendidikan.
Alangkah baiknya pada dinas pendidikan kabupaten perlu menempatkan pemimpin pendidikan sesuai latar belakang pendidikan, profesi dan pengalaman kerja yang cukup. Selanjutnya, pemerintah dalam hal ini dinas terkait perlu melakukan pemerataan tenaga kepala sekolah yang memiliki intelektual yang mampu bersain dengan sekolah lain di luar Papua.
Pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk memberikan tunjangan khusus bagi pendidik yang aktif mengajar, baik yang PNS maupun yang honorer dan kontrak, di daerah terisolir dan jauh dari kota kabupaten. Perlu melaksankan monitoring ke sekolah secara rutin untuk melakukan penilaian kelayakan yang melibatkan masyarakat dan siswa setempat.
Pemerintah perlu selektif dalam menyeleksi saat penerimaan pegawai karena ada banyak ijazah S-1 palsu yang digunakan hanya untuk menjadi pegawai negeri. Dinas pendidikan kabupaten perlu mengalokasikan dana untuk pelatihan pengembangan intelektual bagi kepala sekolah. Kepala dinas pendidikan perlu mendesain pendidikan yang tepat sesuai kondisi daerah agar siswa dan kepala sekolah mampu menyesuaikan.