MANOKWARI, ODIYAIWUU.com — Pengajar Universitas Papua (Unipa), Manokwari, Dr Ir Agus Irianto Sumule menyebut, saat ini ada 620.000 penduduk usia sekolah (PUS) Papua yang tidak bersekolah. Kenyataan itu dihadapi Papua di saat publik dengan hati gembira membicarakan pembelajaran Matematika dengan metoda gasing atau anak usia sekolah dasar (SD) memberi kuliah tentang kalkulus.
Bahkan sekolah sepanjang hari yang membuat anak-anak di kampung Konda, Aifat, Sorong Selatan rajin bersekolah. Pun anak-anak Papua lulus dengan cemerlang di Corban University, Oregon, Amerika Serikat, dan lain-lain.
“Mudah-mudahan kita tahu dan tidak lupa bahwa ada 620.000 penduduk usia sekolah di Papua yang tidak bersekolah. Angka 620.000 itu bicara tentang pemerataan, inklusivitas, keadilan, HAM, pemenuhan amanat Konstitusi. Pendidikan yang bermutu itu hak semua anak, semua orang, baik anak pejabat atau anak orang jelata dan miskin, baik hidup di kota atau di bermukim di kampung-kampung,” ujar Agus Sumule
Agus juga mengajak semua pemangku kepentingan, stakeholder mengkritik kebijakan pembangunan pendidikan di Papua. Kritik atas kebijakan pembangunan diarahkan juga pada pertanyaan apakah termasuk 620.000 anak Papua yang tidak bersekolah atau 62 anak genius.
Kritik itu juga terkait apakah anggaran pendidikan dalam jumlah ratusan miliar rupiah itu memberi manfaat untuk hanya 1000 orang atau diarahkan untuk menolong 620.000 anak yang tidak sekolah?
“Waktu para anggota parlemen pusat yang mewakili Papua dan daerah, para kepala daerah dan kita semua membaringkan kepala untuk tidur malam, mari kita ingat ada 620.000 penduduk usia sekolah di Papua tidak bersekolah. Jumlah mereka terus bertambah,” ujar Agus.
Tahun 2022 Pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 84,7 triliun untuk Provinsi Papua dan Papua Barat pada 2022. Total dana tersebut dialokasikan untuk Papua Barat sebesar Rp 27,24 triliun dan untuk Papua sebesar Rp 57,41 triliun.
“Nilai ini naik dari 2020 yang sebesar Rp 79,7 triliun, tapi memang turun sedikit dari tahun lalu yang Rp85,8 triliun karena ada belanja pusat yang disebut dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2021,” ujar Direktur Dana Transfer Umum Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Adriyanto mengutip Antaranews.com di Jakarta, Senin (17/1 2022).
Adriyanto merinci anggaran untuk Papua dan Papua Barat tahun 2022 terdiri dari Rp 12,9 triliun Dana Otonomi Khusus (Otsus), dana tambahan infrastruktur (DTI), dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 50,2 triliun, dan belanja kementerian atau lembaga sebesar Rp 21,6 triliun.
Menurut Adriyanto, pemerintah sedang menyusun Rencana Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) Papua 2022-2041 yang berdasar pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
“Kalau kita lihat di situ ada belanja kementerian atau lembaga yang sudah cukup besar tahun 2021, jumlahnya Rp 21,6 triliun. Tentunya ini adalah menjadi tugas kita bersama yang akan dituangkan dalam Rancangan Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) Papua bagaimana memastikan belanja kementerian dan lembaga benar-benar bisa disinergikan dengan belanja yang dilakukan pemerintah daerah,” kata Adriyanto.
Adriyanto meminta agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah Papua tidak menjalankan dua program yang sama sehingga anggaran pemerintah dapat digunakan dengan efisien.
“Tentu kalau penjumlahan dana belanja besar itu baik, tapi kalau melakukan hal yang sama, terjadi kelebihan kegiatan, ini perlu kita jaga. Jadi jangan sampai ada kegiatan yang berlebihan sehingga menimbulkan inefisiensi dalam pelaksanaan proyek dan penggunaan anggaran,” kata Adriyanto. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)