Oleh Frans Maniagasi
Pengamat Politik Lokal Papua
JUDUL sekaligus pertanyaan ini memantik penulis untuk menegasikan apa itu Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otsus Papua (BP3OKP) atau Badan Pengarah Papua (BPP). Badan ini dibentuk selain karena tuntutan dari perubahan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Tapi juga adanya keprihatinan berdasarkan pengalaman implementasi Otsus selama dua dekade yang lalu banyak menimbulkan permasalahan dan inkonsistensi baik oleh Pusat mau pun di daerah.
Badan khusus
Pasal 68 A Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 berbunyi, ‘dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus dan pembangunan di wilayah Papua, dibentuk suatu badan khusus yang bertanggungjawab secara langsung kepada presiden’.
Kemudian, ayat 2 berbunyi, ‘Badan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas seorang ketua dan beberapa orang anggota dengan susunan sebagai berikut (a) Wakil Presiden sebagai Ketua (b) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang keuangan sebagai anggota; (c) 1 (satu) orang perwakilan dari setiap provinsi di Provinsi Papua sebagai anggota.
Ayat 3 berbunyi, ‘untuk mendukung pelaksanaan tugas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dibentuk lembaga kesekretariatan di Papua’; ayat 4 berbunyi, ‘ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 diatur dalam Peraturan Pemerintah’.
Pada Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2021, Pasal 85 ayat 1 menyatakan, ‘Dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus dan percepatan pelaksanaan pembangunan wilayah Papua dibentuk Badan Pengarah percepatan pembangunan Otsus Papua’.
Ayat 2, ‘sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta pembinaan dan pengawasan percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus di Wilayah Papua’.
Bahkan pada Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2022 dan Peraturan Ketua Badan Pengarah Nomor 1 Tahun 2023 tugas sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi (SHEK) berfungsi memberikan arahan kebijakan umum pelaksanaan otsus dan percepatan pembangunan di wilayah Papua.
Selain memberikan arahan, juga pembinaan, pengawasan, evaluasi, pelaporan dan pertanggungjawaban terhadap penyelenggaraan perencanaan, penganggaran, pendanaan, penerimaan, dan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka otsus dan percepatan pembangunan di wilayah Papua.
Para anggota BPP terutama enam orang perwakilan provinsi sesuai (Peraturan Ketua Nomor 1 Tahun 2023) mesti memberikan pertimbangan, arahan dan rekomendasi penyelesaian isu strategis berkenaan dengan pelaksanaan otsus dan percepatan pembangunan di wilayah Papua.
Sehingga diharapkan mitranya pemda provinsi dan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan otsus dan percepatan pembangunan sesuai dengan ketentuan UU Otsus maupun dalam kerjanya itu berpedoman pada Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) dan Rencana Aksi.
Mengarahkan, mendorong dan board
Oleh karena itu kalau di antara para anggota perwakilan dari provinsi dalam wawancara dengan media massa atau online hindari penggunaan istilah seperti “memeriksa” anggaran pemerintah provinsi atau kabupaten/ kota.
Tugas dan fungsi “memeriksa anggaran” bukanlah kewenangan anggota BP3OKP atau Badan Pengarah Papua. BP3OKP bukanlah badan pemeriksa seperti BPK, inspektorat tapi badan pengarah dengan fungsinya seperti board dalam sebuah perusahaan. Sehingga tidak bias dan tampak seolah-olah hendak intervensi kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Sebaliknya, justru mesti dilakukan oleh anggota BP3OKP adalah bukan memeriksa atau periksa tapi mengarahkan dan mendorong para pemda dalam penggunaan anggaran supaya sesuai perencanaan dan realisasi serapan agar sesuai target dan tujuannya (fungsi mengarahkan dan mendorong).
Selain itu hindari penggunaan istilah ketua atau koordinator BP3OKP di daerah tidak ada istilah atau terminologi ketua atau koordinator pada anggota badan. Ketua badan sesuai UU dan peraturan pelaksanaanya adalah Wakil Presiden, bukan anggota di daerah. Hal ini perlu dipertegas sehingga jangan menimbulkan bias di lapangan. Apalagi hal itu kemudian terekspose dalam wawancara melalui media massa atau online.
Jadi tugas, fungsi dan peranan para anggota BP3OKP perwakilan provinsi-provinsi di wilayah Papua adalah board bersama tiga orang menteri sesuai porto folionya, Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas/Kepala PPN, dan Menteri Keuangan.
Karena kedudukan anggota identik sebagai anggota board bertugas dan berfungsi mengarahkan kebijakan dan tujuan strategis jangka panjang dari Otonomi Khusus (UU Nomor 21 Tahun 2001 juncto UU Nomor 2 Tahun 2021). Oleh karena itu kedudukan sebagai anggota board dan tupoksinya mesti berkontribusi memberikan arahan atau direction dan strong coordination guna memiliki dampak jangka panjang dalam hal ini untuk 20 tahun ke depan (2022-2041).
Strategi kebijakan jangka panjang terhadap pertumbuhan dan reputasi negara Indonesia dalam pelaksanaan Otsus dan percepatan pembangunan untuk orang asli Papua sehingga dapat mendekati kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan sesuai amanat Pembukaan UUD 1945.
Taruhan penyelenggaraan otsus dan percepatan pembangunan Papua ke depan merupakan strategi dan kebijakan negara seperti dimaknai dalam istilah atau sebutan “Papua” (Proteksi, Afirmasi, Pemberdayaan, Universal, dan Akuntabilitas) itulah tupoksi BP3OKP.