Oleh Antonius Laurensius Kwaru Tido Baran
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung
INDONESIA sebagai negara berkembang sedang berusaha meningkatkan pendapatan negara dengan memanfaatkan keunggulan negara. Salah satunya, kekayaan alam. Kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia, termasuk di tanah Papua melimpah dari berbagai sektor seperti pertambangan, pertanian, kekayaan biota lautan dan lain sebagainya.
Kekayaan SDA itu merupakan sebuah peluang emas bagi negara untuk mensejahterakan kehidupan bangsa apabila dikelola dengan baik. Usaha pemanfaatan SDA ini merupakan hal yang baik adanya. Selain dapat mensejahterakan bangsa usaha ini terlebih dahulu akan mensejahterakan kehidupan masyarakat sekitar dengan membuka peluang kerja.
Upaya pemanfaatan SDA ini tentu membutuhkan luas wilayah yang besar agar aktivitas pemanfaatan sumber daya dapat berjalan dengan baik. Namun, wilayah Indonesia yang kaya SDA alam kebanyakan masih didominasi oleh area hutan tindakan pembukaan lahan hutan tak dapat dihindari
Hutan Masyarkat Adat
Usaha membuka isolasi wilayah dan cita-cita kesejahteraan yang direncanakan tak lepas dari pembukaan lahan untuk keperluan jalur transportasi, wilayah industry, dan berbagai kebutuhan lainnya. Wilayah hutan yang kebanyakan dimiliki masyarakat adat kerap jadi sasaran penggusuran untuk kepentingan industri tanpa ada izin masyarakat adat.
Kasus pembukaan lahan yang terjadi di tanah masyarakat adat banyak terjadi di Indonesia, meliputi daerah Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, dan NTT hingga tanah Papua. Tanah adat memiliki makna fundamental bagi masyarakat adat sebagai sumber spiritual, ekonomi, budaya, dan identitas masyarakat adat.
Tanah adat sebagai identitas masyarakat adat seharusnya dilindungi negara dengan memberikan perlindungan penuh. Langkah perlindungan perlu guna mencegah tindakan perampasan tanah. Abai terhadap tanah adat masyarakat adat merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia (HAM) dan memangkas keberlanjutan kehidupan komunitas adat.
Tanah adat milik masyarakat adat Yei Distrik Jagebob, Merauke telah diserobot paksa PT Murni Nusantara Mandiri yang menjadi bagian konsorsium yang menggarap Proyek Strategis Nasional (PSN) Kebun Tebu, Merauke pada Selasa (16/9 2025). Tanah adat yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur kepada generasi muda bukan hanya sekedar warisan melainkan identitas, budaya, ekonomi, dan spiritual masyarakat adat.
Tanah warisan leluhur yang dianggap sebagai sumber kehidupan masyarakat adat mulai terancam oleh korporasi yang mengesampingkan kepentingan dan hak masyarakat adat demi kepentingannya. Perampasan tanah adat masyarakat adat oleh kalangan korporasi bukan sekadar melanggar HAM masyarakat adat tetapi menghilangkan hutan-hutan alami di tengah krisis pemanasan global yang kian memburuk dari waktu ke waktu, mengancam keragaman hayati khas tanah Papua.
Kehidupan masyarakat adat yang berdampingan dengan hutan adat, yang makan dari flora fauna dari hutan, yang merawat hutan demi ketersediaan oksigen akan kehilangan jati dirinya bersamaan dengan hilangnya tanah adat mereka.
Kisah dari di Merauke
Keikutsertaan aparat keamanan pada PSN di Merauke diharapkan dapat mengatasi masyarakat dalam gelombang penolakan pembukaan lahan adat dan hutan untuk PSN. Masyarakat adat diharapkan tunduk dan menyerahkan tanah adat mereka. Tindakan yang dilakukan ini menunjukkan bahwa proyek tersebut jelas-jelas merupakan upaya perampasan hak atas tanah warga dan pelanggaran HAM.
Masyarakat yang menyuarakan hak mereka atas tanah adat yang diwariskan dibungkan di hadapan kekuasaan. Masyarakat adat dipaksa meninggalkan tanah adatnya. Padahal, Upaya perlindungan negara terhadap masyarakat adat tercantum jelas dalam Pasal 18B UUD 1945 yang mengatur pengakuan negara terhadap wilayah dan masyarakat adat.
Pasal 18B UUD 1945 Ayat 1 menyebut negara, “mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah bersifat khusus atau istimewah”. Kemudian, Ayat 2 “mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya, asalkan masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Di saat hak masyarakat adat sudah diakui UU, kepemilikan tanah adat oleh masyarakat adat masih terus diganggu untuk keperluan industri. Situasi ini membuat UU terasa sekadar sebuah kertas tanpa makna jika tidak ada implementasi yang jelas. UU tidak lagi memiliki pendirian yang kuat di level implementasi sehingga membuat oknum-oknum tertentu dapat bertindak sesuai keinginannya.
UU yang lemah membuat kalangan korporasi menjadi lebih berani dan bebas melakukan perampasan tanah adat, seakan tanah adat hanya lahan kosong tanpa memiliki tanda kepemilikannya dan masyarakat adat sebabkan dirampas tanah adat warisan leluhurnya.
Tindakan perampasan tanah adat yang dilakukan oleh kalangan korporasi entah mengapa begitu mudah dilakukan dengan memanfaatkan surat izin dari pemerintah, meskipun hak masyarakat adat telah diatur UU. International NGO Forum on Indonesia Development (Infid) melihat kasus perampasan tanah adat yang terjadi di Indonesia adalah sebuah masalah penegakan HAM di Indonesia.
Tanah adat merupakan hak masyarakat adat yang telah diwariskan dari leluhur masyarakat adat sejak dahulu hingga menjadi identitas, budaya, dan penghidupan bagi masyarakat adat. Namun, saat ini tak sedikit tanah adat dirampas dan dialihfungsikan demi kepentingan industri mining dan logging.
Pengalihfungsian ini dilakukan tanpa ada persetujuan dari masyarakat adat. Hak masyarakat adat untuk menguasai, memanfaatkan dan mempertahan tanah mereka telah dihilangkan, proses pengambilan lahan ini dilakukan dengan proses yang tidak transparan hingga adanya tekanan yang dirasakan masyarakat adat dari aparat keamanan. Masyarakat adat seolah tidak diberi ruang untuk bersuara dan melakukan penolakan tanah adatnya meskipun aspirasi mereka tak pernah didengar.
Identitas Masyarakat Adat
Tanah adat merupakan identitas masyarakat adat yang telah dijaga dan dilestarikan dari waktu ke waktu menjadi terancam oleh kalangan korporasi yang bukan hanya merampas tetapi bahkan mengancam dan melanggar HAM dari masyarakat adat.
Negara yang seharusnya melindungi hak masyarakat adat justru bertindak seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Meskipun terdapat beberapa UU yang mengatur mengenai hak dari masyarakat adat, namun implementasinya sangat miris.
Kesadaran pemerintah mengenai pentingnya tanah adat bagi kelangsungan hidup masyarakat adat harus benar-benar ditingkatkan agar segala tindakan perampasan atas tanah adat dapat dihapuskan.
Mengapa? Tanah adat merupakan milik dari masyarakat adat bukan milik kaum korporasi ataupun oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Solidaritas antar komunitas pemangku ulayat dalam menjaga hutan adat dari intaian korporasi tanpa ijin pemilik adalah opsi konkrit dan ideal masyarakat adat.










