TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Pihak maskapai PT Asian One Air menanggapi serius langkah hukum Penjabat Sekretaris Daerah Mimika Jenny O Usmani terkait kisruh pesawat Cessna Grand Caravan Registrasi PK LTV dan Helicopter Airbus B3 milik Pemerintah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Jenny mengancam bakal menempuh jalur hukum terhadap Asian One Air karena pihak manajemen maskapai itu dianggap belum membayar utang sewa pesawat dan helikopter tersebut sejak tahun 2019 hingga 2021 sebesar Rp 21.848.875.000 milik Pemkab Mimika.
“Ibarat kata pepatah menepuk air di dulang, kepercik muka sendiri. Kami tegaskan, terciptanya hutang bernilai miliaran rupiah itu akibat ulah Mantan Kepala Dinas Perhubungan Mimika kala itu, Jania Basir dan Kadis Perhubungan Mimika saat ini Ida Wahyuni. Kedua pejabat itu masa bodoh menanggapi permohonan evaluasi kontrak yang kami ajukan,” ujar Direktur Asian One Air Silvy Herawaty melalui keterangan yang diperoleh Odiyaiwuu.com dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Sabtu (6/8).
Menurut Silvy, sikap masa bodoh dua pimpinan Dinas Perhubungan Mimika itu juga berujung hutang Pemkab Mimika yang harus dibayarkan kepada PT Asian One Air yang juga bernilai miliran rupiah tidak ditindaklanjuti.
Dishub Mimika hanya menuntut kewajiban maskapai membayar hutangnya, namun mengabaikan kewajibannya membayar hutang kepada maskapai PT Asian One Air. Saat Jania menjabat Kepala Dinas Perhubungan, pihak Asian One Air sudah berkali-kali bersurat guna mengevaluasi kontrak.
“Bahkan draft kontrak juga sudah kami serahkan, tapi surat kami tidak pernah ditanggapi. Memang kami pernah ketemu, tetapi tidak ada solusi. Lalu saat menjabat, kami juga mengajukan permohonan tetapi tidak ditanggapi. Kami punya bukti surat dan tanggalnya. Ketemu pun mereka enggan,” lanjut Silvy.
Ia menambahkan, tidak hanya itu. Kadis Perhubungan Mimika juga dinilai mengabaikan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP) BPK yang meminta kedua pihak melakukan pertemuan membahas masalah itu.
Silvy menjelaskan, terkait polemik hutang Rp 21 miliar, pada 2019 pihak Asian One Air mengajukan revisi perjanjian. Revisi itu perlu mengingat nilai pesawat dan helikopter sudah susut secara aturan penerbangan dan pabrik bahwa pesawat serta helikopter sudah masuk dalam periode maintenance. Artinya, rusak atau tidak harus dilaksanakan perbaikan, ganti spare part sesuai dengan aturan pabrik seperti C-Cek, D-Cek, dan lain-lain.
Ia mengaku, pesawat terbang dan helikopter tiga tahun pertama aman sejak 2016-2019 namun setelah 2019 mengalami penyusutan. Misalnya, servis 600 jam untuk heli, servis 800 jam, 1200 jam, dan selanjutnya yang tetap harus dilakukan.
“Service itu biayanya sangat besar. Service tidak bisa dilakukan di Timika atau Papua, tapi harus dibawa ke Airbus Helikopter Indonesia di Cibubur, Jakarta atau dibawa ke pabrik Airbus Malaysia,” jelas Silvy.
Menurutnya, oleh karena ketidakmauan dua Kadis Perhubungan Mimika untuk duduk bersama membahas masalah tersebut, terjadilah hutang piutang iitu. Pihak Asian Air One seperti dipaksa meninggalkan hutang. Padahal, kedua pejabat itu mau terbuka dalam revisi kontrak saat itu.
“Betul kami punya hutang Rp. 21 miliar, tapi pengeluaran kami yang terkait dua pesawat ini juga besar. Misalnya perbaikan pesawat di Australia pada April 2021. Setelah perbaikan pesawat ditarik Pemkab Mimika pada September, nilai perawatannya Rp 2,5 miliar lebih,” katanya.
Begitu juga helikopter yang sudah duakali dilakukan perawatan besar. Pihak Asian Air One juga sudah membawa ke Cibubur tahun 2019 dan sekali ke Malaysia tahun 2020 dengan container. Semua itu hanya karena itikad baik perusahaan untuk menjaga pesawat dan helikopter tetap normal.
“Kalau hanya untuk kepentingan operasi, kami tidak akan melakukannya karena biayanya sangat besar. Setiap bulan kami selalu melaporkan jam terbang komersial kepada Dinas Perhubungan, tetapi sejak tahun 2020 invoice untuk setoran sewa-menyewa dari Dinas Perhubungan muncul tagihan sekaligus dalam satu tahun. Kami juga harus punya cash flow untuk operasional, dong,” ujarnya.
Menurut Silvy, niat baik awal kerjasama adalah membantu memproses pengadaan, pemasukan, perijinan, dan pengoperasian kedua aset Pemkab Mimika. Hal itu mengingat menurut Dishub Mimika saat itu, tidak ada operator penerbangan lain yang mau kerjasama dengan bentuk dan harga yang Pemkab Mimika tawarkan.
“Karena itu sebelum membantu, kami membuat surat keterangan bahwa sebagai perusahaan angkutan udara niaga pemegang AOC 135, kami betul betul membantu bukan untuk kepentingan kami tetapi untuk kepentingan Pemkab Mimika,” lanjut Silvy.
Sekadar diketahui, pesawat Cessna Grand Caravan sudah dikembalikan sejak 21 September 2021 dan tidak terdaftar lagi di Asian One Air. Sedang helikopter saat ini diparkir di hanggar Bandara Nabire sejak April 2022 usai maintenance rutin sambil menunggu proses reekspor dan reimpor.
“Kami juga sudah mempekerjakan dan mendidik anak asli Mimika sebagai pilot, dan dua orang engineer yang sudah bekerja dengan kami sebagai copilot dan senior engineer. Kami rasa aneh kalau Pemkab Mimika justru berusaha menjegal kami masyarakat yang telah membantu dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi warganya,” kata Silvy. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)