JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Daerah Pemilihan (Dapil) Papua Yan Permenas Mandenas meminta Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menghukum seberat-beratnya oknum prajurit TNI dari Batalyon Raider yang terlibat pembunuhan disertai mutilasi empat warga sipil Papua di Kabupaten Mimika.
Para pelaku oknum prajurit TNI masing-masing Mayor Inf HF, Kapten Inf DK, Praka PR, Pratu Ras, Pratu PC, dan Pratu R. Sedangkna para pelaku dari kalangan sipil yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH.
Empat warga orang asli Papua yang dibunuh disertai mutilasi di kawasan SP 1, Distrik Mimika Baru, Senin (22/8) sekitar pukul 21.50 WIT yaitu Arnold Lokbere, Leman Nirigi, Irian Nirigi, dan Atis Tini.
Keempatnya adalah warga asal Kabupaten Nduga. Tiga korban dibunuh di Jalan Budi Utomo, Mimika persis di lahan kosong tak jauh dari mata jalan. Korban lainnya, Arnold Lokbere, dibunuh di depan musolah karena berusaha kabur.
“Insiden ini berulangkali terjadi di Papua. Kasus kali ini memakan korban warga sipil dalam jumlah besar dan dilakukan lebih dari empat anggota TNI. Saya pikir hukuman yang diberikan adalah hukuman seberat-beratnya. Bahkan kami minta para pelaku dihukum mati. Tindakan para pelaku di luar profesionalisme tugas anggota TNI sebagai prajurit penjaga benteng NKRI,” ujar anggota DPR RI Yan Mandenas kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (5/9).
Menurut Yan Mandenas, para anggota TNI dibayar negara untuk melindungi warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan amanat UUD 1945. Karena itu, tindakan membunuh disertai mutilasi atas warga sipil merupakan perbuatan menyimpang dan mengindikasikan para prajurit pelaku pembunuhan menanamkan doktrin menyimpang dalam diri masing-masing sebagai anggota TNI yang bertugas di Papua lalu berperilaku buruk mencoreng institusi TNI dengan membunuh dan memutilasi warga sipil.
“Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Panglima TNI bersama empat kepala staf TNI beserta jajarannya, Senin (5/9) hari ini, saya akan minta dilakukan evaluasi total apa pembinaan yang dilakukan masing-masing komandan terhadap para prajurit TNI sehingga mereka bermental buruk seperti itu,” lanjut Yan Mandenas, anggota Komisi Intelijen DPR dan politisi muda Partai Gerindra kelahiran Nabire, Papua.
Menurutnya, insiden pembunuhan disertai mutilasi warga asli Papua tak bisa ditolerir dan proses hukum hingga ganjaran bagi para pelaku, baik dari kalangan militer maupun sipil dilakukan transparan dan disampaikan ke publik, terutama warga masyarakat Papua khususnya keluarga korban di Nduga.
“Insiden pembunuhan disertai mutilasi merupakan kasus yang sangat kejam melebihi kasus yang dihadapi Ferdy Sambo. Saya pikir tidak boleh ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mem-back-up bahkan mengganggu proses hukum atas insiden pembunuhan keji yang melibatkan enam lebih oknum anggota TNI yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mudah-mudahan proses hukumnya berjalan transparan dan siapa saja pelaku yang terlibat dihukum seberat-beratnya dan diumumkan ke publik,” kata Yan Mandenas.
Yan Mandenas menegaskan, kemungkinan langkah Panglima TNI secara kelembagaan atas nama TNI meminta maaf kepada masyarakat Papua bahkan keluarga korban atau memberikan konpensasi uang tidak cukup. Hal tersebut bertolak dari pengalaman di mana insiden pembunuhan atas warga sipil di Papua sudah berulangkali terjadi.
“Insiden pembunuhan disertai mutilasi merupakan tindakan fatal tak berperikemanusiaan dan jauh dari penghormatan dan penghargaan atas martabat manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan paling mulia. Jadi, tidak sekadar meminta maaf atau memberikan kompensasi uang kepada keluarga korban namun perlu dilakukan reformasi di tubuh TNI,” ujar Yan Mandenas. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)